Telko.id – Konsep Loon Project milik Google memang memberikan wacana baru untuk mempercepat penetrasi telekomunikasi, terutama di wilayah pinggiran atau pedesaan. Selain jangkauannya luas, untuk mengimplementasikan juga membutuhkan waktu yang pendek.
Bayangkan, untuk menerbangkan balon yang nantinya akan berfungsi sebagai ‘BTS terbang’ terbang itu hanya membutuhkan waktu dibawah 30 menit. Seperti yang sempat diberikan oleh engadget yang menyaksikan penerbangan balon Google ini di Puerto Rico.
Namun, tidak semua Negara serta merta memperbolehkan project loon ini beroperasi. Sederet aturan dan kerjasama yang perlu dipenuhi oleh Google. Mengapa?
Ya, project loon ini akan mempengaruhi para operator yang sudah ada dan tentunya memiliki ijin frekuensi. Hal ini berlaku di semua Negara. Itu sebabnya, jika Google tiba-tiba hadir maka akan ‘mengganggu’ bisnis dari para operator tersebut. Tak pelak, berbagai halangan pun kerap dihadapi oleh Google.
Seperti di Sri Lanka. Pemerintah di sana mengharuskan Google untuk memberikan share pada pemerintah yang nantinya, pemerintah akan memberikannya pada operator. Setidaknya, operator akan mendapatkan share 10%.
Lain lagi dengan di India. Pemerintah di Negara yang memiliki wilayah yang begitu luas dan pertumbuhan telekomunikasinya cukup besar ini, mengharuskan Google untuk memilih operator untuk diajak kerjasama dalam rangka melakukan test loon project ini.
Menurut sumber resmi pemerintahan, seperti yang dikutip dari indian express bahwa Google ingin menguji Project Loon yang mahal di band spektru yang langka juga. Itu sebabnya, Google diminta untuk bermitra dengan operator telekomunikasi yang dapat memenuhi kebutuhan dalam melakukan uji coba.
Jika Google memilih untuk melakukan ujicoba dengan Bharat Sanchar Nigam Limited atau sering disebut dengan BSNL yang merupakan perusahaan telekomunikasi milih pemerintah India dan berkantor pusat di New Delhi, India ini maka perlu melakukan pendekatan untuk menyelesaikan masalah spectrum yang akan digunakan. Lalu, perlu juga diperhatikan masalah keamanannya sampai batas tertentu.
Di Indonesia, implementasi project loon ini juga tidak mudah. Pasalnya, beberapa waktu lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara secara tegas mengatakan tidak akan memberikan frekuensi pada Google. Artinya, kerjasama yang sempat ditandatangani oleh tiga operator besar Indonesia di Amerika beberapa waktu lalu.
Namun, dalam perjalannnya, masih banyak yang perlu dilakukan. Bahkan untuk melakukan ujicoba banyak variable yang perlu diperhatikan. Seperti yang dikatakan oleh Alexander Rusli saat menjawab pertanyaan Telko.id. “Jangan dibayangkan test loon project ini simple. Ada ribuan variable dan scenario yang harus di test”.
Telkomsel sudah lebih jelas dalam rangka uji coba Project Loon ini. Di mana dalam siaran press nya sesaat setelah penandatanganan kerjasama, operator plat merah ini sudah menyatakan bahwa uji coba teknis akan menggunakan frekuensi 900 MHz milik Telkomsel, dan berlangsung selama satu tahun di 2016, di lima titik di atas Sumatera, Kalimantan dan Papua Timur.
Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah mengatakan, “Telkomsel melihat Project Loon sebagai salah satu inovasi teknologi terkini yang dapat bermanfaat untuk memperluas penyebaran Internet di daerah-daerah yang sulit terjangkau dan memiliki kerapatan penduduk (densitas) yang rendah. Hal ini diharapkan dapat melengkapi jaringan Telkomsel yang saat ini sudah tersebar ke berbagai wilayah di Indonesia, sehingga lebih banyak lagi masyarakat Indonesia yang dapat menikmati layanan mobile broadband yang berkualitas.”
Ririek menegaskan hadirnya Project Loon saat ini masih sebatas uji coba teknis dan belum ada kesepakatan secara komersial dengan pihak Telkomsel. Uji coba teknis ini pun merupakan kesempatan yang baik bagi Telkomsel untuk meninjau teknologi terbaru Google dalam upaya memberikan layanan Internet ke pelanggan dimanapun mereka berada. Penyediaan mobile broadband sampai ke penjuru tanah air hingga ke pelosok dipercaya akan bermanfaat bagi masyarakat seperti membuka akses pendidikan, budaya dan peluang ekonomis.
Selama masa uji coba teknis ini, akses Internet melalui Project Loon berada sepenuhnya dalam kontrol Telkomsel melalui infrastruktur backbone yang dimiliki Telkomsel atau Telkom seperti SMPCS (Sulawesi Maluku Papua Cable System).
Balon Project Loon terbang sekitar 20 kilometer di atas permukaan Bumi di bagian stratosfer. Angin di stratosfer telah terstratifikasi secara tetap dan setiap lapis angin memiliki kecepatan dan arah yang bervariasi. Dengan bergerak mengikuti angin, balon-balon dapat diatur untuk membentuk satu jaringan komunikasi yang sangat besar.
Google sendiri berharap dapat mengerahkan balon ini dalam beberapa waktu di tahun 2016 di wilayah Amerika Latin, Afrika Barat dan Asia. (Icha)