Telko.id – Merger Indosat dan Tri telah resmi dilakukan pada medio September lalu. Perusahaan gabungan keduanya akan bernama PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (Indosat Ooredoo Hutchison).
Menurut Kamilov Sagala, SH, MH, Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi pada diskusi yang digelar oleh Indonesia Technology Forum (ITF) bersama media pada Jumat (8/10), konsolidasi bukan hal baru di industri telekomunikasi yang perkembangannya sangat cepat. “Bukan hitungan tahun lagi, tapi bulan,” ujarnya menggambarkan pesatnya kemajuan teknologi industri ini.
Ia melihat di negara-negara seperti Indonesia yang geografisnya sangat luas membuat pembangunan infrastruktur menjadi tantangan yang amat besar. “Berbeda dengan India atau China,” katanya. Tingginya tantangan ini berisiko pada besarnya pembiayaan infrastruktur dan industri telekomunkasi merupakan bisnis yang padat modal.
Di sisi lain dibutuhkan sebuah industri yang sehat. “Industri sehat terjadi kalau layanan masyarakatnya baik,” ujar mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu.
Proses merger Indosat dan Tri, sebagai contoh bahwa merger adalah keniscayaan untuk mewujudkan industri yang sehat. Ia mencontohkan di Malaysia bagaimana Celcom berkolaborasi dengan Digi pada pertengahan tahun 2021. Kemudian di India pada tahun 2020, Vodafone merger dengan Airtel. Konsolidasi dua perusahaan dari dua contoh ini mengubah peta industri menjadi lebih baik dan pemanfaatan frekuensi yang lebih optimal.
Pelanggan Tak Perlu Bingung!
Kamilov setuju bahwa hasil merger Indosat dan Tri ini diharapkan dapat menciptakan industri telekomunikasi digital kelas baru di indonesia. Bukan tidak mungkin buah konsolidasi ini mampu mempercepat transformasi digital yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.
Langkah strategi merger Indosat dan Tri ini hendaknya tidak membuat bingung para pelanggan, sebab sejatinya merekalah yang diuntungkan. Dengan bergabungnya sumber daya dan servis yang dimiliki keduanya maka kebutuhan pelanggan lebih terakomodir. Cakupan wilayah layanan pun kian meluas.
Hadirnya Indosat Ooredoo Hutchison sebagai hasil merger Indosat dan Tri ini membuat persaingan antaroperator seluler makin hidup dan mereka akan berlomba menarik pelanggan dengan beragam suguhan layanan. Sebuah keuntungan besar dari sisi pelanggan dengan pilihan yang semakin mudah.
Secara umum, Kamilov mencermati ada dua keuntungan yang diperoleh pelanggan, antara lain yakni pelanggan mudah mendapatkan layanan di suatu daerah. Daerah yang dulu tidak terjangkau oleh operator pilihannya, karena kolaborasi maka dapat memanfaatkan jaringan yang dimiliki oleh operator hasil kolaborasi. Hal ini juga dapat membuka peluang memperoleh pelanggan baru.
Pelanggan mendapatkan pilihan tarif terbaik dan terjangkau, di mana muncul berbagai varian tarif misalnya untuk pebisnis, mahasiswa atau pelajar, maupaun masyarakat lepas lainnya.
Namun, untuk memberikan pilihan terbaik bagi pelanggan juga penting diperhatikan aspek kualitas layanan atau quality of services (QoS). “Jika layanannya ditingkatkan akan menghasilkan pelanggan yang setia,” kata Kamilov.
Ia bahkan sangat yakin tidak mungkin terjadi churn oleh pelanggan jika kualitas pelayannya memuaskan. Pelanggan eksisting juga tidak perlu panik karena identitas nomornya akan berubah. Operator telah mengantisipasi dan menjaga benar hal tersebut. Biasanya, menurut Kamilov, pemakaian aplikasi yang menggunakan nomor pelanggan tidak akan berubah.
Manfaat Bagi Industri
Penggabungan bisnis operator seluler juga sebuah upaya untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang terjadi hari ini dan mendatang. Dengan hadirnya teknologi 5G, merger menjadi sebuah kebutuhan karena investasi kian besar akibat nilai frekuensi makin tinggi dan ketersediannya terbatas.
Hadirnya merger bisa memaksimalkan frekuensi yang tersedia saat ini. “Idealnya cukup 3—4 operator saja yang bermain sehingga tercipta iklim kompetisi yang lebih baik,” kata pria yang selama lebih 15 tahun berkecimpung di dunia telekomunikasi itu.
Kamilov menambahkan bahwa saat ini merupakan momentum yang tepat bagi operator untuk saling konsolidasi. Terlebih payung hukumnya sudah ada lewat UU No. 11/2020 Cipta Kerja dan PP No.46 tahun 2021 terkait Postelsiar sangat mendukung kebutuhan industri telekomunikasi yang bergerak sangat cepat.
Upaya konsolidasi ikut mempercepat tugas pemerintah menyediakan jaringan di berbagai wilayah yang belum terkoneksi. Apalagi Indosat Ooredoo dan H3I selama ini dikenal melakukan ekspansi. “Yang saya tahu seperti Tri misalnya malah hadir di 13 kota yang pertumbuhannya bahkan melebihi operator lain,” jelasnya.
Artinya, dengan rapor pertumbuhan pemanfaatan frekuensi tersebut oleh masing-masing akan mempermudah evaluasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Dengan kata lain jika iklim yang dibentuk oleh operator yang berkonsolidasi baik dan bermanfaat bagi masyarakat, maka merger adalah pintu menjaga keberlangsungan sebuah bisnis.
Karena itu pula sesungguhnya tidak diperlukan lagi refarming. “Sebenarnya kalau dilihat, ‘refarming’ itu sudah terjadi dengan sendirinya,” kata Kamilov. Juga sangat tidak beralasan jika frekuensi harus dikembalikan kepada pemerintah. Kecuali jika penggunaannya kurang baik. Selama baik dan berkembang, tidak ada alasan pengembalian.
Tak kalah pentingnya konsolidasi operator akan membuat iklim persaingan justru semakin kompetitif. Siapa yang menguasai teknologi, meningkatkan terus pelayanan terbaik bagi pelanggan dan menawarkan tarif yang lebih terjangkau, akan menjadi pemimpin pasar.
“Potensi jumlah pelanggan bisa mendekati Telkomsel, tidak perlu menunggu hitungan tahun. Industri ini bergerak sangat cepat, hitungan bulan sudah bisa terlihat. Total penggbungan 104 juta pelanggan bisa melejit seiring dengan peningkatan pelayanan yang akan berefek pada peningkatan pendapatan operator,” ungkap Kamilov. (Icha)