spot_img
Latest Phone

Facebook Gelar Tiga Hari Festival bertajuk Nyasar ke Dimensi Facebook, Ini Targetnya

Telko.id – Facebook Indonesia siap meramaikan akhir pekan ini...

Garmin Manfaatkan Data Wearable, Pengendalian Diabetes Personal

Telko.id - Memperingati Hari Diabetes Sedunia, Garmin Indonesia menyoroti...

Garmin Instinct Crossover AMOLED Resmi Hadir di Indonesia

Telko.id - Garmin Indonesia secara resmi meluncurkan dan memperkenalkan...

Garmin Run Indonesia 2025 dan Limbah.id berhasil Kumpulkan Hampir 3 Ton Sampah

Telko.id — Garmin Indonesia sukses menggelar ajang lari tahunan...

Instagram Safety Camp: Peran Orang Tua Kunci Keamanan Digital Remaja

Telko.id - Meta menyelenggarakan Instagram Safety Camp di Indonesia...
Beranda blog Halaman 1701

Jawara Indonesia Next Apps Siap Berlaga di depan SingTel Group

0

Jakarta – Setelah menjaring 10 aplikasi finalis dengan tema Internet of Things (IoT)-based Smart Living, Lifestyle, Health Services, dan On-Demand Economy Services di tahap awal, program Indonesia Next Apps 2.0 akhirnya berhasil mendapatkan 2 pemenang lokal untuk bersaing di tingkat regional.

Pemenang dari kompetisi ini akan mendapatkan hadiah total sebesar USD 20,000 dan berkesempatan mengikuti program mentorship Singtel Group-Samsung Regional Mobile App Challenge di Singapura, sebagai persiapan sebelum dilakukan pitching pada Grand Final pada bulan Desember 2015 di Jakarta.

Kedua aplikasi finalis yang akan mewakili Indonesia itu adalah Goers dan Modegi. Goers merupakan aplikasi mobile dengan tema Lifestyle, yang memberikan informasi acara-acara yang bisa dimodifikasi yang juga dilengkapi dengan fitur pemesanan tiket secara online. Sementara Modegi, yang mengusung tema Smart-living merupakan produk (hardware) smart-home yang dapat dikontrol melalui WebApp ataupun Android App. Uniknya, produk Modegi ini dapat berinteraksi dengan peralatan elektronik rumah tangga.

Dengan diwakili oleh kedua aplikasi tersebut, kami ingin menunjukkan bahwa start-up di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dan mampu bersaing di level internasional. Selain itu, kami berharap kompetisi ini dapat menyebarkan semangat kepada para developer lokal untuk terus berinovasi dan menciptakan peluang di pasar yang lebih luas,” ungkap Vice President Digital Lifestyle Telkomsel, Marina Kacaribu dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/9).

Hal yang tak jauh berbeda diutarakan Direktur Software dan R&D Samsung Reseach Institute Indonesia, Risman Adnan. Diakuinya, Samsung sebagai pemimpin pasar dalam penjualan smartphone selalu memberikan dukungan kepada pengembang lokal agar dapat mengoptimalkan aplikasinya sehingga berjalan lebih sempurna menggunakan berbagai layanan SDK (software development kit) Samsung.

Melalui kompetisi ini, bekerjasama dengan Telkomsel, kami berharap akan hadir lebih banyak lagi aplikasi yang inovatif dan dapat diterima dengan baik oleh pasar,” katanya.

Sebagai informasi, Indonesia Next Apps sendiri merupakan sebuah kompetisi yang bertujuan untuk mengidentifikasi para developer lokal Indonesia yang inovatif dan mempercepat pengembangan developer tersebut dalam mendapatkan akses sampai ke tingkat regional. Roadshow program ini telah diadakan di 2 kota, yaitu di Jogjakarta (Jogjakarta Digital Valley) dan Bandung (GraPARI Digilife Dago) pada bulan Agustus 2015 yang lalu.

Selain melibatkan Telkomsel sebagai operator seluler penyelenggara di Indonesia, kompetisi ini juga didukung berbagai operator seluler di negara lainnya yang merupakan bagian dari Singtel Group, yaitu Singtel (Singapura), Optus (Australia), AIS (Thailand), dan Globe Telecom (Filipina).

Dengan keterlibatan operator dari berbagai negara ini, start-ups yang terpilih dari kompetisi Indonesia Next Apps 2.0 akan memiliki kesempatan untuk memasarkan aplikasinya di pasar masing-masing negara tersebut bahkan ke tinggal regional Singtel Group.

Lewat Ajang ISTC, Indosat Cari Investor Muda

0

Jakarta – Mencetak developer cilik tampaknya tak hanya menjadi satu-satunya niatan Indosat di luar tugasnya sebagai penyedia telekomunikasi selular. Hari ini, dalam sebuah ajang bertajuk Indosat Stock Trading Contest (ISTC), operator ini juga sukses menghasilkan ribuan calon investor muda pasar modal Indonesia.

Program ISTC sendiri merupakan kerjasama PT Indosat Tbk dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan baru pertama kali diselenggarakan di Indonesia. Hebatnya, ajang ini bahkan telah berhasil menjaring 8819 peserta dari seluruh Indonesia untuk mengikuti program ini, dan 15 peserta berhasil memasuki grand final hari ini di Jakarta setelah menjalani kegiatan Bootcamp selama dua hari.

Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/9), President Director dan CEO Indosat, Alexander Rusli mengutas rasa bangganya karena dapat menjadi bagian dari lahirnya calon investor pasar modal Indonesia yang handal ini.

Melalui ajang Indosat Stock Trading Contest (ISTC), yang mengoptimalkan pemanfaatan ICT untuk belajar melakukan perdagangan saham ini, kami berharap para peserta dan juga pemenang program ini akan terjun dan menjadi investor yang akan memajukan perdagangan pasar modal dan pada akhirnya juga berperan meningkatkan perkembangan perekonomian Indonesia,” ungkapnya.

ISTC adalah program kompetisi bagi generasi muda Indonesia untuk melakukan transaksi saham virtual yang mengacu kepada sejumlah saham pilihan yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara “realtime.” Bertajuk “Wujudkan Mimpimu Menjadi Miliarder Muda,, kompetisi ini merupakan bagian dari program Corporate Social Responsibility Indosat, pilar Edukasi, yang bertujuan memberikan pengetahuan yang lebih baik kepada masyarakat dan generasi muda mengenai investasi saham di pasar modal.

Saat ini, dari lebih 250 juta penduduk Indonesia, hanya 400 ribu orang yang melakukan kegiatan perdagangan di pasar modal. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang untuk mengajak lebih banyak lagi masyarakat yang terjun ke dunia pasar modal.

Program ISTC ini sekaligus menjadi upaya Indosat dalam mendukung Gerakan Nasional Cinta Pasar Modal (“GeNTa”). Selain didukung BEI, ISTC juga didukung oleh Lintasarta sebagai Data comm dan IT Infrastructure, serta PT Winratama Perkasa (“WinGamers”) selaku penyedia layanan virtual on line trading pertama di Indonesia.

15 Finalis Perebutkan Gelar Juara

Sejak program ini diluncurkan pada April 2015, dengan peserta sebanyak 8819 orang, hari ini ISTC mencapai puncaknya dengan menyaring 15 orang finalis.

Penentuan 15 finalis ini didasarkan pada penilaian yang meliputi kinerja, keaktifan bertransaksi serta kesesuaian dengan syarat dan ketentuan program. ISTC mendapatkan animo yang sangat besar dari generasi muda, tidak hanya terlihat dari jumlah peserta yang membludak, tetapi juga terlihat dari setiap sesi roadshow di berbagai kampus ternama di seluruh Indonesia.

Selama 2 hari mengikuti kegiatan bootcamp, 15 finalis diberikan pembekalan dan ilmu yang lebih dalam mengenai investasi dan dunia pasar modal oleh para pakar investasi. Para finalis mendapatkan berbagai materi, mulai dari Investasi dan Efek di Pasar Modal, Mekanisme Perdagangan Saham, Struktur Pasar Modal Indonesia, Pasar Modal Syariah, hingga Analisa Fundamental, Teknikal, dan Market Update.

Setelah melalui tahap penilaian yang sangat ketat oleh Dewan Juri dari Indosat, Bursa Efek Indonesia dan Wingamers dengan menilai kinerja, strategi investasi, pengetahuan tentang Pasar Modal, keaktifan, visi dan rencana kedepan sebagai investor, ajang ISTC akhirnya menghasilkan pemenang, yang terdiri dari Dimas Raka Prayudha (20 tahun), mahasiswa Universitas Gunadharma sebagai peringkat pertama, Putu Astawa (17 tahun), mahasiswa Universitas Udayana, Bali sebagai juara kedua, dan Joshua Jeremy Ticoalu Longdong (19 tahun), mahasiswa Universitas Sam Ratulangi, Manado sebagai juara ketiga.

Sementara untuk predikat Kampus Billionaire Award, terpilih Universitas Bunda Mulia – Jakarta.

 

Pendapatan Pengguna Twitter Bisa Dilihat Lewat Perilaku Mereka

0

Jakarta – Jejaring sosial Twitter menjadi salah satu jejaring sosial yang sangat diminati saat ini. Bagaimana tidak, semenjak kehadirannya di dunia maya, jejaring sosial berlogo burung ini mampu menghipnotis masyarakat dunia maya untuk sekedar “berkicau” disana.

Di Indonesia sendiri, jumlah pengguna Twitter sudah menyentuh angka 50 juta pengguna, seperti yang diungkapkan oleh CEO Twitter, Dick Costolo ketika ia berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu. Angka tersebut nampaknya akan terus bertambah seiring dengan perkembangan teknologi jaringan internet yang semakin cepat dan menjangkau semua wilayah di Indonesia.

Uniknya, dari perilaku pengguna Twitter dapat di ketahui berapa jumlah pendapata mereka. Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh beberapa peneliti dari University of Pensilvania dan beberapa universitas terkemuka di Eropa baru-baru ini merilis jumlah perilaku dan juga pendapatan si pengguna Twitter tersebut.

Saat ini para ilmuwan dari University of Pensilvania dan beberapa ilmuwan lain telah melakukan sebuah kemajuan besar lewat penelitian mereka. Mereka menghubungkan lebih dari 5.000 perilaku pengguna Twitter  untuk mereka golongkan dalam beberapa pendapatan. Mereka mempublikasikan hasil mereka di jurnal PLoS ONE.

Daniel Preotiuc-Pietro, seorang peneliti pasca-doktoral di Pusat Psikologi Penn di Sekolah Seni & Sciences yang memimpin penelitian ini, berkolaborasi dengan Svitlana Volkova dari Johns Hopkins University, Vasileios Lampos dan Nikolaos Aletras dari University College London dan Yoram Bachrach dari Microsoft Research.

Dilansir dari Phys.org, Tim ilmuwan mengambil pendekatan yang berlawanan dengan apa yang psikolog dan ahli bahasa lakukan secara historis. Pendekatannya ialah mereka tidak mengajukan pertanyaan secara langsung, para ilmuwan melihat tulisan media sosial peserta, dan penuh dengan rincian yang mendalam.

Para ilmuwan berniat untuk menjadikan sosial media sebagai pendukung dari sebuah peneitian, dan ke depannya mereka juga berniat untuk menjadikan sosial media sebagai alternatif baru dari sebuah penelitian yang selama ini tergolong cukup mahal dan cukup terbatas.

Untuk memulai penelitian ini, para ilmuwan mengambil bahan mengenai data pekerjaan dari si pengguna Twitter tadi sebelum mengelompokkannya berdasarkan “kicauan” mereka. Di Inggris, para peneliti menentukan pendapatan rata-rata untuk setiap kode, kemudian dicari sampling wakil dari setiap kode tersebut. Dibtuhkan total 5.191 pengguna Twitter dan lebih dari 10 juta tweet untuk menganalisis dan mengelompokkan kecenderungan tersebut.

twitterbehav

Dari sana, mereka menciptakan algoritma pengolahan bahasa statistik yang menarik dalam kata-kata yang digunakan. Kebanyakan orang cenderung menggunakan kata-kata yang sama atau mirip, sehingga tugas dari algoritma tersebut adalah untuk “memahami”  hal yang paling prediktif untuk masing-masing kelas.

Beberapa hasil yang sudah diketahui divalidasi dan memberikan hasil bahwa kata-kata seseorang dapat mengungkapkan usia dan jenis kelamin, dan bahwa ini terkait dengan pendapatan.

Tapi Preotiuc-Pietro mengatakan, ada juga beberapa kejutan; misalnya, mereka yang berpenghasilan cenderung mengekspresikan ketakutan dan kemarahan di Twitter. Optimis dirasakan mereka yang rata-rata memiliki penghasilan lebih rendah. Teks dari mereka yang berpendapatan rendah lebih banyak mengumpat. sementara mereka yang berpendidikan tinggi lebih sering membahas politik, perusahaan dan dunia nirlaba.

Temuan tersebut akan bertindak sebagai dasar untuk setiap pekerjaan di masa depan, beberapa di antaranya akan menyelidiki bagaimana persepsi tentang pengguna dan pendapatan yang sejalan dengan realitas. Bukan tidak munkin ke depannya pihak HRD akan melihat kepribadian seseorang yang melamar pekerjaan dari perilaku mereka di dunia maya.


Interop Luncurkan Layanan IMS dan IP Berbasis Cloud di Eropa

0

Jakarta – Spesialis infrastruktur virtual, Interop Technologies telah membuka kantor pusat dan jaringan operasi untuk Eropa di Dublin guna mendukung peluncuran subsistem IP multimedia (IMS) core dan layanan IP suite berbasis cloud pertama di Eropa.

 

CorePlusXSM Suite bertujuan untuk memberikan operator sebuah platform untuk menjalankan layanan protokol Internet (IP)  dan mengeksploitasi  jaringan LTE. Ini diperlukan karena meluncurkan layanan IP di konfigurasi turnkey tradisional terlalu bermasalah dan mahal bagi operator.

Interop mengatakan akan menawarkan layanan baru, seperti Wi-Fi calling, VoLTE dan Rich Communication Services (RCS) agar jauh lebih mudah. Interop bermitra dengan Taqua, yang merupakan spesialis voice-over-Wi-Fi untuk mengembangkan suite ini.

John Dwyer, CEO Interop Technology mengatakan, “Kami mengembangkan CorePlusXSM untuk memecahkan masalah pada operator yang dibebani oleh biaya yang cukup mahal, kompleksitas dan persyaratan yang luar biasa rumit terkait dengan IMS dan layanan IP canggih.”

Ia menambahkan, angka GSMA menunjukkan bahwa operator seluler Eropa telah menginvestasikan € 155 miliar sejak 2007 hingga 2014 dan memperkirakan bahwa  € 170 miliar lagi adalah nominal investasi yang dibutuhkan untuk enam tahun berikutnya.

Rencana Interop Technologies adalah melakukan virtualisasi Revolusi IP sehingga operator dari semua jenis dan ukuran dapat berpartisipasi, katanya. Interop saat ini sedang dalam tahap penyebaran dengan ‘beberapa’ pelanggan dan berencana untuk mengumumkan peluncuran proyek besar ini tahun ini.

As CorePlusXSM is a complete end-to-end virtualised solution, operators can quickly and cheaply launch IP services on 2G and 3G networks, while laying the path for future advanced service evolution, according to Interop. The reduction in cost, complexity and labour intensity gives companies a quick start, without limiting their options for adding new services as the network, business and subscriber demand evolves, according to Interop.

CorePlusXSM sendiri, seperti dilaporkan Telecoms, Rabu (30/9), adalah solusi end-to-end virtualisasi yang lengkap, dimana operator dapat lebih cepat dan murah dalam meluncurkan layanan IP pada jaringan 2G dan 3G. Pengurangan biaya, kompleksitas dan intensitas tenaga kerja juga menjadi salah satu keuntungan dari solusi ini. Tanpa membatasi pilihan mereka untuk menambahkan layanan baru seiring dengan berkembangnya jaringan, bisnis dan permintaan pelanggan.

Industri Mobile Kini Terfokus Pada Spektrum yang Tak Berlisensi

0

Jakarta – Sebuah koalisi baru dari asosiasi dan perusahaan teknologi mobile telah terbentuk dalam upaya membangun dunia mobile dan nirkabel yang lebih baik dengan memanfaatkan spektrum yang belum dilisensi.

Berawal dari perdebatan yang terjadi di AS baru-baru ini, mengenai potensi konflik antara penggunaan spektrum tak berlisensi untuk mobile dan Wi-Fi yang ada, Evolve mengadakan serangkaian pertemuan dengan pembuat kebijakan serta mengajarkan konsumen dalam upaya untuk mempromosikan potensi dan manfaat dari spektrum yang tak berlisensi serta teknologi yang terkait.

Menurut Evolve, teknologi seperti LTE-unlicensed (LTE-U) dan Licensed Assisted Access (LAA) secara substansial akan meningkatkan kecepatan data dan meningkatkan cakupan untuk jutaan orang Amerika. Namun ekosistem perlu dipersiapkan sebelum industri dapat memberikan manfaat. Demikian seperti dikuitp dari Telecoms, Rabu (30/9).

Beberapa anggota pendiri koalisi ini meliputi Competitive Carriers Association, asosiasi nirkabel CTIA, Alcatel-Lucent, AT&T, Qualcomm, T-Mobile dan Verizon.

Koalisi Evolve percaya regulator akan mendukung teknologi baru seperti LTE-U dan LAA, karena ini dapat lebih memanfaatkan spektrum tak berlisensi untuk menjadi lebih baik lagi.

Gerakan ini ingin meningkatkan kesadaran akan manfaat potensial spektrum tak berlisensi oleh 5G, yang saat ini sedang di “kanibalkan” oleh pembuat perangkat mulai dari pembuat monitor bayi hingga pembuka pintu garasi dengan menggunakan jaringan Wi-Fi dan Bluetooth. Evolve pun memperingatkan, perusahaan telekomunikasi selular akan kehilangan kesempatan untuk memesan LTE-U dan LAA untuk penggunaan eksklusif mereka.

Sebagai informasi, di Amerika Serikat total nilai spektrum tak berlisensi mencapai lebih dari USD 228 juta per tahun (menurut layanan konsultasi telekomunikasi LLC) sedangkan nilai perangkat yang saat ini menggunakannya untuk monitor bayi, headset nirkabel dan walkie-talkie, memiliki GDP hanya USD 6.7 juta per tahun.

Menanggapi para anggota baru, Evolve kini berkampanye dengan tujuh prinsip manajemen spektrum yang tak berlisensi. Ini termasuk mendorong inovasi, membatasi penggunaan spektrum dan menggunakan potensi untuk Internet of Things dengan lebih baik. Jika spektrum tak berlisensi tidak digunakan untuk potensi sepenuhnya, akan ada biaya multi miliar dolar yang harus dikeluarkan.

Dean Brenner, Senior VP dari Quallcom menyebutkan, “Amerika perlu broadband yang lebih baik, dan mereka membutuhkannya sekarang. Internet sedang memasuki fase baru pertumbuhan, sehingga perlu untuk meningkatkan kapasitas mobile broadband seribu kali. Kami bekerja tanpa lelah untuk mengembangkan teknologi nirkabel yang lebih efisien dengan LTE dan hidup bersama Wi-Fi untuk membawa konsumen mendapatkan pengalaman mobile broadband terbaik. Para pembuat kebijakan harus merangkul pendekatan ini,” tuturnya.

 

 

BULP Suarakan Aspirasi Pengguna Sebagai Konsumen

0

Jakarta – Perubahan pola pikir dan kecenderungan menggunakan internet memicu munculnya banyak Start up yang bergerak dan memanfaatkan industri IT sebagai dasar dari bisnis mereka, tak terkecuali di Indonesia.

BULP, dalam hal ini hanyalah satu dari banyak contoh yang bisa kita temukan. Perusahaan ini adalah perusahaan yang menjadikan dirinya sebagai wadah bagi para konsumen untuk menyuarakan pesan mereka. Dalam hal ini terkait pelayanan dari perusahaan-perusahaan penyedia layanan seperti provider internet ataupun makanan siap saji.

Arie Nasution, CEO BULP mengungkapkan, butuh waktu kurang lebih satu tahun baginya hingga akhirnya dapat secara resmi memperkenalkan aplikasi ini.

“Aplikasi ini bertujuan untuk menjembatani antara pihak perusahaan dan konsumen untuk memberikan aspirasi yang positif dan komperhensif,” ungkapnya dalam acara peluncuran yang berlangsung di Conclave, Jakarta, Selasa (29/9).

Melalui BULP, masyarakat tidak hanya bisa menyampaikan kritikan saja, tetapi juga saran, pujian dan juga hal positif lainnya kepada perusahaan yang dituju.

Beberapa fitur pun dihadirkan di aplikasi ini, misalnya saja share, mee too dan fedback.

Pengguna juga akan medapatkan reward atau penghargaan dari saran dan kritikan yang dilontarkannya. Selain juga akan mendapatkan poin yang bisa ditukarkan dengan berbagai marchendise, seperti T-Shirt, Tiket Nonton, Voucher Pulsa dan lain-lain.

Untuk interface perusahaan, BULP memiliki real time analitic pada dashboard-nya, yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai data insight dari konsmen. Hal ini tentunya akan membuat perusahaan tersebut dapat berimprovisasi untuk meningkatkan pelayanan mereka serta memberikan penyelesaian atas masalah yang dihadapi, sebelum pada akhirnya akan membantu para konsumen untuk mendapatkan pelayanan yang baik.

Gratis dan Tak Perlu Instal                                                                          

Aplikasi yang ditawarkan BULP ini sendiri secara tidak langsung menjadi jawaban atas segala macam permasalahan pelayanan yang ada di masyarakat saat ini. Pihak perusahaan yang bergabung juga akan sangat diuntungkan mengingat data insight pengguna yang dihadirkan dapat membantu mereka dalam menyebarkan promo dan juga dapat mengkategorikan para pengguna.

Menurut riset dari BULP, 96 % pengguna yang tidak puas dengan pelayanan masyarakat lebih memilih diam dan 91% diantara nya lebih memilih tidak menggunakan jasa perusahaan tersebut.

Berkaca dari riset ini, hadirnya aplikasi BULP menjadi sebuah jawaban atas permasalahan tersebut. Pasalnya para pengguna yang menggunakan aplikasi ini diminta memberikan keluhan atau saran dan pujian mereka kepada salah satu perusahaan penyedia layanan jasa dan pengguna tersebut akan mendapatkan sebuah reward dari komentar yang mereka berikan.

Setiap perusahaan yang menggunakan jasa mereka juga tidak perlu menginstal aplikasi apapun, karena dashboard mereka akan berbentuk web dan bukan aplikasi. Bagi perusahaan yang ingin bergabung, pihak BULP akan menggratiskan pembayaran sampai dengan akhir tahun ini.

Perlu dicatat, yang diberikan kepada perusahaan adalah data analitik dan data demografi dan bukan data diri si penggunanya.

Public Cloud Sebagai Server

Dikarenakan ini adalah sebuah start up yang juga baru melakukan soft launch pada Januari tahun ini, Bulp masih menggunakan public cloud sebagai server mereka. Salah satu alasannya adalah karena investasi publlic cloud cukup terjangkau, apalagi untuk pendatang baru seperti mereka.

Namun, tentunya mereka menjamin keamanan dari data para pengguna, dimana mereka menyewa VPS dari perusahaan data center di Singapura dan menjamin keamanan dari data mereka. [AK/IF]

Microsoft Dukung 12 Kota Sekunder di Tanah Air Jadi Smart City

0

Jakarta – Microsoft hari ini memperkenalkan program bertajuk CityNext, sebuah inisiatif global yang melibatkan pemerintah, pebisnis dan masyarakat untuk menciptakan kota-kota yang tak hanya semakin maju, tetapi juga kompetitif secara ekonomi dan berkelanjutan dengan dukungan teknologi.

Ditemui dalam acara CityNext Summit, yang berlangsung di JS Luwansa Hotel, Jakarta, (29/9), Kertapradana Subagus, Public Sector Director, Microsoft Indonesia mengurai harapannya untuk menjadi bagian dalam upaya pengembangan kota pintar atau smart city. Menurutnnya, yang paling penting di sini adalah kolaborasi aktif antara orang-orang yang tinggal di dalamnya, baik itu pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

Melalui inisiatif CityNext ini, kami telah bekerja sama dengan pemerintah dari berbagai kota di dunia untuk menerapkan berbagai teknologi yang memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan publiknya dalam berbagai aspek, mulai dari pendidikan, layanan sosial dan kesehatan, administrasi pemerintahan, keamanan publik, perencanaan pembangunan, wisata dan budaya, energi dan air, hingga transportasi,” katanya.

Sebuah riset pun digelar Microsoft untuk mewujudkan inisiatif ini, dengan menggandeng Universitas Gadjah Mada dan Lee Kuan Yew School of Public Policy – National University of Singapore untuk meneliti 12 kota sekunder di Indonesia, meliputi Ambon, Surabaya, Bandung, Denpasar, Jayapura,Makassar, Medan, Palembang, Samarinda, Semarang, Surakarta dan Yogyakarta. Tujuannya adalah menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada dalam setiap kota, mengingat setiap kota memiliki tantangannya sendiri-sendiri untuk menjadi smart city.

Dedy Permadi, Peneliti, National University of Singapore dan Universitas Gadjah Mada mengungkapkan bahwa kota-kota tersebut memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang menjadi smart city. Tentu saja, dengan caatatan dilakukan intervensi kebijakan yang tepat.

Dalam kurun waktu lima sampai lima belas tahun mendatang, kota-kota ini akan menjadi engine of growth,katanya.

Meskipun, dalam perjalanannya tidak akan luput dari tantangan. Kedua belas kota sekunder di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang cukup signifikan terkait dengan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Masalah terberat adalah kurangnya kesadaran akan manfaat TIK, disusul oleh keterbatasan anggaran, dan juga keterbatasan kapasitas birokrat.

Smart City: Bandung dan Pekalongan

Sementara kedua belas kota lainnya masih harus menempuh jalan yang panjang untuk bisa dinobatkan sebagai Smart City, Bandung dan Pekalongan disebut-sebut telah bergerak untuk menjadi smart city.

Ilham Habibie selaku Chairman, Bandung Smart City dan Chairman, Institute for Democratization through Science and Technology, The Habibie Center bahkan mengungkapkan bahwa saat ini Bandung telah membentuk Smart City Council yang bertanggung jawab untuk mengarahkan serta memantau pengembangan smart city di Kota tersebut.

Bandung juga memiliki Bandung Command Center dan Bandung Digital Valley untuk membantu mengelola layanan publik secara digital serta mendukung kewirausahaan berbasis teknologi. Kami sangat merasakan bagaimana penggunaan teknologi dapat betul-betul membantu pemerintah untuk mengembangkan kota serta warganya,” jelasnya.

Hal yang tak jauh berbeda diutarakan Walikota Pekalongan, Basyir Ahmad. Manurutnya penggunaan teknologi dalam sistem tata kota telah benar-benar mempermudah dan mendekatkan komunikasi antara pemerintah dengan warganya.

Tantangan adalah bagaimana teknologi tersebut dapat diimplementasikan secara maksimal dan bagaimana warga kota mau memahami dan berpartisipasi dalam sistem-sistem baru berbasis teknologi ini,” katanya.

Pekalongan sendiri telah menata infrastruktur pemerintahan dengan teknologi sejak tahun 2008, atau lebih tepatnya tiga tahun setelah Basyir Ahmad menjabat sebagai Walikota. Hasilnya, tidak hanya membantu transparansi informasi publik, tetapi juga menghemat anggaran Pemerintah Kota Pekalongan.

Dengan membuat kota Pekalongan terintegrasi, kita tak hanya berhasil menurunkan belanja pegawai dari 5000 menjadi 4000, server kita yang sebelumnya berjumlah 50 pun kini bisa disedikitkan menjadi hanya satu saja. Dan itu membuat penghematan yang luar biasa,” tambah Basyir lagi.

Lindungi Data Pelanggan dari Serangan, Ini Solusi Fortinet

0

Jakarta – Kejahatan cyber saat ini masih menjadi sebuah isu yang belum bisa dihilangkan. Banyak kejadian pencurian data yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, dengan tujuan untuk memeras bahkan merusak sistem dari situs suatu perusahaan.

Saat ini, banyak juga perusahaan penyedia layanan keamanan (security) berlomba-lomba menghadirkan produk layanan keamanan, namun nyatanya hal tersebut belum mampu menyelesaikan masalah pelik ini.

Salah satu perusahaan penyedia Layanan Jasa Keamanan, yaitu Fortinet, baru saja merilis dua buah produk security untuk melindungi data pelanggan. Dua produk ini adalah FortiWeb 4000E dan 3000E Web Application Firewalls (WAFs).

Kedua produk ini didesain untuk membantu pelanggan dalam mengenali pencurian, pembobolan finansial dan penolakan dari aplikasi perlindungan ancaman berlapis dan terspesialisasi.

Perangkat FortiWeb terbaru ini menawarkan jasa perlindungan yang didukung oleh ilmu pengetahuan mengenai ancaman dari FortiGuard Labs, memberikan perlindungan ancaman secara real-time untuk aplikasi.

Solusi baru FotiWeb ini juga terintegrasi dengan FortiSandbox milik Fortinet dan menawarkan dukungan untuk pengembangan kerjasama dengan solusi pemindai lanjutan milik Acunetix. Semua tambahan fitur ini mendorong platform end-to-end cyber security Fortinet yang melindungi data pelanggan dari semua entry point jaringan.

FortiWeb 4000E terbaru ini mampu memberikan “throughput” sebesar 20 Gbps dan fitur built-in dengan kemampuan anti-malware dan yang pertama kali untuk pasar perangkat WAF sekaligus memadukan fitur pemindai kerentanan terkemuka dari Acunetix.

Perangkat FortiWeb milik Fortinet memberikan kinerja, keefektifan dan fitur-fitur yang hanya dapat diberikan oleh Fortinet, melebihi solusi kompetitif lainnya dan mengubah seluruh ekspektasi terhadap web application firewalls.

Seri FortiWeb dari WAFs sekarang telah sepenuhnya terintegrasi dengan FortiSandbox dan Advanced Threat Protection (ATP framework) Fortinet, memastikan organisasi tersebut dapat mempersenjatai diri mereka secara apik, perlindungan end-to-end dari ancaman paling canggih sekalipun.

Peningkatan-peningkatan FortiWeb ini memberikan perlindungan berlapis dan mutakhir dari ancaman terhadap perusahaan skala menengah dan besar. Penyedia jasa aplikasi dan penyedia SaaS mengharapkan WAFs yang terbaik di industrinya.

Perangkat FortiWeb sekarang dapat menerima update keamanan secara real-time dari FortiGuard Labs, sebuah tim pelopor penelitian ancaman.

Ada 3 pelayanan yang dapat diberikan, baik satuan maupun paket, yakni meliputi 1) FortiWeb Security Service, yang menawarkan pertahanan yang baik dan terus diperbarui guna menghadapi kerentanan web dan URL yang mencurigakan dan juga memberikan keamanan pada layer aplikasi. 2) IP Reputation Service, yang memberikan perlindungan yang canggih dari serangan botnet. 3) Anti-malware dan anti-Intrusion Services proaktif, yang melindungi dari infeksi malware.

Semua pelayanan ini diberikan secara real-time dan bersumber dari jaringan global Fortinet dengan lebih dari 2 juta perangkat keamanan. Sensor ini memberikan FortiGuard Labs milik Fortinet untuk menerawang lebih jauh ancaman yang baru maupun yang sudah ada dan memastikan perangkat FortiWeb dilengkapi dengan keamanan aplikasi terbaik di industri.

“Keamanan Aplikasi adalah suatu peralatan penting yang dibutuhkan dalam melawan ancaman canggih. Bagaimanapun, dengan banyaknya Web Application Firewalls di pasaran sekarang ini, pelanggan harus menukarkan kinerja untuk keamanan. Masalah ini akan semakin buruk karena kebutuhan jaringan resiliansi pelanggan dan Data Center bandwidth semakin lama semakin meningkat,” ungkap John Maddison, Vice President Marketing Fortinet hari ini, (29/9).

Sayangnya, disinggung mengenai ketersediaan, ternyata solusi ini belum bisa didapatkan untuk saat ini. Dan dari pihak Fortinet pun belum ada konfirmasi lebih lanjut mengenai kapan layanan ini akan tersedia. [AK/IF]

 

British Telecom Kantongi Lisensi Siskomdat di Indonesia

0

Jakarta – Bertepatan dengan perayaan 30 tahun kehadirannya di wilayah Asia Pasifik, dan tidak lama berselang sejak mendapatkan titel sebagai Best Managed Service Provider dalam ajang Telecom Asia Awards 2015, British Telecom (BT), hari ini mengumumkan bahwa perusahaan telah secara resmi mendapatkan lisensi untuk pengoperasian Siskomdat (sistem komunikasi data) di Indonesia.

Lisensi ini secara tidak langsung memberi keleluasaan bagi BT untuk menawarkan portfolio layanan dan aplikasi jaringan TI secara langsung kepada para pelanggan di Indonesia.

Lisensi telekomunikasi yang kami dapatkan di Indonesia ini merupakan sebuah langkah baru yang membanggakan dalam mendukung pelanggan kami di AMEA dan seluruh dunia untuk mencapai kesuksesan,” ungkap Kevin Taylor, Presiden BT Global Service untuk Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/9).

BT sendiri merupakan salah satu dari dua operator telekomunikasi global yang mendapatkan lisensi Siskomdat. Perusahaan-perusahaan Indonesia ataupun perusahaan-perusahaan multinasional yang berinvestasi di Indonesia, kini dapat meningkatkan daya saing mereka dengan memanfaatkan layanan jaringan TI dari BT yang berskala global.

BT sudah membangun kantor pusat operasional wilayah Asia Pasifik di Hong Kong pada tahun 1985. Kini, Hong Kong menjadi kantor pusat operasional BT di Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika (AMEA). BT sudah mendukung lebih dari 1.000 perusahaan dari 26 kantor di wilayah ini.

Selama lebih dari 30 tahun, BT terus menerus berinvestasi memberikan layanan baru dan memperluas jangkauan serta kapabilitas jaringannya untuk membantu para pelanggannya mencapai kesuksesan.

Baru-baru ini, BT meluncurkan infrastruktur cincin kabel serat (fibre ring) di Singapura yang menghubungkan enam pusat data milik pihak ketiga dengan jaringan BT, sehingga dapat meningkatkan kapasitas dan ketahanan jaringan.

Lebih dari 28 Ethernet Connect Global Point-of-Presence (PoPs) baru juga telah ditambahkan ke dalam infrastruktur yang sudah ada dalam kurun waktu 6 bulan terakhir dan beberapa access point internet tambahan telah diluncurkan di Hong Kong, Singapura, Australia, Jepang, dan Afrika Selatan.

Komitmen BT di wilayah AMEA telah diakui secara luas selama bertahun-tahun. Pada bulan Juli 2015, laporan Critical Capabilities for Network ServicesAsia/Pacific yang dikeluarkan oleh Gartner mengakui keunggulan BT selama 2 tahun berturut-turut. Dari 14 penyedia jasa komunikasi yang tercakup dalam jaringan regional dan jaringan domestik yang diperluas, BT mendapat nilai tertinggi, mewakili 2 dari 4 studi kasus yang disajikan dalam laporan tersebut.

“BT telah hadir di wilayah AMEA selama 30 tahun terakhir. Kami senantiasa berinvestasi untuk memperkuat infrastruktur dan memberikan kapabilitas yang lebih baik. Kami memegang teguh komitmen untuk membantu para pelanggan kami mencapai kesuksesan dengan memetik manfaat konektivitas global dan layanan enterprise berbasis cloud,” pungkas Kevin.

 

XL Pay Point, Solusi XL Untuk Dorong Kemajuan UKM

0

Jakarta – Terus berinovasi, PT XL Axiata Tbk (XL) kembali hadir dengan solusi teranyarnya. Mengusung tajuk “XL Pay Point,” solusi ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas UKM. Dimana dengan solusi ini, pelaku UKM akan lebih mampu menjangkau individu yang menjadi target market mereka, terutama mereka yang selama ini belum memiliki akses ke jasa layanan perbankan atau belum memiliki rekening bank.

XL Pay Point terdiri dari aplikasi, paket data XL dan perangkat Pay Point berupa mesin penjual otomatis mini vending machine. Alat ini bisa diletakkan di tempat-tempat strategis, yang mudah dijangkau oleh pelanggan atau pasar yang disasar pengusaha terkait. XL Pay Point dapat dimanfaatkan antara lain untuk menjual jasa dan barang seperti pengisian pulsa, dompet elektronik, kredit permainan, pembelian Starter Pack maupun transaksi keuangan seperti pembayaran pinjaman cicilan dan tagihan.

Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/9), Direktur/Chief Digital Service Officer XL, Ongki Kurniawan mengatakan, “XL Pay Point sekaligus juga akan bermanfaat bagi para Penyedia Jasa Pembayaran Online (Payment Point Online Bank/PPOB). Layanan ini dapat menjadi solusi bagi para pelaku usaha kecil menengah dalam mempermudah transaksi penjualan dengan para pelanggannya, terutama di kota-kota kecil di mana masyarakat belum banyak yang menggunakan transaksi elektronik menggunakan ponsel.”

Solusi inovatif ini dapat dimanfaatkan para pelaku UKM dengan sistem kontrak berlangganan selama setahun. Solusi ini ditawarkan lewat paket bundling yang terdiri dari perangkat mesin elektrik, aplikasi transaksi yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta layanan paket data XL.

Saat ini, XL telah siap untuk menawarkan layanan ini ke seluruh area operasi XL, baik di area Jabotabek maupun di luar daerah.

Dengan adanya solusi ini, pengusaha UKM atau koperasi tidak perlu lagi membuka kios tradisional yang memerlukan banyak investasi. Selain itu, pelanggan akhir yang tidak memiliki rekening bank (unbankable) juga dapat dengan mudah melakukan pembelian maupun transaksi pembayaran lainnya. Solusi ini sekaligus bermanfaat untuk memperluas dan mempermudah distribusi jasa kepada pelanggan.

Cara melakukan transaksi dengan XL Pay Point pun terbilang mudah. Pembeli atau pelanggan UKM cukup memasukkan sejumlah uang sesuai dengan ketentuan nominasi yang tertera di mesin. Setelah itu, pelanggan memilih menu transaksi yang dikehendaki dari layar monitor dan kemudian secara otomatis X Pay Point akan memproses transaksi tersebut.

XL telah melakukan pengujian terhadap solusi barunya ini di beberapa UKM penyedia jasa telekomunikasi (dealer) yang berlokasi di Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Hasil uji coba menunjukkan potensi besar dari mesin ini, sekaligus optimisme para pelaku UKM atas manfaat yang terkandung.

Solusi ini juga dapat memudahkan akses pelanggannya untuk melakukan transaksi pembelian pulsa prabayar tanpa harus kesulitan mencari tempat penjualan tradisional. Penggunaan sistem automisasi dari solusi ini juga dirancang untuk meningkatkan pelayanan penjualan dan penetrasi produk maupun jasa ke sasaran pelanggan akhir.