Telko.id – Permasalahan Huawei mengenai tenaga kerja seakan tidak ada habisnya. Setelah beberapa tahun silam mereka terganjal mengenai legalitas pekerja asingnya, dan beberapa hari lalu dihebohkan dengan pengrebekan karyawan ilegal mereka, Huawei kembali dengan sebuah kontroversi baru.
Menurut data, Huawei memiliki banyak proyek dengan para operator di Indonesia pada tahun 2015 ini. Huawei juga mendominasi pengerjaan infrastruktur telekomunikasi dari empat operator di Indonesia.
Keempat operator tadi ialah XL Axiata, Huchtison 3, Indosat Ooredoo serta Telkomsel. Huawei menjadi vendor bagi infrastruktur keempat operator tersebut dari Sabang sampai dengan Merauke.
Berkaca dari hal ini, bisa dibayangkan berapa pundi-pundi uang yang dihasilkan oleh vendor asal Tiongkok tersebut dari tanah Indonesia. Lantas bagaimana dengan karyawan lokal yang bekerja disana?
Berdasarkan laporan dari tenaga lokal yang bekerja disana, mereka tidak diperlakukan secara baik oleh pihak management Huawei. Bahkan, mereka merasa terjadi ‘barrier’ antara pekerja lokal dan pekerja asal Cina. Mulai dari penghasilan sampai dengan sarana antar jemput.
Terlebih, setiap tahun managemen HR Huawei memberlakukan sebuah policy yang mengharuskan mereka memberhentikan karyawan mereka sebanyak 20% dan menggantinya dengan yang baru.
Policy ini nampaknya tidak bersahabat dengan tenaga lokal Indonesia. Pasalnya, mayoritas yang diberhentikan oleh Huawei adalah karyawan lokal.
Apalagi jika berkaca dari Peraturan Menteri Ketenagakerjaan perihal Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing menyebutkan, “Pemberi kerja TKA (Tenaga Kerja Asing) yang memperkerjakan 1 (satu) orang TKA harus menyerap TKI sekurang-kurang nya 10 (sepuluh) orang pada perusahaan pemberi kerja TKA.”
Huawei sejatinya tidak melakukan hal ini. Menurut karyawan lokal tadi, Jumlah karyawan Huawei saat ini mencapai lebih dari 4000 karyawan, namun hanya sekitar 2.500 karyawan lokal yang ada di perusahaan tersebut dan 70-75 % dari mereka ialah karyawan kontrak atau outsoursing.
Melihat kejadian ini, bukan hanya mereka tidak mengindahkan peraturan keimigrasian saja, melainkan mereka juga tidak mematuhi peraturan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.
Padahal, jika dilihat dari proyek mereka, tercatat XL Axiata, Huchtison 3 serta Indosat Ooredo menjadi pelanggan paling besar mereka.
Terutama bagi XL, sekitar 90% proyek infrastruktur mereka di Indonesia di kerjakan oleh Huawei. Bisa dihitung seharusnya berapa banyak tenaga kerja Indonesia yang mampu diserap jika berkaca pada peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
Belum lagi apabila nanti XL menang dalam proyek Palapa Ring yang digelar pemerintah. Tentunya akan semakin banyak uang yang dihasilkan oleh Vendor China ini di bumi Ibu Pertiwi.
Lantas, Siapa yang harus dipersalahkan? Apakah Pemerintah sebagai regulator? Ataukah operator sebagai Pelanggan mereka? Atau justru masyarakat kita yang tidak mampu bersaing dengan tenaga Asing? Itu semua tergantung dari sudut pandang mana kita melihat kasus ini.