Telko.id – Salah satu hasil dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bakrie Telecom yang dilakukan pada 28 April 2016 lalu adalah untuk menerbitkan obligasi konvertibel senilai 56% dari saham di perusahaan, yang kemudian akan dibagi ke 50 krediturnya. Kreditur dari Bakrie Telecom yang paling besar adalah Huawei.
Bakrie Telecom yang dulu merupakan operator CDMA ini pun berencana untuk membayarkan hutangnya pada Huawei dengan memberikan obligasi sebesar 9% dari total Obligasi konvertibel yang bernilai sekitar Rp7 triliun atau setara US$530.5 juta, dengan harga per sahamnya Rp200, empat kali lebih tinggi dari harga perdagangan perusahaan saat ini. Selain itu, yang kebagian obligasi adalah operator menara telekomunikasi independen Indonesia Protelindo dan SUPR yang akan menerima saham senilai masing-masing 7% dan 6,8%.
Dalam RUPSLB tersebut perusahaan juga menyetujui untuk melakukan penerbitan saham baru di harga Rp200 melalui Obligasi Wajib Konversi (OWK) dengan mekanisme Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD). Hasil dari penerbitan saham tersebut digunakan untuk pembayaran utang sebesar Rp7,6 triliun. Hal ini merupakan implementasi Perjanjian Perdamaian antara BTEL dan para krediturnya yang disepakati pada tanggal 8 Desember 2014 lalu.
Namun, Huawei sendiri masih belum menyetujui langkah yang akan dilakukan oleh Bakrie Telecom tersebut. “Kami sedang mereview penawaran dari Bakrie Telecom tersebut. Dan kami sampai saat ini belum menjadi share holder dari Bakrie Telecom,” ujar Yunny Christine, Senior Corporate Communication Manager Public Affairs and Communications Department Huawei Tech Investment, menjelaskan.
Ditambahkan juga oleh Yunny bahwa sampai saat ini, Huawei masih fokus untuk bermain di bisnis nya yang saat ini digeluti yakni sebagai perusahaan ICT. Belum ada pembicaraan untuk menjadi operator. (Icha)