spot_img
Latest Phone

OpenAI Siapkan Browser dengan AI, Saingan Google Chrome

Telko.id - OpenAI sebagai induk perusahaan dari ChatGPT sedang...

TECNO Luncurkan POVA 7 Series, Desain Futuristik dan Performa Gaming AI

Telko.id - TECNO resmi meluncurkan POVA 7 Series di...

Google Akhirnya Gabungkan Android dan ChromeOS, Apa Kelebihannya?

Telko.id - Google secara resmi mengonfirmasi rencana besar mereka...

Garmin Venu X1 Resmi Dirilis: Smartwatch Teringan dengan Layar 2 Inci

Telko.id - Garmin Indonesia secara resmi meluncurkan Venu X1,...

OPPO Reno14 Pro Berbekal MediaTek Dimensity 8450, Performa Lebih Cepat

Telko.id - OPPO resmi memperkenalkan Reno14 Pro sebagai smartphone...
Beranda blog Halaman 1405

Riset : 84 Persen Operator Telah Hadirkan LTE-A

Telko.id – Stephane TERAL, direktur senior penelitian, infrastruktur dan operator ekonomi seluler, IHS Markit, mengatakan bahwa 84 persen responden yang berasal dari penyedia layanan telekomunikasi sudah menjalankan layanan LTE-Advanced (LTE-A) jaringan.

Berikut adalah hasil dari survei IHS Markit.

Tantangan 4G

# Hambatan untuk menggelar 4G yang tidak ada pada saat ini, dan penggerak utama untuk 4G adalah biaya yang lebih rendah per megabyte data.

# Mudah untuk di upgrade dan standar penyesuaian adalah dua fitur LTE teratas di antara mereka yang disurvei.

# Para responden yang berasal dari Operator melihat Ericsson sebagai vendor LTE teratas, diikuti oleh Nokia dan Huawei.

Dilansir dari TelecomLead (23/8), hasil ini berdasarkan data setahun yang lalu, yakni sekitar setengah dari responden survei menjalankan LTE-Advanced.

Sementara itu, menurut Data Global Mobile Suppliers Association (GSA)  baru-baru ini menunjukkan bahwa 521 operator telekomunikasi telah meluncurkan secara komersial layanan LTE, LTE-Advanced atau jaringan LTE-Advanced Pro di 170 negara. Sekitar 147 operator ini juga telah mengerahkan LTE-Advanced, dan 9 diantaranya telah meluncurkan secara komersial jaringan LTE-Advanced Pro.

Perusahaan riset tersebut memprediksi akan ada sekitar 560 penyebaran jaringan LTE pada akhir 2016 berkat fokus pada pembuatan investasi di LTE-Advanced.

Layanan LTE-Advanced menjadi layanan yang paling ingin diluncurkan di antara responden operator telekomunikasi dengan  agregasi operator antar-band, diikuti oleh peningkatan koordinasi gangguan antar-sel dan mengkordinasikan LTE-Advanced multipoint. Tiga dan empat komponen pembawa agregasi meningkat cepat, dan lima komponen akan datang segera.

Tiga perempat dari para responden juga menawarkan layanan Voice over LTE (VoLTE) sementara hanya seperempat pada tahun lalu. IHS memprediksi bahwa hal ini tidak akan menyebabkan layanan 2G punah dan berlaku juga untuk 3G.

Lebih dari 50 persen responden operator telekomunikasi juga berencana untuk menyebarkan LTE di spektrum unlicensed (LTE-U) pada tahun 2018. Mereka beroperasi di pasar yang sangat kompetitif yang mendorong mereka untuk menggunakan sebanyak mungkin amunisi spektrum untuk tetap berada di depan dalam kurva kapasitas krisis untuk menjaga pelanggan mereka tetap bahagia dan tentu saja, pada jaringan mereka.

Vodafone Fiji Gelar LTE-A

0

Telko.id – Vodafone Fiji telah menjadi salah satu operator pertama di Pasifik yang menggelar jaringan LTE-Advanced.

Dilansir dari TelecomAsia (23/8), operator telah menjalankan layanan LTE-A dan memiliki jaringan yang saat ini mencakup 65% dari populasi, dan bertujuan untuk memperluas ini untuk menjadi 85% pada Natal tahun ini. Sekadar informasi, jaringan mereka menawarkan kecepatan puncak downlink teoritis hingga 225Mbps.

Pelanggan dengan smartphone yang kompatibel juga akan dapat mengambil keuntungan dari jaringan LTE-A tanpa biaya tambahan atau kebutuhan instalasi. Sampai dengan saat ini, Hal tersebut sejatinya berlaku untuk semua operator yang telah menggelar layanan LTE-A mereka.

Vodafone sendiri telah menginjakan kaki di Fiji sejak tahun 1994, dan sekarang telah menjadi operator seluler pertama di negara itu yang menggelar setiap generasi teknologi mobile sejak upgrade dari 2G ke GPRS 2.5G. Perusahaan juga menjadi yang pertama dalam meluncurkan layanan 4G di pasar pada 2013.

“Peluncuran memastikan bahwa Fiji setara dengan negara-negara maju di dunia dan tetap berada di garis depan untuk revolusi digital,” kata !CEO Vodafone Fiji  Pradeep Lal.

“Miliaran orang di seluruh dunia sudah online dan lebih diharapkan untuk bergabung dengan mereka dalam beberapa tahun ke depan sebagai cakupan broadband mengembang dan mengubah dunia menjadi sangat terhubung dan interaktif. Dunia ini cepat berkembang dengan kekuatan komunikasi mobile dan Internet of Things tidak lagi dilihat sebagai masa depan yang jauh tetapi lebih yang terjadi sekarang. ” tutup Pradeep Lal.

Optimasi layanan 4G Jadi Penyebab Jaringan Smartfren Jelek

1

Telko.id – PT Smartfren Telecom, Tbk sebagai salah satu operator 4G LTE di Indonesia, terus berupaya meningkatkan kualitas jaringan 4G LTE dan VoLTE mereka, baik cakupan ataupun kapasitas layanan data. Sebagai bagian dari upaya tersebut Smartfren melakukan proses optimasi dari jaringan 4G LTE Advanced yang dimilikinya, di seluruh 188 kota yang telah terlayani jaringan 4G LTE Smartfren.

Namun sayangnya, Selama proses tersebut dilakukan terjadi ketidakstabilan jaringan dan berpengaruh kepada beberapa pelanggan secara acak. Hal ini menyebabkan layanan data dari 4G Smartfren tidak bisa digunakan. Hal ini juga terjadi pada layanan VoLTE mereka, yang tergambar pada nonaktifnya fitur VoLTE pada device pengguna.

Berdasarkan keterangan pers yang diterima tim Telko.id (23/8), proses peningkatan kapasitas dan koneksi layanan data 4G LTE secara bertahap telah selesai dilakukan di area pelayanan wilayah Timur, mulai dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali – Lombok, Sulawesi dan Kalimantan. Sedangkan proses optimasi jaringan dan layanan 4G LTE dilakukan di area pelayanan wilayah Barat dengan cakupan meliputi  Jawa Barat, Jabodetabek dan Sumatera telah selesai pada 20 Agustus 2016 lalu.

“Proses optimasi jaringan yang dilakukan pada tanggal 19 sampai 20 Agustus 2016, memang menyebabkan gangguan layanan secara random di beberapa wilayah secara bergantian, sehingga mengganggu kenyamanan pelanggan dalam menikmati layanan data atau suara untuk sementara waktu. Untuk itu kami mohon maaf jika proses optimasi sistem layanan data 4G LTE dan VoLTE ini memberikan ketidaknyamanan kepada pelanggan Smartfren dalam menggunakan layanan 4G LTE dan Volte,” jelas Presiden Direktur Smartfren, Merza Fachys.

Dengan selesainya pelaksanaan optimasi jaringan pada 20 Agustus 2016, diharapkan akan lebih memberikan kepuasan kepada pelanggan dalam menggunakan layanan yang dihadirkan oleh Smartfren.

Terkait penurunan kualitas layanan data dan VoLTE dari Smartfren, pihak operator menyampaikan permohonan maaf kepada para pelanggan yang terkena dampak dan terganggu kenyamanannya, dalam menggunakan layanan data atau voice dari Smartfren selama kegiatan optimasi berlangsung beberapa hari yang lalu.

Namun, pihak Smartfren tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai kompensasi atas penurunan kualitas ini. Seperti diketahui, saat ini internet bukan hanya sebagai gaya hidup masyarakat, melainkan sebuah kebutuhan sehari-hari.

Schneider Siapkan Solusi Hadapi Resiko Latency di Era IoT

0

Telko.id – Internet of Things atau sering disebut dengan IoT sudah mulai dijajaki oleh banyak pihak. Prospek yang demikian besar untuk memperoleh benefit bagi perusahaan maupun konsumen menjadi salah satu daya tariknya.

Salah satu yang nyata terjadi adalah di sektor perbankan dan keuangan. Saat ini, semakin banyak perangkat yang saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain. Sebagai contoh nyata, transaksi perbankan dengan menggunakan electronic banking (e-banking) di Indonesia terus mengalami peningkatan, baik secara frekuensi maupun volume. Dengan e-banking, nasabah dapat memanfaatkan layanan perbankan secara cepat, aman, nyaman, murah dan tersedia setiap saat karena dapat diakses dari mana saja, baik itu dari smart phone, PC, laptop dan sebagainya.

“Jumlah penduduk dan kondisi geografis Indonesia juga sangat mendukung berkembangnya e-banking. Dengan begitu banyaknya pulau-pulau yang tersebar di seluruh nusantara, e-banking merupakan salah satu jalan terbaik untuk meningkatkan dan memperluas jaringan layanan perbankan,” ujar Astri Dharmawan selaku Business Vice President Schneider Electric IT Indonesia menjelaskan.

Astri menambahkan bahwa disisi lain, semakin besarnya jumlah data yang saling terkoneksi dalam layanan perbankan ini menimbulkan permasalahan baru yaitu latency atau lambatnya komunikasi data melalui jaringan – sesuatu yang tidak dapat ditolerir di tengah pertumbuhan bisnis yang semakin dinamis. Sudah saatnya para pemain di industri perbankan secara proaktif mentransformasi data center dan seluruh teknologi pendukung yang dimilikinya untuk mengurangi latency sehingga dapat tetap beroperasi secara efisien, fleksibel dan aman.

Schneider Electric pun memperkenalkan serangkaian solusi Edge Data Center yang dengan efektif dapat mendistribusikan beban komputasi lebih dekat ke perangkat sehingga dapat mengurangi masalah latency secara signifikan, salah satunya adalah InfraStruxure™: Arsitektur ruang IT yang memiliki skalabilitas, fleksibilitas dan modularitas yang tinggi, yang mampu secara dramatis membantu mengurangi kompleksitas data center, meminimalisir pemborosan energi, dan memberikan infrastruktur yang tangguh dan terandalkan.

Solusi selanjutnya adalah Micro Data Center: sistem yang self-contained dan aman dalam satu enclosure (rak) yang di-install dan dites di pabrik. Solusi ini adalah penggabungan yang efisien antara distribusi power, cooling, rak, sistem keamanan, fire supression dan energy management system terbaik yang distandardisasi untuk secara signifikan mengurangi waktu deployment dan kompleksitas pengelolaan. Solusi Micro Data Center dari Schneider Electric tersedia dalam berbagai ukuran dan jenis rak, untuk aplikasi di dalam dan luar ruangan.

Keseluruhan solusi ini didukung oleh Data Centre Infrastructure Management (DCIM) legendaris dari Schneider Electric, yaitu StruxureWare®; perangkat lunak DCIM yang terdiri atas serangkaian modul yang komprehensif untuk mendukung kegiatan operasional, pengaturan, dan pengelolaan data center. Aplikasi ini memungkinkan dunia usaha menikmati kemudahan melalui pengelolaan data center mereka di banyak domain sekaligus.

Dari sisi pengguna, khususnya di sektor perbankan, IoT disambut dengan sangat positif, bahkan menjadi salah satu strategi bank-bank di Indonesia. Pemanfaatan IoT dalam bentuk edge data center memungkinkan bank untuk menyediakan pelayanan digital yang akan semakin memudahkan nasabah.

Untuk mendukung misi tersebut, maka diperlukan pengembangan infrastruktur data center dan edge data center di cabang-cabang perbankan di seluruh Indonesia. Melalui penggunaan edge data center, bank dapat mengurangi risiko latency, menikmati efisiensi biaya dan yang paling utama adalah memastikan keamanan data nasabah yang juga merupakan prioritas utama sebagai penyedia jasa perbankan. (Icha)

Polemik Tarif Interkoneksi Kian Memanas

0

Telko.id – Penurunan Tarif interkoneksi yang mulai berlaku pada awal September mendatang mulai memanas, pasalnya bukan hanya salah satu operator saja yang tidak setuju, melainkan hal ini juga diikuti oleh Komisi I DPR RI.

Komisi I DPR RI akan segera memanggil Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan seluruh operator telekomunikasi terkait polemik penurunan biaya interkoneksi ini.

Menurut Hanafi Rais, Anggota Komisi I DPR, pihaknya akan segera menggelar rapat internal dan kemudian dilanjutkan dengan rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama seluruh stakeholder telekomunikasi.

“Setelah itu kami akan membentuk tim Panja (panitia kerja) untuk interkoneksi dan network sharing. Karena bagi kami ini bukan hanya masalah bisnis saja, tapi kedaulatan negara,” ujar Hanafi di Jakarta, Senin (22/8/2016).

Hanafi menjelaskan, pihaknya juga merasa berkewajiban untuk ikut mengawal kebijakan tarif ini karena berpotensi merugikan negara dalam jumlah yang cukup besar.

“Pemerintah tidak bisa membuat regulasi yang memihak. Ini namanya regulatory capture, dan ini tidak sehat bagi industri. Pemerintah akan selamanya disandera oleh operator yang didominasi asing,” katanya.

Dalam pertemuan antara para anggota dewan dan Menkominfo Rudiantara bersama para operator, Komisi I akan meminta penjelasan status tarif telekomunikasi, apakah sudah lebih terjangkau dibandingkan negara lain.

“Kemudian, Menkominfo juga akan kami minta untuk menjelaskan modern licensing masing-masing operator,” lanjut Hanafi tentang rencana rapat kerja dan dengar pendapat dalam waktu dekat ini.

Lebih lanjut, Terkait Revisi Peraturan Pemerintah No. 52 dan 53 Tahun 2000, Menkominfo juga akan diminta untuk menjelaskan bagaimana operasional yang terjadi ketika operator melakukan network sharing secara aktif.

Bukan hanya itu, Komisi I melalui Panja Interkoneksi dan Network Sharing juga akan mendesak Menkominfo untuk tidak melanjutkan revisi kedua PP ini karena dianggap tidak sesuai good governance.

“DPR akan meminta pemerintah untuk membahas substansi RPP di level UU melalui agenda perubahan UU telekomunikasi. Karena ini menyangkut fungsi legislasi DPR agar tidak bertentangan dengan UU No. 36/1999,” pungkas Hanafi.

Sebelumnya, penurunan tarif interkoneksi juga dianggap dapat merugikan negara karena berpotensi membuat Telkom merugi hingga 50 triliun. Hal ini sejatinya akan berbanding lurus dengan pendapatan negara dari pajak dan deviden Telkom serta berpotensi menggangu APBN 2017 mendatang.

Salah satu alasan penurunan tarif interkoneksi sendiri dikarenakan tarif interkoneksi yang ada saat ini sudah terlalu tinggi dan harus diturunkan agar tidak terlalu membebankan konsumen retail. Selain itu, turunnya tarif interkoneksi juga diharapkan dapat menghasilkan sebuah efisiensi bagi para pelaku usaha di industri telekomunikasi.

“Fokus kerja tetap pada dua hal yakni efisiensi dan penyebaran broadband yang merata. Bagaimana mencapai hal itu, tentu butuh inovasi baik dari sisi regulasi atau pelaku usahanya,” ujar Menkominfo Rudiantara beberapa waktu lalu.

GFK: Penjualan Smartphone di Indonesia Melemah 0.3%

0

Telko.id – Saat ini, boleh dibilang hampir tidak ada lagi yang menjual future phone. Wajar saja, penjualan smartphone secara global juga meningkat. Namun, ternyata peningkatannya tidak terlalu tinggi. GFK, yang bergerak dibidang consumer research menyatakan bahwa penjualan smartphone global hingga akhir tahun 2016 akan terjadi peningkatan sebesar 5% saja. Dari US $ 400,7 miliar menjadi US $ 426 miliar.

Peningkatan tersebut disebabkan oleh penjualan yang sangat agresif di segmen mid to high. Terjadi perubahan tren sebelumnya yang agresif di segmen low-end.

GFK melakukan survei pasar berdasarkan Point of sales secara acak di lebih dari 90 pasar yang update secara mingguan dan bulanan. Selain itu, nilai yang diperoleh berdasarkan harga retail tanpa subsidi.

“Pertumbuhan volume smartphone lebih banyak datang dari negara berkembang. Terutama dari Cina yang kembali giat. Selain itu juga terlihat di Asia dan Afrika,” ujar Kevin Walsh, Director of Trends and Forecasting GfK menjelaskan, seperti dikutip dari IT Wire.

Kevin juga menambahkan bahwa trend permintaan tersebut dirangsang juga dari program retensi dan juga program komunikasi keluarga yang ditawarkan oleh operator.

Permintaan akan smartphone secara global ini akan sangat terlihat peningkatannya di kuartal terakhir tahun 2016 ini. Kevin menyebutkan bahwa kuartal terakhir ini biasanya para produsen meluncurkan produk utamanya. Hal ini akan memberikan dampak yang cukup tinggi dibandingkan dengan 2015 lalu. Terlebih, banyak juga konsumen yang sengaja menunggu peluncuran di akhir tahun ini sehingga sekarang masih belum melakukan pembelian smartphone baru untuk menggantikan yang lama.

GFK_SMARTPHONES-1

GFK juga merinci pergerakan penjualan smartphone dibeberapa wilayah di dunia. Seperti apa permintaan di kuartal 2 dan proyeksi nya hingga akhir 2016 mendatang?

Eropa

GFK menyatakan bahwa permintaan Smartphone di Eropa mencapai 30 juta di kuartal 2 2016 ini. Terjadi penurunan 1 % jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Jika dibandingkan kuartal yang sama di tahun 2015, juga terjadi penurunan 1%. Penurunan yang paling tajam terjadi di Spanyol. Di mana penurunannya bisa mencapai 11% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan tarif yang dilakukan tiga operator. Rata-rata peningkatannya mencapai 30 euro.

Di Inggris juga terjadi penurunan. Pada kuartal 2 tahun ini, yang bersamaan juga dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, permintaan smartphone turun 2% dibandingkan dengan waktu yang sama pada tahun sebelumnya. Walaupun, GFK melihat bahwa penurunan ini bukan merupakan dampak langsung dari Brexit tersebut.

Berbeda dengan Perancis dan Jerman. Di kedua negara ini, terjadi penjualan smartphone yang meningkat. Memang tidak terlalu besar. Di Perancis terjadi pertumbuhan 3% dan di Jerman terjadi pertumbuhan 1%.

Jika dirinci lebih jauh lagi. Konsumen di Eropa ini sangat besar permintaannya pada smartphone dengan layar 5 inchi. Terjadi peningkatan dari 38% di kuartal 2 tahun 2015 menjadi 60% pada kuartal 2 tahun 2016 ini.

Sejalan dengan itu, permintaan terhadap smartphone high-end (lebih dari USD 500) terjadi peningkatan. Dari 31% pada 2Q15 menjadi 35% di 2Q16, dengan pertumbuhan unit 12% year-on-year. GFK juga menyatakan bahwa proyeksi permintaan smartphone di wilayah Eropa ini akan menurun hingga di akhir tahun 2016 hanya akan mencapai 134 juta unit saja. Terjadi penurunan satu persen year on year.

Eropa Tengah dan Timur

Permintaan Smartphone di wilayah Eropa Tengah dan Timur terjadi penurunan 1% di kuartal dia 2016 ini di bandingkan dengan kuartal yang sama di 2015. Penjualan hanya berada di angka17 juta unit saja. Tapi jika dilihat secara keseluruhan, terjadi peningkatan hingga 12%.

Hal ini terjadi karena di Rusia terjadi pertumbuhan yang cukup besar. Yakni 12% year-on-year, setelah lima kuartal penurunan . Di Ukraina juga terjadi hal yang sama. Di mana, permintaan di negara ini cukup kuat, hingga 35% year on year. Padahal, selama enam kuartal berturut-turut terjadi penurunan. Kedua negara ini menjadi ‘pendorong’ terbesar bagi pasar smartphone di Eropa Tengah dan Timur.

GfK memperkirakan bahwa permintaan smartphone di kawasan ini akan meningkat menjadi 77 juta unit pada tahun 2016, naik 8% year-on-year.

Amerika Latin

Permintaan di Amerika Latin di mencapai 23 juta unit di 2Q16, naik 5% jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Namun, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya di kuartal yang sama terjadi penurunan 8%.

Hal ini terjadi karena permintaan smartphone di Brasil cukup tinggi. Terjadi penurunan hingga 20% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di sisi lain, terjadi pertumbuhan yang cukup tinggi di Argentina hingga mencapai 58% year-on-year. Hal ini merupakan dampak langsung dari penghapusan impor pada bulan Desember tahun lalu.

GfK memperkirakan bahwa permintaan di Amerika Latin ini akan turun menjadi 94 juta unit pada tahun 2016, turun 11% year-on-year.

Timur Tengah dan Afrika

Permintaan smartphone di Timur Tengah dan Afrika ini mencapai 41 juta unit pada kuartal dua 2016. Turun 2 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi ketika melihat dari year-on-year permintaan smartphone di wilayah ini. Terjadi perlambatan hingga 5%.

Arab Saudi memberikan sumbangan yang cukup besar atas penurunan ini. Pasalnya, di Arab Saudi ini, permintaan terhadap smartphone turun hingga 24%. Hal ini disebabkan oleh melemahnya marko ekonomi di negara tersebut.

Untung, pertumbuhan Mesir dan Afrika Selatan cukup besar sehingga angka penjualan di Timur Tengah dan Afrika tidak terlalu jatuh. Setidaknya, di Mesir terjadi pertumbuhan hingga 19% year-on-year dan di Afrika mencapai 15% year-on-year.

GfK memperkirakan bahwa permintaan smartphone di kawasan ini akan tumbuh menjadi 176 juta unit pada tahun 2016, naik 9% year-on-year.

Cina

Permintaan smartphone di Cina adalah yang terbesar di dunia. Pada kuartal dua 2016 ini saja mencapai 109,7 juta unit. Terjadi peningkatan 19% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Dan, pertumbuhan ini adalah yang tertinggi selama dua tahun belakangan ini. Jika dibandingkan dengan kuartal yang sama di tahun 2015, terjadi pertumbuh 24% .

Pertumbuhan yang sangat signifikan ini terjadi karena adanya dari subsidi yang diberikan oleh operator. Di mana, langkah ini dilakukan oleh operator sejak awal 2016 untuk mendorong penetrasi 4G. Terutama untuk di kota-kota kecil. Tentu, adanya program operator ini memberikan dampak yang positif bagi produsen smartphone merek lokal. Bahkan terjadi peningkatan share market oleh merek lokal menjadi 74% di kuartal dua 2015 menjadi 81% di kuartal dua 2016.

Di Cina juga terjadi pergeseran terhadap permintaan jenis smartphone. Di mana, kini smartphone dengan layar 5 inchi menjadi lebih favorite. Jenis ini mendominasi permintaan pasar hingga menguasai 83% permintaan di kuartal dua ini. Tumbuh cukup tinggi dibandingkan dengan kuartal 2 2015 yang hanya mencapai 63% saja.

GfK memperkirakan bahwa pertumbuhan permintaan smartphone di China akan moderat pada semester kedua tahun ini dan diakhir tahun akan mencapai 439 juta unit atau naik 14% year-on-year.

Developed APAC

Wilayah Developed Asia Pasific yang dimaksud oleh GfK ini adalah Australia, Hongkong, Jepang, Selandia Baru, Singapura, Korea Selatan dan Taiwan. Total permintaan smartphone di wilayah Develop Apac ini menjadi 17 juta unit di kuartal dia 2016 ini. Turun dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Dan dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun 2015 pun juga terjadi penurunan 1%.

Hal ini dipengaruhi oleh penurunan year-on-year di Australia yang mencapai 9%. Walaupun di Jepang terjadi peningkatan sebesar 2% tetapi tidak cukup kuat untuk meningkatkan permintaan smartphone di wilayah ini.

GfK memperkirakan akan terjadi peningkatan di wilayah ini menjadi 72 juta unit hingga akhir 2016. Namun, jika dibandingkan dengan akhir tahun 2015 lalu, akan terjadi penurunan 1%.

Emerging APAC

Yang dimasukan dalam kelompok Emerging APAC oleh GfK ini adalah India, Indonesia, Kampuchea (Kamboja), Malaysia, Philipina, Thailand dan Vietnam. Yang pertumbuhannya sangat baik dari wilayah Emerging APAC ini adalah Philipina dan Vietnam. Philipina mencatat pertumbuhan 37% year-on-year dan Vietnam mencapai 11%. Secara global, regional ini terjadi peningkatan permintaan terhadap smartphone sebesar 3% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya dan 4% dibandingkan dengan kuartal 2 2015 dengan total 51 juta unit. Indonesia sendiri mengalami penurunan terhadap permintaan smartphone sebesar 0.3%.

GfK memperkirakan pada akhir 2016 mendatang, di wilayah ini akan mampu mencapai 213 juta unit yang terjual. Naik 5% dibandingkan tahun sebelumnya.

GFK_SMARTPHONES_-_2

Arndt Polifke, Global Director of Telecom Products GfK, menyimpulkan bahwa pasar smartphone belum tumbuh maksimal di kuartal dua 2016 ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa gangguan di beberapa negara dan regional. Namun, sudah cukup terlihat beberapa kekuatan yang mendasar yang mampu menjadi pendorong pertumbuhan permintaan smartphone ke depannya.

Setidaknya, launching produk baru di tahun ini akan menjadi dorongan yang kuat akan permintaan smartphone oleh konsumen. Ke depannya, inovasi daya tahan baterai, desain smartphone yang inovasi akan menjadi pendukung pertumbuhan. Ditambah lagi, upgrade 5G yang semakin dekat. Hal ini akan menjadi dorongan kuat untuk permintaan smartphone di dunia. (Icha)

M1 akan Jadi Operator Pertama yang Gelar HetNet di Singapura

0

Telko.id – Operator Singapura, M1, baru-baru ini mengumumkan rencananya untuk menyebarkan Jaringan Heterogen atau Heterogeneous Network (HetNet) pertama di Singapura sebagai bagian dari kemitraannya dengan Nokia. Selain itu, operator juga akan secara terpisah mengembangkan jaringan narrowband Internet of Things (NB-IoT) nasional.

M1 mengatakan HetNet, yang mengintegrasikan sel-sel besar dan kecil dengan teknologi radio nirkabel termasuk seluler dan Wi-Fi, akan membantu untuk memenuhi permintaan untuk layanan data di Singapura dengan meningkatkan cakupan dan kapasitas infrastruktur.

Perusahaan mengatakan akan mengambil pendekatan bertahap untuk menyebarkan HetNet. Operator ini berencana untuk menyebar small cell Flexi Zone dan peralatan Wi-Fi Nokia di hotspot berlalu lintas tinggi di seluruh Singapura, yang akan diintegrasikan dengan jaringan 4G yang ada dengan memanfaatkan teknologi LTE-WiFi Aggregation (LWA).

Kombinasi tersebut, seperti dilaporkan Totaltelecom, Senin (22/8), harusnya memungkinkan operator untuk memberikan kecepatan download 1 Gbps atau lebih pada 2017.

Operator mengatakan uji coba HetNet yang dilakukan di beberapa lokasi awal tahun ini telah menghasilkan peningkatan 60% dalam kecepatan download untuk pelanggan, dan juga menunjukkan bahwa kombinasi dari sel makro dan kecil adalah cara yang efektif untuk mengelola lalu lintas jaringan.

Menurut CEO M1, Karen Kooi, penyebaran HetNet juga merupakan bagian integral dari roadmap jaringan 5G perusahaan, dimana mereka akan membangun infrastruktur di banyak tempat guna menghadirkan layanan 5G berkecepatan tinggi untuk pelanggannya.

Cyberbullying Pada Anak Akibatkan Anoreksia, Depresi dan Mimpi Buruk

0

Telko.id – Menurut penelitian Growing Up Online – Connected Kids, yang dilakukan oleh Kaspersky Lab dan iconKids & Youth, cyberbullying adalah sebuah ancaman yang jauh lebih berbahaya bagi anak-anak daripada yang banyak orang tua perkirakan. Konsekuensi dari pelecehan online yang diterima oleh korban dimana mayoritas anak-anak ini merupakan masalah serius yang berhubungan dengan kesehatan dan sosialisasi.

Cyberbullying sendiri adalah tindak intimidasi, penganiayaan atau pelecehan disengaja yang anak-anak dan remaja alami di internet. Menariknya, anak-anak berusia 8-16 tahun lebih waspada terhadap ancaman ini daripada orang tua mereka.

Menurut penelitian, 13% dari anak-anak dan 21% orang tua menganggap hal tersebut tidak berbahaya. Pada saat yang sama, 16% dari anak-anak yang disurvei lebih takut ditindas online daripada offline, sementara setengah (50%) anak-anak yang di survei merasa takut ditindas (bullying) baik itu di kehidupan nyata maupun virtual.

Orang tua seharusnya tidak mengabaikan bahaya cyberbullying. Terlepas dari kenyataan bahwa studi ini menemukan hanya 4% dari anak-anak mengaku ditindas secara online (dibandingkan dengan 12% dalam kehidupan nyata), pada kenyataannya 7 dari 10 kasus berakibat memberikan konsekuensi yang traumatis.

Bullying di Internet memberikan dampak yang serius terhadap kesejahteraan emosional anak-anak, dimana orang tua dari 37% korban melaporkan dampak kepercayaan diri yang sangat rendah, 30% melihat penurunan dalam proses belajar di sekolah, dan bahkan 28% mengatakan anak-anak mereka mengalami depresi.

Tidak hanya itu, 25% dari orang tua juga menyatakan bahwa cyberbullying telah mengganggu pola tidur anak-anak mereka dan bahkan menyebabkan mimpi buruk (21%). Orang tua dari 26% korban menyadari bahwa anak-anak mereka sudah mulai menghindari kontak dengan anak-anak lainnya, dan 20% menemukan anak-anak mereka mengidap anoreksia.

Hal yang juga mengkhawatirkan adalah statistik menunjukkan bahwa 20% dari anak-anak menyaksikan anak lain ditindas secara online, dan di 7% kasus mereka bahkan berpartisipasi di dalamnya.

Survei menunjukkan bahwa anak-anak sering menyembunyikan insiden cyberbullying dari orang tuanya, membuat tugas melindungi anak-anak menjadi lebih rumit, meskipun, untungnya, ini bukanlah hal yang mustahil.

“Dalam upaya melindungi anak-anak kita dari bahaya, kita tidak boleh lupa bahwa mereka tidak hanya hidup di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya, yang bagi mereka sama nyatanya,” kata Andrei Mochola, Head of Consumer Business di Kaspersky Lab.

Di Internet, anak-anak bersosialisasi, belajar hal-hal baru, bersenang-senang dan, sayangnya, menghadapi situasi yang tidak menyenangkan.

“Cyberbullying adalah salah satu hal yang paling berbahaya yang dihadapi oleh anak-anak di Internet, karena dapat berdampak negatif pada jiwa mereka dan menimbulkan masalah bagi sisa hidup mereka. Solusi terbaik dalam hal ini adalah dengan berbicara kepada anak Anda dan menggunakan perangkat lunak parental control yang dapat mengingatkan Anda terhadap setiap perubahan mencurigakan di halaman jejaring sosial mereka,” pungkasnya.

C-RAN Bisa Menghemat Anggaran Operator?

0

Telko.id – Download video, media sosial dan video game mobile bagikan pedang bermata dua bagi operator nirkabel. Mengapa begitu? Pasalnya, lebih banyak menggunakan data yang berarti lebih banyak pendapatan, tetapi juga berarti operator harus berinvestasi lebih banyak dalam jaringan mereka untuk memenuhi permintaan tersebut.

Ketika perang harga Data memberikan tekanan pada sisi pendapatan dari persamaan, operator menemukan diri mereka mencari cara untuk membatasi pengeluaran tanpa berada di belakang para pesaingnya.

“Operator harus tetap menjaga jaringan berkualitas tinggi, tetapi juga perlu menahan struktur biaya mereka, seperti yang kita lihat bahwa harga end-user di bawah tekanan yang signifikan,” kata analis Aaron Blazar dari Atlantic-ACM, seperti dilansir dari RCRWirelles (22/8).

Dia juga mengatakan, bahwa banyak operator yang mencoba untuk mengambil keuntungan dari teknologi baru seperti jaringan akses radio terpusat (C-RAN) untuk mengendalikan biaya dan berpotensi meningkatkan kinerja jaringan pada waktu yang sama.

“kita harapkan mengharapkan sesuatu yang lebih baik, fokus menjadi densifikasi non-makro dan dengan itu kita melihat tiga bidang utama fokus yakni DAS, C-RAN atau small cell,” tambah Blazar.

“Kami melihat tahap kedua dari evolusi RAN dengan C-RAN,” kata Marquis Dorais, fronthaul manajer lini produk di pembuat alat uji EXFO.

Dia menjelaskan bahwa arsitektur C-RAN menggunakan serat untuk menghubungkan peralatan base station ke menara kepala radio jarak jauh atas dan antena. Sejak sinyal RF tidak mengalami penurunan dari serat jalan tersebut atas tembaga, base station bisa mencapai 20 kilometer jauhnya dari menara, katanya. Operator dapat mengkonsolidasikan peralatan base station untuk beberapa situs sel di kantor atau data center pusat.

Bagaimana C-RAN dapat ‘menyimpan’ uang untuk operator? Hal ini dapat memotong biaya dalam setidaknya dua cara. Pertama, real estate hampir selalu lebih murah di lokasi pusat data dari pada situs menara sel. Kedua, kerugian daya jauh lebih rendah dengan serat dibandingkan dengan kabel, sehingga koneksi serat yang terkait dengan C-RAN (sering disebut fronthaul) dapat mengurangi biaya operasional.

“Dalam beberapa kasus kita melihat hingga 50% atau kehilangan daya lebih pada  kabel tembaga mereka. Dalam hal ini, Operator berpotensi menyimpan hingga 50% pada tagihan listrik. Bergerak menuju arsitektur C-RAN di mana BTS dapat terpusat di pusat data atau di kantor pusat dan kepala radio yang jaraknya sangat jauh, dalam hal ini operator menyimpan tambahan 10% di atas 50% yang sudah diselamatkan, hanya dengan memusatkan bbus di tengah lokasi mereka, di mana operator pada dasarnya menghemat tagihan energi untuk pendinginan, ventilasi, dan semua itu. ” ujar Dorrais.

C-RAN juga dapat meletakkan dasar untuk jaringan masa depan “5G”. Analis memperkirakan jaringan 5G diperuntukan untuk menghubungkan mesin misi kritis serta perangkat mobile pribadi. Untuk itu, jaringan ini akan membutuhkan waktu respon lebih cepat daripada jaringan LTE saat ini. Hal ini akan membutuhkan komunikasi latency sangat rendah antara BTS, sehingga co-located BTS mungkin menjadi cara yang efektif untuk menghemat biaya dalam melaksanakan arsitektur generasi berikutnya.

Palapa Ring Akan Dijadikan Tol Informasi?

0

Telko.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui program Palapa Ring akan membangun serat optik diseluruh Indonesia sepanjang 13.000 Km. Proyek ini nantinya akan dijadikan sebagai ‘tol informasi’ yang akan menyatukan semua wilayah NKRI.

“Proyek ini terdiri atas 7 (tujuh) lingkar kecil serat optik (untuk wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua, Sulawesi dan Maluku) dan 1 (satu) backhaul untuk menghubungkan semuanya, menyatukan Indonesia,” ungkap Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada laman resmi Kominfo (17/8).

Tol Informasi ini bertujuan untuk memberikan keleluasaan dan kemudahan bagi para masyarakat di setiap daerah di Indonesia untuk mendapatkan informasi yang positif melalui dunia internet.

Menurut Rudiantara, bahwa koneksi internet di wilayah luar pulau Jawa Lebih lambat dan lebih mahal. “Kecepatan akses di ujung Timur Indonesia bisa 20 kali lebih lambat namun harganya bisa lebih mahal. Dan ini menjadi masalah bangsa, masalah kita bersama. Untuk itu kita  butuh “tol informasi: yang akan mendekatkan semua wilayah NKRI,” paparnya

Pria yang kerap disapa Chief RA ini menyadari lebih dari 500 kabupaten/kota di NKRI, yang sudah terhubung broadband atau pita lebar baru sekitar 400 Kab/Kota. Dari sisanya, hanya setengahnya yang disanggupi dibangun oleh  operator. Setengah lagi, dianggap tidak menguntungkan secara keuangan oleh operator.

“Oleh karena itu, pemerintah mengambil kebijakan pemihakan agar semua terhubung pitalebar pada tahun 2019, maka Proyek Palapa Ring akan membangun pita lebar di 57 kabupaten dan kota yang ditidak dibangun oleh operator,” tuturnya.

Ia juga mengungkapkan, selain proyek Palapa Ring sebagai metastruktur, saat ini pemerintah dalam hal ini Kemkominfo juga tengah berupaya keras merampungkan sejumlah program kunci antara lain Desa Broadband, Migrasi televisi analog ke digital, hingga sejuta nama domain untuk pemberdayaan UKM dan dunia pendidikan.

“Kita juga tengah mengembangkan penguatan sistem penapisan konten-konten  internet bermuatan negatif, sebuah ihktiar agar anak-anak bangsa kita tidak terpapar informasi elektronik bermuatan kekerasan, pornografi, terorisme, dan muatan kebencian bernuansa SARA,” ungkap Rudiantara

Disamping itu, Menteri Rudiantara juga mengatakan Kemkominfo sedang bahu membahu bersama kementerian dan lembaga lainnya untuk menyelesaikan peta jalan e-Commerce Nasional, sembari menuntaskan Gerakan Nasional 1.000 Starup.