spot_img
Latest Phone

Bocoran Samsung Galaxy Watch8: Desain Baru, Tapi Kecepatan Isi Daya Masih Sama?

Telko.id - Bocoran resmi dari sertifikasi 3C di China...

Garmin Instinct 3 Tactical Edition: Smartwatch Tangguh untuk Misi Ekstrem

Telko.id - Garmin baru saja menghadirkan Instinct 3 –...

ASUS Vivobook S14: Laptop AI 45+ TOPS untuk Produktivitas Tanpa Batas

Telko.id - ASUS Vivobook S14 (S3407QA), laptop terbaru yang...

Garmin vívoactive 6, Tak Sekadar Pintar, Dukung Gaya Hidup Aktif dan Tampil Lebih Gaya

Telko.id - Garmin Indonesia memperkenalkan vívoactive 6, smartwatch wellness...

Lebih Bugar Setelah Lebaran dengan Smartwatch Garmin

Telko.id - Pernahkah Anda merasa tubuh terasa berat dan...
Beranda blog Halaman 1458

NextDev Junior Ajarkan Pelajar SMA Buat Aplikasi

Telko.id – Ekosistem digital tidak bisa terbentuk begitu saja. Perlu ada yang menginisiasi pada tahap awal. Begitu juga ketika aplikasi lokal ingin diperhitungkan dalam ekosistem digital nasional maupun internasional. Perlu ada edukasi sejak dini agar tujuan membangun ekosistem digital pun dapat terjadi. Telkomsel adalah salah satu yang secara berkesinambungan melakukan edukasi ini. Untuk tahun ini, operator ini menggelar NextDev Junior. Targetnya adalah melatih para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk membuat aplikasi mobile.

“Saat ini segmen remaja merupakan salah satu pengguna aktif Internet dan berbagai aplikasi digital, yang akan membangun Indonesia di masa mendatang. Untuk itu melalui NextDev Junior, kami memberikan pelatihan pembuatan aplikasi mobile kepada pelajar SMA secara berkelanjutan untuk memperkenalkan dunia aplikasi lebih dini ke segmen ini. Tentunya ini sejalan dengan visi perusahaan untuk menumbuh kembangkan ekosistem digital berbasis aplikasi,” ujar Adita Irwati, Vice President Corporate Communications Telkomsel menjelaskan.

Pada tahap awal, program ini akan diikuti oleh pelajar di 8 lokasi SMA terbaik di D.I Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selanjutnya akan digelar juga NextDev Junior di SMA-SMA terbaik di setiap provinsi secara nasional. Sebagai motivator dan inspirator dari pelaku industri aplikasi, Telkomsel menggandeng Oracle Studio dan Hicca Studio.

Pelatihan NextDev Junior ini terbagi atas tiga tahapan. Tahap pertama diawali dengan seminar bagi seluruh siswa di sekolah terpilih, yang kemudian diikuti dengan penjaringan kandidat siswa dan training bagi siswa terpilih. Pelatihan ini sendiri meliputi pengenalan awal aplikasi mobile, pengenalan perangkat lunak (software) untuk membuat aplikasi, dan pembuatan aplikasi mobile sederhana.

Pada tahap kedua, peserta dilatih untuk membuat aplikasi mobile yang dinamis berdasarkan layout, naskah, dan animasi. Lalu pada tahap terakhir, peserta melakukan penyempurnaan terhadap aplikasi mobile tersebut untuk selanjutnya dipublikasikan sehingga dapat diunduh atau diakses secara online oleh siswa.

Pada ajang NextDev Junior kali ini, tak kurang dari 720 aplikasi mobile hasil kreatifitas para siswa diperkirakan akan dihasilkan pada akhir program. Selanjutnya akan dilakukan kompetisi antar siswa untuk aplikasi yang telah mereka dihasilkan, yang kemudian akan diikutsertakan untuk kompetisi antar sekolah.

Lebih lanjut, Adita menyatakan bahwa dalam NextDev Junior ini, para siswa dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk membuat aplikasi mobile sebagai sarana dan metode baru dalam kegiatan belajar mengajar yang interaktif dan efektif.

The NextDev yang menaungi program NextDev Junior merupakan salah satu program CSR Telkomsel di industri digital kreatif berupa kompetisi pengembangan aplikasi digital, yang diharapkan akan mendukung perkembangan ekosistem digital di Indonesia, dimana salah satu pilar utamanya adalah hadirnya berbagai aplikasi asal Indonesia yang bernilai tambah dan memiliki dampak sosial yang positif. (Icha)

OTT Nasional Siap Jadi Raja di Negeri Sendiri

0

Telko.id – Tidak dapat dipungkiri, saat ini aplikasi yang menguasai Indonesia adalah buatan luar negeri semua. Masyarakat Indonesia hanya sebagai konsumen. Pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Kemenentrian Komunikasi dan Informatika berniat untuk menjadikan OTT nasional go intenational. Dan perbincangan masalah itu sudah dilakukan sejak setahun lalu. Antara Pemerintah dengan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh lndonesia (ATSI). Akhirnya, impian itupun dapat terealisasi dengan dipilihnya 3 aplikasi lokal, hasil karya putra-putri Indonesia yang akan di dukung pemerintah.

ATSI memberikan dukungan kepada aplikasi Over The Top (OTT) terpilih yakni Qlue (qlue.co.id), Catfiz (catfiz.com), dan Sebangsa (sebangsa.com). ATSI dan Kementrian Kominfo berharap ketiganya akan mampu menjadi katalisator bagi pengembangan industri kreatif yang berbasis pada teknologi digital. Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara beserta anggota ATSI menyerahkan piagam pembinaan kepada pengelola ketiga OTT di Jakarta, Kamis (17/3).

ATSI telah berkomitmen akan memberikan dukungan yang sepadan kepada ketiga OTT agar mereka bisa lebih memasyarakat di Indonesia dan bahkan mengglobal. Semua anggota asosiasi sudah sepakat untuk itu, karena kami sadar benar bahwa program ini merupakan bagian dari upaya mengangkat citra bangsa, sekaligus memotivasi masyarakat untuk mampu memanfaatkan secara maksimal kemajuan teknologi digital,” Alexander Rusli, Ketua ATSI menjelaskan.

Sementara itu, Menkominfo Rudiantara mengatakan, “Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang paling aktif menggunakan berbagai produk digital. Sudah lama Indonesia dikenal sebagai ibukota sejumlah social media. Tidak heran jika semua OTT raksasa dunia kini memiliki perhatian khusus ke kita. Potensi pasar Indonesia sangat besar. Nah, fakta itu semestinya memang menjadi pengingat agar kita jangan hanya menjadi pengguna OTT asing, namun juga mampu menciptakan sendiri OTT yang digunakan oleh orang sedunia. Saya yakin kita pasti bisa, karena teknologi digital pada dasarnya membuka kesempatan luas kepada setiap orang untuk bisa berkreasi.”

Menkominfo menambahkan, perkembangan industri kreatif berbasis digital dalam negeri akan menjadi modal penting bagi bangsa lndonesia untuk bersaing di pentas global. Hal ini juga sejalan dengan kebijakan Pemerintah untuk membangun OTT Nasional guna mendorong terwujudnya Digital Ekonomi di lndonesia. Menteri berharap agar ketiga OTT Nasional tersebut dapat menunjukkan keseriusannya bahwa mereka layak didukung, serta dapat memberikan layanan yang dibutuhkan masyarakat termasuk bagi komunitas Pemerintahan.

Mengenai bentuk riil pembinaan dan dukungan yang akan diberikan kepada ketiga OTT, Alexander Rusli menyebut, ATSI diantaranya akan memberikan dukungan promosi layanan melalui jaringan milik operator, diantaranya pengiriman SMS Broadcast, pencantuman logo , link, dan banner. Bentuk pembinaan ini akan dikaji secara berkala sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal bagi para OTT binaan. ” Sebagai langkah awal, dukungan ini kami berikan kepada 3 OTT terpilih dan melibatkan 6 anggota ATSI, yaitu Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, Hutchison Tri Indonesia, Smartfren dan Telkom. Kami terbuka dengan OTT nasional lainnya serta dengan melibatkan anggota ATSI lainnya,” imbuh Alex.

Ketiga OTT Nasional yang terpilih merupakan karya anak-anak muda Indonesia. Mereka memiliki komitmen kuat serta idealisme untuk mengembangkan dunia digital tanah air. Proses penilaian telah berlangsung sejak Desember 2015 lalu terhadap sekitar 5 OTT. Ketiga OTT terpilih memiliki rencana kerja yang jelas, namun mereka belum dikenal secara luas oleh ke masyarakat.

Yang penting, OTT nasional itu haru mudah. Jadi, ukurannya, kalau menteri bisa install, maka masyarakat pun akan mudah donwload dan install. Masalahnya, menteri itu terkadang tidak punya waktu,” ujar Rudiantara menjelaskan. Lalu, Rudiantara juga menambahkan bahwa target dari OTT nasional ini juga mengalahkan Facebook, Twitter dan lainnya. “Masa Line punya 60 juta pengguna, OTT Nasional tidak bisa melampauinya. Itu sih gampang. Kan, pelanggan selular itu sekarang sekitar 160 juta. Apalagi dengan dukungan semua operator di bawah ATSI. Tinggal di masukan dalam simcard saja. Masa tidak ada yang menggunakan,” ujar Rudiantara menambahkan. (Icha)

Dig-In 2016, Program Edukasi Digital XL Bagi Perusahaan dan StarUp

0

Telko.id – Gaya hidup digital sudah menjadi fenomena. Namun, masih banyak perusahaan yang masih menggunakan secara maksimal fasilitas digital ini untuk mengembangkan maupun mempromosikan perushaannya. Demikian juga dengan para starup. Padahal, saat ini promosi melalui digital jauh lebih efektif dan murah. Bahkan dapat disesuaikan dengan target market yang dituju.

XL adalah salah satu operator yang cukup agresif memberikan edukasi pada para starup maupun perusahaan tentang dunia digital ini. Itu sebabnya, XL setiap tahun mengadakan acara Dig-In yang pada tahun 2016 ini mengusung tema DIGITALisMe. Pada ajang ini, XL memberikan update tentang perkembangan terbaru mengenai industri digital Indonesia dan Dunia.

“DIGITALisMe merupakan sebuah gerakan untuk berpikir secara ‘out of the box’ untuk memaksimalkan pemanfaatan sarana digital, sehingga pelaku pemasaran dapat dengan bangga berteriak, Digital adalah saya!,” ujar Dian Siswarini, Presiden Direktur XL Axiata menjelaskan.

Lebih lanjut, Dian menyatakan bahwa, ajang ini juga diadakan agar kalangan pemasaran dapat mengerti secara mendalam mengenai bagaimana cara beriklan di platform digital secara efektif, dan menjadikan sarana digital sebagai cara terbaik meraih pelanggan dan menaklukan pasar.

Sebenarnya, belanja iklan di Indonesia mencapai 833 juta US$. Sayang, yang memperoleh hanya 2 perusahaan OTT internasional,” ujar Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika menjelaskan pada diskusi Dig-In 2016. Namun, ke depan, Rudiantara menjelaskan bahwa diharapkan tidak lagi belanja iklan itu jatuh ke OTT Internasional saja, tetapi juga ke OTT lokal. Itu sebabnya, pemerintah akan mendorong untuk OTT lokal maju.

Dari sisi infrastuktur, Rudiantara menyebutkan bahwa untuk through put, Indonesia sebenarnya sudah bagus mencapai 5.46 Mb/second. Memang, masih dibawah Malaysia, Brasil maupun Rio. Sedangkan untuk di Jakarta mencapai 7Mb/second. Paling tinggi dibandingkan dengan Bangkok dan Kualalumpur.

Untuk masalah Uplink dan Downlink, Indonesia tercatat 33%. Namun, Indonesia ini unik, karena lebih besar angka downlink nya. “Ini perlu di evaluasi, kenapa masyarakat Indonesia senang downlink ketimbang uplink.

Dengan ketersediaan jaringan, maka diharapkan ekonomi kreatif Indonesia pun dapat meningkat. Badan Ekonomi Kreatif menargetkan bahwa pada tahun 2019, ekonomi kreatif ini dapat memberikan kontribusi terhadap GDP atau Gross Domestic Product 12%. Sedangkan untuk penyerapan tenaga kerja diharapkan dapat mencapai 13 juta orang. Kemudian untuk distribusi terhadap devisa bruto mencapai 8.79%.

Bagi XL sendiri, bisnis digital belum terlalu besar kontribusinya terhadap revenue perusahaan. “Pada tahun 2015 saja baru mencapai 4%. Sedangkan pada tahun 2018 diharapkan bisa meningkat hingga 7%,” ujar Ongky Kurniawan, Direktur Digital Service XL menjelaskan. Berdasarkan pencapaian tahun 2015 lalu, bisnis digital ini paling banyak disumbangkan dari mobiel advertising, M2M dan XL tunai. Ke depan, kontribusi Internet of Thing bisa mendominasi. (Icha)

Laba Bersih Menurun, Inilah Strategi China Unicom

0

Telko.id – China Unicom, sebagai operator telekomunikasi terbesar kedua di China, telah mengalami penurunan pertama untuk laba bersih mereka sejak tahun 2010 silam. Hal ini dikarenakan oleh perubahan yang kompleks dari lingkungan bisnis serta persaingan yang ketat diantara para pemain Telko di Negeri Tirai Bambu ini.

Sekedar informasi, laba setahun penuh turun sekitar 12,4% menjadi 10,56 miliar yuan atau setara dengan $ 1,62 miliar, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, laba bersih mereka mencapai 12,06 miliar yuan.

Ketua sekaligus CEO China Unicom, Wang Xiaochu menyalahkan kinerja yang buruk pada perubahan kebijakan pemerintah, seperti ‘peningkatan kecepatan dan penurunan tarif’ serta pajak pertambahan nilai pemerintah Beijing yang dikenakan pada operator telekomunikasi pada Juni 2014. Dari Oktober tahun lalu pun, pemerintah juga mewajibkan operator untuk membawa lalu lintas data yang tidak terpakai dari pelanggan individu untuk bulan berikutnya, yang tentunya menempatkan tekanan lebih lanjut pada pendapatan operator.

“Karena lisensi asimetris 4G, keunggulan kompetitif kami di 3G telah memudar dengan cepat,” kata Wang seperti dilaporkan oleh TelecomAsia (17/3).

Pendapatan layanan seluler mereka pun ikut merosot sebesar 8% menjadi 142.620 miliar yuan. Sementara Jumlah pelanggan seluler menurun sebanyak 14.260.000, dan menjadikan mereka hanya memiliki 252.320.000 pelanggan. Sekedar informasi, saingan terbesar mereka, China Mobile melakukan sebuah kampanye yang kuat dalam mempromosikan bisnis 4G sepanjang tahun lalu.

“Menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks, perusahaan tengah menyesuaikan waktu yang tepat untuk memprioritaskan operasi guna memfokuskan sumber daya pada 4G,” kata Wang, yang menjadi ketua Unicom pada bulan Agustus silam.

Unicom sendiri sejatinya telah meningkatkan dan mempercepat investasi 4G dari sisi jaringan, terminal dan juga demonstrasi pasar. Hal ini juga sejatinya meningkatkan kecepatan jaringan 4G dengan cakupan 4G yang stabil dan terus menerus bertambah di daerah perkotaan nasional, kabupaten dan kota-kota berkembang serta cakupan mendalam di kota-kota utama. Perusahaan dengan cepat meningkatkan pangsa pasar handset 4G sekaligus mengoptimalkan penyatuan saluran dan pengguna yang terintegrasi juga telah mendorong promosi secara interaktif.

Perusahaan juga telah menandatangani perjanjian strategis dengan China Telecom di bulan Januari lalu, untuk berbagi sumber daya dan meningkatkan efisiensi, awalnya berfokus pada bidang yang meliputi jalur transportasi, desa-desa terpencil, distribusi dalam ruangan baru dan titik-titik baru. Unicom mengatakan hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya pembangunan jaringan dan meningkatkan pengalaman pelanggan dengan cepat melalui kerjasama. Kedua perusahaan akan sepenuhnya bekerja sama dalam hal jaringan co-building, standarisasi handset dan mengembangkan layanan baru yang inovatif.

Wang mengatakan pendapatan Unicom telah merosot selama 17 bulan berturut-turut, tetapi dengan ukuran di atas, bisnis operator 4G telah muncul. Unicom juga telah menambahkan 5.270.000 dan 5.380.000 pengguna 4G pada bulan Januari dan Februari, yang juga telah mendorong peningkatan pada bulan-bulan tersebut untuk sektor pendapatan layanan seluler rata-rata perbulan.

“Kami berharap dapat menstabilkan penurunan pendapatan dalam jangka pendek, dan mengubah tabel pada kinerja laba dalam satu tahun,” tutup Wang.

China Mobile Mulai Matikan BTS 3G

0

Telko.id – Beberapa cabang regional dari China Mobile dilaporkan telah mulai mematikan BTS 3G mereka. Hal tersebut dikarenakan layanan 3G mereka sudah kurang populer di kawasan tersebut dan operator juga sudah meninggalkan fokus mereka pada jaringan 3G.

Dilaporkan oleh TelecomAsia (17/2), cabang China Mobile di beberapa provinsi sudah mulai menutup BTS yang hanya mendukung standar TD-SCDMA, menurut beberapa sumber, termasuk orang yang tidak disebutkan namanya yang menyediakan jasa operasi dan pemeliharaan bagi operator.

Sekedar informasi, Keputusan penutupan BTS ini tidak datang dari kantor pusat, melainkan cabang-cabang regional lah yang membuat keputusan sendiri dalam melakukan hal ini. BTS yang tidak bisa diupgrade ke 4G natinya akan ditutup dan sisanya akan ‘retooled’ untuk mendukung TD-LTE.

Standar TD-SCDMA yang didukung oleh pemerintah China, nyatanya tidak pernah benar-benar hadir di antara pelanggan China Mobile, TD-SCDMA ini pu hanya memberikan kecepatan data yang lebih lambat dari CDMA2000 dan standar W-CDMA yang diadopsi oleh saingan mereka yakni Cina Telecom dan China Unicom.

Screenshot_2016-03-17-12-10-21_1

Jika berkaca dari China Mobile statistik operasional, menunjukkan bahwa pada akhir Januari, operator hanya memiliki 162.995.000 pelanggan 3G yang tersisa, dibandingkan dengan sekitar 335.563.000 untuk jaringan 4G. yang mewakili sekitar 80% dari total pelanggan 4G China. Sementara untuk total pelanggan operator ini adalah 828.500.000 pengguna.

Sementara per 29 Februari 2016, jumlah subscriber dari China Mobile mencapai 831.264.000 pelanggan, dengan masing-masing pelanggan 3G naik menjadi 157.132.000 dan pelangggan 4G mereka ikut meningkat menjadi 360.366.000 pelanggan.

Hadirnya jaringan 4G yang juga telh mendukung layanan VoLTE sebenarnya akan lebih membrikan efisiensi bagi tiap operator. Pasalnya, mereka dapat memberikan layanan data dan Voice degan hanya memelihara satu teknologi saja. Dengan begitu, biaya pemeliharaan infrastruktur pun menjadi lebih murah tanpa perlu mengorbankan layanan mereka. Hanya tinggal bagaimana operator tersebut melakukan strategi migrasi pelanggan 3G atau 2G mereka untuk segera berlangganan 4G dengaan VoLTE nya.

Waze Hadirkan Fitur Baru Hindari Kemacetan

0

Telko.id – Waze saat ini digunakan bukan hanya untuk mencari lokasi suatu tempat secara online. Namun, kehadiran dari Aplikasi ini juga nyatanya dapat memberikan gambaran secara real time mengenai apa yang terjadi di jalan raya. Metode seperti ini sejatinya telah mengadopsi tren Internet of Things yang saat ini tengah banyak diperbincangkan oleh orang-orang.

Kembali berinovasi, Waze mengumumkan bahwa versi 4.3 sudah tersedia dan dapat diunduh di App Store untuk semua pengguna iOS. Apa yang berbeda? Update terbaru ini memiliki sebuah fitur unik yang bernama Planned Drives.

Fitur ini sejatinya dapat menghindari pengguna dari kemacetan di jalan dan dapat memberikan pilihan waktu ketika membuat perencanaan untuk bertemu dengan seseorang. Dengan fitur ini, pengguna dapat mengetahui harus berangkat jam berapa menuju tempat pertemuan dan tidak mengalami kemacetan.

Waze akan merekomendasikan waktu yang tepat untuk berangkat. Pengguna juga akan menerima reminder dari Waze apabila sudah mendekati event yang telah direncanakan dengan waktu keberangkatan yang selalu diperbaharui sesuai dengan kondisi jalanan secara real-time sehingga mempermudah untuk mengatur waktu dan menghindari kemacetan menggunakan data analitik yang mereka kumpulkan sebelumnya.

Planned Drives juga menyediakan rekomendasi grafis yang mengilustrasikan tingkat kemacetan hingga 7 hari ke depan.

20160317_110848_1

Berdasarkan keterangan rilis yang diterima tim Telko.id, untuk menghitung kalkulasi waktu keberangkatan terbaik, Waze selalu berada di garda depan dalam inovasi dengan memperhitungkan kondisi jalanan berdasarkan alogoritma cerdas, pengumpulan riwayat lalu lintas serta data analisis prediktif.

Planned Drives tidak hanya menjawab pertanyaan ‘Kapan saya harus berangkat?’ namun juga menyediakan fitur lainnya seperti Calender Alert dan Send ETA yang mempermudah pengelolaan waktu dan jadwal pengguna. Untuk pengalaman terbaik, berikan akses terhadap kalender atau Facebook agar janji temu dan event di Facebook akan masuk ke dalam Planned Drives secara otomatis. Ketika sudah berada di dalam mobil, gunakan Send ETA untuk memberi tahu teman dan keluarga bahwa anda sudah mulai berkendara.

Sekedar informasi, Waze merupakan komunitas pengendara terbesar di dunia yang bekerjasama untuk menghindari kemacetan dan mencapai tujuan dengan selamat. Mereka juga mengklaim, bahwa tidak ada pesaing lain di pasar yang mengoperasikan aplikasi sejenis dengan fitur dan skala sebesar Waze.

Soal Loon, Indonesia Selangkah Lebih Maju dari India

0

Telko.id – Balon internet Google saat ini masih dalam tahap uji coba di Indonesia. Namun implementasi dari program bernama Project Loon itu sudah mendapat ‘lampu hijau’ dari Menkopolhukam Luhut Panjaitan.

Realisasi dari Project Loon di Indonesia juga diharapkan dapat dilakukan pada tahun 2016 ini. Hal ini dimaksudkan agar balon Google dapat langsung dimanfaatkan operator untuk memancarkan internet ke seluruh masyarakat di daerah rural di Indonesia.

Ketika disinggung mengenai perkembangannya Project Loon sejauh ini, Alexander Rusli selaku CEO dari Indosat mengungkapkan saat ini belum selesai masa uji coba. Sebab ada beberapa tes yang harus dilakukan sebelum benar-benar dikomersialkan.

“Belum selesai. Belum semua variabel dites, masih jalan sekarang,” ujarnya kepada Tim Telko.id beberapa waktu lalu.

Baca Juga : Tahun Ini Balon Google Resmi Beroperasi di Langit Indonesia ?

Google ‘Pede’ Komersialisasi Loon Segera Terlaksana

Meski belum di komersialisasikan, nyatanya perkembangan Project Loon di Indonesia bisa dibilang satu langkah dibandingkan dengan di India. Mengapa? Pasalnya Pemerintah India baru-baru ini menolak permintaan Google terkait frekuensi yang digunakan untuk balon internet mereka tersebut.

Dilansir dari TelecomLead (17/5), Pemerintah telah meminta Google India untuk memberikan revisi proposal untuk Proyek Loon mereka, yang bertujuan untuk menyediakan konektivitas internet di pedesaan India, ucap parlemen India pada Rabu, (16/3).

“Masalah itu dibahas dengan semua pemangku kepentingan dan disimpulkan bahwa pita frekuensi 700 hingga 900 Mhz yang akan digunakan dalam uji coba Proyek Loon sedang digunakan oleh operator seluler. Jika dilakukan ujicoba tersebut, hal itu akan menyebabkan gangguan seluler transmisi, “kata Menteri Komunikasi Ravi Shankar Prasad Lok Sabha.

Ia menambahkan, “Revisi usulan dari Google India dengan perubahan pita frekuensi sampai dengan saat ini belum diterima,”

Jika memang benar seperti itu, maka India belum bisa melakukan pengujian Project Loon pada bulan ini. Bukan hanya itu, kecil kemungkinan dari mereka untuk bisa mengkomersialisasikan Project Loon di tahun ini.

Cerita Di Balik 4G LTE Smartfren

0

Telko.id – Ketika Smartfren pertama kali meluncurkan 4G LTE dipertengahan tahun 2015, banyak pihak yang kaget. Bagaimana tidak, tiga operator besar saja belum memiliki layanan ini. Lalu muncul pertanyaan, kenapa Smartfren bisa duluan? Hebat juga Smartfren ini, bisa dapat duluan. Ternyata dibalik itu semua, banyak cerita menariknya.

Merza FachysPresident Director Smartfren Telecom bercerita panjang lebar tentang latar belakang kenapa Smartfren bisa punya layanan 4G LTE lebih dulu dibandingkan operator lain.

Berawal ketika tahun 1998, Indonesia terjadi krisis moneter. Di mana, seluruh pembangunan infrastruktur terhambat. terutama di bidang telekomunikasi. Saat itu harga kabel naik dan menjadi mahal. Begitu juga dengan peralatan lainnya.

Solusinya, agar masyarakat Indonesia tetap dapat menikmati telekomunikasi adalah mengijinkan pembangunan telepon rumah dengan menggunakan wireless. Apa teknologi yang tersedia pada saat itu untuk telekomunikasi wireless? Kalau menggunakan GSM kemahalan. Yang sesuai adalah CDMA. Lalu, CDMA bisa bekerja di frekuensi mana? Pada saat itu, 1900 Mhz yang memungkinkan digunakan. Lalu, mulailah Flexi bangun, diikuti oleh Indosat, Starone. Demikian juga dengan yang lain-lain yang berada di 1900 Mhz. Ketika teknologi GSM berevolusi ke 3G, ternyata 1900 Mhz adalah frekuensi nya 3G.

Pada saat yang sama, operator yang berada di frekuensi yang benar adalah Mobile8, yakni di 800 Mhz, menguasai semua spektrum yang ada. Sebesar 20 Mhz. Lalu, pemerintah minta agar frekuensi itu dibagi. Akhirnya dibagi. Flexi, Esia ikut turun ke 800 Mhz. Mobile 8 yang asalnya punya 10 jadi tinggal 5 Mhz. Indosat lebih dipepet lagi akhirnya hanya punya 3 MHz. Asalnya mau dibagi 5. Supaya Smart juga ikut turun juga. Tapi terlalu sempit. Karena pada saat itu, Flexi sudah mulai berkembang dan Esia juga mulai berkembang. Asalnya, Smart mau dipaksa turun juga, tetapi karena terlalu ‘mempet’ tidak jadi. “Ya sudah, akhirnya di tinggalin dulu,” ujar Merza menceritakan kronologis penataan frekuensi 1900 Mhz pada tahap awal.

Kebetulan, Smart tidak ‘nongkrong’ di pas 3G nya, tetapi di pinggirnya 3G. Agak di luar pager. Tidak masuk dalam pager. Tapi di dalam licensi nya Smart, ‘any time governor’ akan memindahkan frekuensi Smart. Itu awal muasal kenapa Smart (sebelum menjadi Smartfren) bisa menggelar 4G terlebih dahulu. “Bukan karena Smartfren brilian,” ujar Merza.

Kemudian, pemerintah melelang 3G satu persatu. Pas sampai pinggir kanan, mepet dengan frekuensi yang dimiliki oleh Smart. Dan yang dapat pada waktu itu adalah Axis. Mulai terjadi ‘keributan’. Tiap hari Axis protes karena Smart menggangu. Jadi, bolak-balik, Smart di tegur kominfo, “hei, frekuensi nya kecilin,”.

Kenapa bisa mengganggu? Teknologi CDMA itu menggunakan frekuensi itu untuk memancarkan sinyal dari BTS ke handset. Sementara GSM yang berada di sebelahnya persis, yang hanya dipisahkan oleh ‘pager’ itu kebalikannya. Dari hanset ke BTS. Power dari BTS sudah pasti besar karena digunakan untuk banyak pengguna. Sedangkan dari handset hanya mili watt saja. “Dihantam dari BTS, jebret.. ya tidak pernah bunyi. Jadi yang namanya Axis, menggunakan 3G tidak pernah sukses, karena diganggu oleh Smart terus.

Merza mengibaratkan, dulu ada tanah kosong, lalu Smart itu memiliki ijin untuk buat usaha karoseri yang selalu ‘berisik’ selama proses produksi. Tiba-tiba, di sebelahnya dibangun Rumah Sakit yang membutuhkan ketenangan. “Hei berisik…”. Nah, keributan itu berlangsung cukup lama. Smart mengecilkan power membuat yang asalnya ada coverage menjadi tidak ada coverage. Lalu, Axis juga tidak happy. Kemudian terjadilah rembukan dan Smart harus pindah. Pindah frekuensi. Perbincangan ini terjadi tahun 2010 – 2011. Pada saat itu WiMax sudah ada di 2300 Mhz.

“Bagi Smart, pindah frekuensi bukan pilihan yang baik karena Smart sudah memiliki pelanggan yang banyak,” ujar Merza.

Pada saat itu, yang kosong adalah frekuensi 2300 Mhz. Dan, itulah satu-satunya frekuensi yang paling memungkinkan untuk Smart di pindahkan. Kenapa tidak dari dulu-dulu pindah? Karena memang tidak ada teknologinya di frekuensi tersebut. Baru, ketika standarisasi 4G diumumkan, teknologi di frekuensi 2300 Mhz pun berkembang.

Jika dari dulu dipindahkan dan hanya ada teknologi WiMax, maka tidak memungkinkan Smart menggunakan frekuensi tersebut karena pelanggan nya sudah terbiasa berhalo-halo, tapi kemudian tidak diberikan layanan suara? Pasti akan marah para pelanggan Smart.

Tapi, Smart juga tidak serta merta mengiyakan permintaan dari pemerintah untuk menggunakan frekuensi 2300 Mhz. Pasalnya, di dunia pada saat itu belum ada yang pakai. Belum ada ekosistemnya. Baru saja distandarisasi.

Itu sebabnya, ketika WiMax tidak berhasil dan pemerintah menetralisir, pemerintah minta dikembalikan frekuensi nya. Walaupun pada saat itu sudah ada 4G. Yang berani hanya Bolt. Bolt berani ‘Futuristic Thing”. Jadi berani jualan. Yang lain tidak berani karena tidak ada ekosistemnya.

Smart ‘dipaksa’ pindah

Tentu apa yang dihadapi oleh Smartfren ini menjadi dilema. Pasalnya, Smartfren sudah melakukan investasi yang sangat besar di CDMA dan harus ‘dibuang’ begitu saja karena tidak akan digunakan lagi ketika pindah ke 2300 Mhz.

“Ketika laporan ke pemenang saham, menjadi cerita yang menarik juga. Lha, mana ada investor yang mau ‘buang’ begitu saja investasi yang sudah dikeluarkan dan besar seperti itu. Sangat alot. Setelah bolak-balik, ujungnya, saya diminta untuk buatkan hitungannya,” ujar Merza menceritakan kronologis kejadiannya pada tahun 2011 lalu itu.

Padahal, saat itu belum ada yang jual peralatan 4G itu. Jadi hitungannya pada saat itu adalah estimasi semua. Berdasarkan bicara dengan para vendor jaringan. Dan, dengan langkah tersebut maka layanan CDMA dari Smartfren akan mati. Tapi paling tidak, jika mengambil pilihan untuk pindah frekuensi, maka kelanjutan dari perusahaan ada, walaupun masih belum jelas akan seperti apa. Sedangkan, jika tidak mengambil pilihan untuk pindah frekuensi, maka sudah dipastikan bisnis akan berhenti. Itulah sebabnya, Smartfrfen mau mengambil langkah untuk pindah frekuensi ini.

Semua itu adalah cerita infromalnya yang terjadi pada tahun 2012 – 2013. Cukup panjang juga waktu yang digunakan untuk bisa mendapat persetujuan dari pemilik saham. Setelah itu baru pemerintah melakukan proses pengesahannya setelah Smart mau.

Proses itu berlangsung, bersamaan dengan mergernya Axis. Blessing in disguise bagi Smartfren. Kenapa? Karena Smartfren tidak perlu terburu untuk pindah dari frekuensi tersebut dan karena frekuensi tersebut juga sudah diambil lagi oleh pemerintah. Alasannya, adalah karena merger, tetapi sebenarnya adalah karena frekuensi itu ‘kotor’ sepanjang Smart hidup. Akhirnya, Smartfren dipindahkan ke 2300 Mhz dan mengaplikasikan 4G. Perpindahan itu harus selesai dalam jangka waktu 2 tahun.

Awalnya, cukup membingungkan juga ketika harus pindah ke 4G di 2300 Mhz. Pasalnya, belum ada operator lain di dunia yang menggunakan teknologi ini. Namun, nasib baik berpihak pada Smartfren. Beberapa waktu setelah itu keputusan pemerintah keluar berkenaan dengan perpindahan frekuensi Smartfren ini, Cina mengumumkan, 2300 Mhz, ditetapkan sebagai frekuensi untuk 4G LTE nya. “Begitu Cina mengumumkan itu, maka kami sangat yakin, bahwa ekosistem pun akan terbentuk dengan cepat,” ujar Merza.

Pada 1900 Mhz, Smartfren memiliki 2 kali 6.3 Mhz. Artinya total 13.7 Mhz. Diganti dengan 2300 Mhz, 30 Mhz. “Saya tahu bahwa di 2300Mhz ada 60 MHz. Saya ingin dapat semua,” ujar Merza sampir tersenyum. Tapi ternyata diberi oleh pemerintah 30 Mhz. Diskusi masalah kompensasi ini juga terjadi cukup panjang dan lama.

Sebagai analogi, Merza mencontohkan, jika punya 100 meter persegi tanah di Menteng, lalu dipindahkan ke kawasan BSD, seharusnya tidak memperoleh luas yang sama, tetapi lebih dari 100 meter. Namun, tetap pemerintah memberikan alokasi frekuensi sebesar 30 Mhz pada Smartfren.

Dari frekuensi 1900 Mhz ke 2300 Mhz, ada defisiensi faktor 1.6. Kemudian teknologi TDD dibandingkan dengan FDD, ada defisiensi juga. Totalnya, ada defisiensi mendekati angka tiga. Jadi, kalau Smartfren punya 15 Mhz, maka paling tidak harus punya 45 Mhz. Tapi karena slicing nya LTE itu 20 maka, Smartfren harus punya tiga slice atau 60 Mhz. “Itu yang kami minta pada waktu itu,” ujar Merza.

Yang ke dua, dari nilai ekonomi. Mulai dari kapasitas, jumlah BTS, dan lainnya. Termasuk juga jumlah investasi yang sudah dikeluarkan oleh Smartfren. Semua ‘jurus’ itu dikeluarkan dan dipaparkan sebagai bahan justified.

Jadi sebenarnya, secara akademik, apa yang dipaparkan oleh Smartfren sesuai. Hanya saja, tidak mungkin diberikan semua alokasi frekuensi di 2300 Mhz ini pada Smartfren. Akhirnya, dapat 2 slice, 30 Mhz.

Pendekatannya adalah logika. Ketika tender WiMax waktu itu, adalah 30 Mhz. Tapi WiMax itu, block nya 5 per slice. Walaupun begitu, tetap pemerintah mengalokasikannya adalah 30 Mhz, tidak boleh lebih dari itu.

Kerugian yang dialami oleh Smartfren dengan adanya peralihan frekuensi ini sangat besar. Pertama, investasi yang dilakukan untuk mengimplementasikan CDMA selama ini akan dibuang total. Padahal, selama ini, raport Smartfren masih merah terus. Artinya investasi yang dikeluarkan belum kembali juga. “Dari awal bangun sampai sekarang, Smart Telecom belum pernah biru raportnya,” ujar Merza. Dengan kata lain, investasi itu belum pernah kembali. Tapi sudah harus dibuang.

Kedua, biaya BHP atau Biaya Hak Penggunaan, walaupun sudah harus pindah tetap harus dibayar. Jadi, selama 2 tahun ini, Smartfren tetap membayar BHP untuk 2 frekuensi. Karena kalau kompensasi, termasuk di dalamnya adalah bebas BHP, maka berhadapannya dengan hukum, masuk penjara.

Begitu Smartfren launching layanan 4G LTE di 2300 Mhz dan memperoleh 30 Mhz dari pemerintah, banyak pihak yang membicarakan. Padahal, dibalik itu semua, Smartfren sudah begitu ‘menderita’. Investasi sekitar Rp.10 Triliun yang sudah dikeluarkan untuk membangun jaringan CDMA terancam hilang begitu saja.

Dengan latar belakang itu semua, maka Smartfren akhirnya menjalankan strategi untuk sekaligus membangun jaringan di seluruh Indonesia. Bukan karena sombong, karena dalam waktu satu tahun, semua pelanggan Smartfren harus migrasi ke 2300 Mhz. Kalau tidak di mulai sedini mungkin, tidak akan cukup waktunya. Sebenarnya, Smartfren minta waktu 4 tahun. Tapi diberi waktu oleh pemerintah hanya 2 tahun karena pemerintah juga berkepentingan untuk melakukan lelang blok 11 dan 12 secepatnya.

Dari sejak mendapatkan lisensi yang diperoleh pada tahun 2014. Baru pada bulan Juni 2014, Smartfren memilih vendor yang akan membantu mengimplementasikan jaringan 4G LTEnya.“Pemilihan vendor ini juga cukup sulit,” ujar Merza menjelaskan. Pertama karena Smartfren sendiri belum pengalaman, di mana teknologi 4G LTE ini juga masih baru. Jadi perlu kehati-hatian dalam memilih.

“Jangan sampai membeli barang yang tidak bagus. Untuk itu, kami melakukan fact finding ke Korea ke Cina, untuk melihat network operator lain. Itu semua dilakukan, sebelum mendapat linsensi dan lebih intens lagi ketika sudah mendapatkan lisensi,” ujar Merza lebih lanjut.

Baru setelah itu melakukan penentuan spesifikasi dan lainnya. Baru bulan Desember 2014 melakukan tender. Setidaknya, semua itu dilakukan dalam waktu 6 bulan. Tender dilakukan dengan diikuti 2 perusahaan dari Cina dan 2 perusahaan dan Eropa. Dari keempat perusahaan itu, dua kami pilih pada bulan Desember 2014. Baru pada bulan Juli, Smartfren melakukan ULO atau Uji Laik Operasi. Yang dipilih adalah Nokia dengan ZTE. Dengan total investasi sebesar, 760 juta USD. Dengan perbandingan Timur 40% dan Barat 60%. Untuk Timur dipegang oleh ZTE dan Barat oleh Nokia.

Frekuensi 850 Mhz pun Bermasalah

Masalah yang dihadapi oleh Smartfren belum tuntas. Untuk frekuensi 850 Mhz juga masalah. Seperti di Batam, ada masalah dengan Malaysia dan Singapura. Kenapa kasus? Karena di Malaysia dan Singapura, frekuensi itu digunakan untuk GSM. Di Indonesia, dipergunakan untuk CDMA. Di mana, terjadi tabrakan sinyal. CDMA sudah pasti menang karena yang dipancarkan lebih kuat karena sinyal dipancarkan dari BTS ke ponsel. Sedangakn GSM, sinyal yang dipancarkan dari ponsel yang tentu saja sangat kecil. Akibatnya, GSM di Singapura, di frekuensi 850 Mhz tidak pernah bisa dipakai. Tak pelak, Mobile 8 -waktu itu belum menjadi Smartfren- bolak-balik dikirimin surat oleh Singapura.

Akhirnya, karena tidak selesai juga masalahnya, Singapura mengirim surat pada ITU dan organisasi tersebut memutuskan bahwa Indonesia tidak boleh menggunakan CDMA di frekuensi 850 Mhz di semua wilayah perbatasan. Dengan adanya surat itu maka Mobile 8 pun, yang memiliki 4 channel di frekuensi 850 Mhz, hanya bisa menggunakan 1 channel saja. “Ini memang pelajaran penting juga untuk Indonesia. Di mana, setiap negara itu harus melakukan pemberitahuan pada ITU tentang penggunaan frekuensi. Jika sudah declear duluan, maka negara lain tidak bisa mengganggu gugat,” ujar Merza.

Hal itu membuat Mobile 8 tidak dapat berkembang di Batam, Riau dan wilayah sekitarnya karena hanya punya 1 channel. Apalagi, kalau di teknologi CDMA itu, antara voice dan data itu dipisah. Satu channel untuk voice dan satu lagi untuk channel. “Lalu, dengan hanya punya satu channel maka kita tidak berbisnis,” ujar Merza menjelaskan. Sehingga, Mobile 8 memilih hanya melayani voice saja di wilayah perbatasn tersebut.

Hal lain adalah dalam penataan frekuensi 850 Mhz. Ide pertama kali datang dari Indosat. Waktu itu, Starone milik Indosat itu, kurang tumbuh dengan baik. Itu sebabnya Indosat minta ijin pada pemerintah. CDMA nya untuk dijadikan GSM. Tapi, kalau diijinkan, nasib Indosat juga akan terganggu oleh Mobile 8 yang waktu itu sudah menjadi Smartfren karena bersebelahan. Jalan satu-satunya adalah di wilayah itu harus menggunakan teknologi GSM. Caranya adalah ‘merayu’ Smartfren agar bergeser dan berdekatan dengan Esia. Jadi, keduanya masih bisa menggunakan teknologi CDMA. Sedangkan Telkom di pindah untuk berdekatan dengan Indosat. Yang akhirnya frekuensi Telkom Flexi diambil oleh Telkomsel dan jadi GSM.

Kenapa pemilik Smartfren mau waktu itu? Karena ada Esia, di mana operator ini kesulitan keuangan. Jadi ada potensi Smartfren untuk ambil alih. Akhirnya, mau. Setelah bicara dengan orang teknik pun tidak masalah. Tidak perlu ada investasi lagi. Setelah itu di proses lah.

Ternyata, setelah berjalan, muncul masalah. Di mana, handset Smartfren, Andromax yang sudah dibuat dan disubsidi oleh Smartfren, selama ini banyak ‘dibajak’ oleh pengguna operator lain. Sehingga diputuskan lah, membuat handset yang hanya mampu digunakan dengan jaringan Smartfren. Padahal, Smartfren sudah harus pindah. Jadi, proses migrasi yang harus dilakukan oleh Smartfren pun terkendala karena handset milik pelanggan smartfren tidak bisa bekerja di jaringan 850 Mhz. Paling tidak, saat ini masih ada 2 juta pelanggan Smartfren yang menggunakan ponsel CDMA. Dengan waktu yang telah ditentukan oleh pemerintah hanya 2 tahun, maka Smartfren pun harus agresif mendorong para pelanggannya untuk migrasi.

Disisi lain, ada Esia, di mana saat itu sedang kesulitaan keuangan karena tidak mampu membayar BHP. Akhirnya, Merza membawa konsep konsolidasi pada pemerintah untuk menjadikan Smartfren sebagai penyelenggara jaringan, sedangkan Bakrie hanya sebagai penyelenggara jasa. Jadi, seluruh jaringan Bakrie harus diberikan ke Smartfren. Selanjutnya, Smartfren yang bertanggung jawab untuk membangun jaringan termasuk membayar biaya frekuensi. Secara hukum dan peraturan semua nya ada. Jadi, tidak masalah. Total frekuensi Smartfren di 850 Mhz punya 10 Mhz.

Memang jika dilihat dari luar, Smartfren ini sangat menarik, karena memiliki 30 Mhz di 2300Mhz, dan 10 Mhz di frekuensi 850 Mhz. Kemudian, Smartfren bisa duluan memberikan layanan 4G LTE. Namun, di dalamnya, banyak PR yang harus dilakukan. Masih harus mendorong agar para pelangganya untuk migrasi. Dan kini, waktu yang diberikan oleh pemerintah tidak sampai satu tahun lagi.

Akan kah, persoalan frekuensi ini selesai? Masih belum. Pasalnya, untuk 5G, yang rencanaya akan diadopsi tahun 2020 mendatang masih belum keluar standarisasinya. (Icha/Hamzah)

 

Kominfo Belum Blokir Aplikasi Grab dan Uber

0

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara melihat bahwa aplikasi pemesanan transportasi pada aplikasi online adalah elemen yang netral dan tidak bisa disalahkan. Untuk itu, ia menyatakan belum akan memblokir aplikasi transportasi berbasis online seperti Uber dan Grab Car sebagaimana rekomendasi dari Menteri Perhubungan Ignasius Jonan.

Rudiantara menuturkan, pihaknya akan selalu mendorong inovasi dan kreativitas masyarakat Indonesia dalam hal apapun tanpa terkecuali pembuatan aplikasi dan semacamnya. Namun, Ia menegaskan dalam kurun waktu dekat ini, Ia akan membuat semacam aturan ringan yang mengatur mengenai ekonomi digital.

“Begini, justru kita mendorong yang namanya inovasi dan kreativitas. Jadi, regulasi itu yang dibutuhkan, apalagi untuk konteks digital ekonomi adalah light touch regulation. Kita tidak heavy regulated, light touch regulation sebetulnya dalam bentuk kebijakan-kebijakan, dan saya lebih senang kepada safe regulated dari industri,” kata Rudiantara di Menara Kadin Jakarta, Selasa 15 Maret 2016.

Ia juga mengungkapkan, ketika membuat sebuah peraturan, Pemerintah sejatinya tidak akan mengeluarkan aturan yang memberatkan. Seiring dengan perkembangan teknologi, aturan itu akan dibuat secara tidak kaku, sehingga tidak mematikan kreativitas anak bangsa.

“Contohnya untuk start up tidak perlu minta izin kepada Kominfo, tetapi nanti kalau mau menjalankan start up untuk melayani publik harus ada akreditasi, karena yang paling mengetahui bisnis proses di lapangan adalah yang membuat aplikasi, atau industri yang lebih mengetahui,” Tambahnya.

Kemudian, Ia juga mengungkapkan perlu adanya perlindungan konsumen. “Yang kedua harus ada perlindungan konsumen, dicek penagihannya harus ada, dan di situ pemerintah lebih sebagai enabler, atau harus sebagai fasilitator dan memberikan kebijakan, dan isitilahnya yang kita siapkan adalah light touch regulation,”

Pria yang disapa Chief RA ini juga mengharapkan pelaku usaha transportasi berbasis aplikasi (Ridesharing) dan konvensional dapat berusaha dan bekerja secara berdampingan tanpa ada kisruh di lapangan.

“Kami ingin keduanya untuk hidup berdampingan (co-exist). Kita sedang urai masalah transportasi ini. Jadi, jangan ngomong blokir atau tidak dulu,” ucap pria yang kerap disapa Chief RA ini.

Sementara itu, Hari ini (16/3), Rudiantara akan bertemu dengan Menteri Koperasi Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga membahas permasalahan Koperasi Grab Car. Sekedar informasi, Grab Car saat ini sedang mengurus bentuk koperasi dan Kemenkominfo akan fasilitasi teman-teman aplikasi ini untuk perizinannya.

Sekedar informmasi, Chief RA menyarankan agar Taksi Online segera membentuk koperasi. Hal ini dimaskudkan agar mereka dapat sesuai dengan regulasi transportasi.

Telkomtelstra Siap ‘Tarung’ Di Bisnis Cloud Untuk Perusahaan via Private Cloud

0

Telko.id – Berdasarkan laporan dari Gartner dalam publikasinya “Public Cloud Services, Worlwide, 2013-2019, 4Q15‟, bahwa peluang bisnis Cloud di Indonesia saat ini sudah dalam kondisi matang. Hal ini dijadikan pondasi oleh perusahaan dalam membangun, mengelola dan menciptakan nilai bisnis baru kepada pelanggan mereka, serta meningkatkan efisiensi biaya melalui model layanan Cloud.

Untuk IT Outsourcing diperkirakan akan tumbuh pesat pada pasar service management di Indonesia hingga 5 tahun ke depan. Khusus untuk Cloud, pasar di Indonesia diperkirakan akan tumbuh dari US$ 287 juta menjadi US$ 430 juta sampai akhir tahun 2018 dengan CAGR sebesar 19%.

Tentu melihat angka tersebut menjanjikan sebuah peluang bisnis. Tak heran, Telkomtelstra, perusahaan patungan antara Telkom Indonesia dan Telstra Corporation Limited pun berminat untuk ikut ‘bertarung’ di pasar tersebut. Caranya dengan meluncurkan layanan infrastruktur data center terbarunya yakni Private Cloud khusus untuk perusahaan Indonesia.

Produk unggulan ini akan melengkapi produk Managed Cloud Service Telkomtelstra sebelumnya, yang terdiri dari Software as a Service (SaaS), Managed Solution Services, yang terintegrasi dalam network berjangkauan luas, berkapabilitas tingkat dunia dan keahlian lokal.

Dengan menggunakan Private Cloud dari Telkomtelstra, perusahaan dan organisasi di Indonesia dapat lebih fokus dalam mengembangkan bisnis, meningkatkan produktivitas dan efisiensi, berinovasi – serta menciptakan keuntungan kompetitif.

Erik Meijer, Presiden Direktur Telkomtelstra menyatakan, “kami sangat bangga dengan kapabilitas Telkomtelstra dalam menyediakan Private Cloud Service yang menjadi pemimpin pasar kepada perusahaan di Indonesia”.

Lebih lanjut, Erik juga menyatakan bahwa Telkomtelstra akan menggunakan kapabilitas network yang sangat luas milik Telkom termasuk dengan infrastruktur domestiknya dan keahlian teknologi Telstra, untuk melayani organisasi lokal dengan penawaran Managed Cloud, yang bertujuan untuk membantu perusahaan Indonesia lebih fokus pada bisnis nya dan melakukan apa yang harus dilakukan dengan lebih baik.

Dengan menggunakan Cloud Private, perusahaan akan dibantu dalam mengamankan aplikasi dan data bisnis penting sehingga secara total biaya juga akan menurun. Terlebih lagi, Telkomtelstra menyediakan layanan Cloud dengan infrastruktur di dalam negeri yang bertujuan untuk memenuhi regulasi pemerintah tentang penyimpanan dan integritas data di Indonesia.

Private Cloud ini melengkapi layanan SaaS Telkomtelstra sebelumnya. Private Cloud dapat menjadi solusi untuk meminimalkan resiko di dalam operasi IT organisasi – membutuhkan pengamanan khusus, tata kelola, manajemen dan alat untuk memastikan visibilitas dan kontrol pada setiap tingkat layanan.

Dalam waktu dekat, Telkomtelstra juga akan menawarkan pilihan kepada pelanggan untuk mengkombinasikan aplikasi Private dan Public Cloud berupa solusi Hybrid Cloud yang memungkinkan fleksibilitas lebih besar dari operasi bisnis, pengelolaan infrastruktur dan pengendalian biaya.

Dengan dirilisnya produk ini, Telkomtelstra menghadirkan ke pasar Indonesia sebuah kemampuan untuk meningkatkan teknologi “in the Cloud”, untuk mendorong lebih maju bisnis di Indonesia ke masa depan digital. Bermitra dengan provider terkemuka dunia, seperti VCE, Telkomtelstra akan menyediakan platform pengelolaan end-to-end, memberikan pelanggan sebuah layanan lengkap mulai dari jaringan sampai ke dalam Cloud – membantu pertumbuhan organisasi melalui cara yang efisien dan fleksibel.

“Dan, sekarang adalah waktu yang tepat bagi bisnis di Indonesia untuk mentransformasi diri mereka secara digital dan makin memudahkan mereka untuk bersaing di pasar global,” ujar Erik menjelaskan. (Icha)