Telko.id, Jakarta – Menkominfo Rudiantara angka bicara terkait keinginan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawasi Netflix, Youtube dan layanan streaming video lainnya di internet.
Menurut Rudiantara, seperti dikutip Telko.id dari keterangan resminya, Senin (12/8/2019), saat ini belum ada aturan yang bisa menjadi dasar KPI melakukan pengawasan tersebut.
Menkominfo menilai jika Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengatakan jika cakupan KPI adalah mengawasi layanan siaran gratis atau free to air seperti Stasiun Televisi dan Radio.
“Sebetulnya kalau kita bicara KPI, mereka ada dalam konteks Free to Air mengacu pada undang-undang penyiaran. Dimana undang-undangnya nya sendiri belum direvisi,” kata Rudiantara di Jakarta, Senin (12/08/2019)
“Saya belum bicara detail mengenai yang masalah dengan KPI soal masalah ini,” tambah Rudiantara.
{Baca juga: Menkominfo Lantik Komisioner KPI Periode 2019-2022}
Ia membuka kesempatan tim dari Komisi Penyiaran untuk berdiskusi dengan Kominfo mengenai pengawasan KPI di layanan streaming film. Apalagi selama ini mereka hanya melakukan pengawasan konten di televisi dan radio saja sesuai undang-undang.
“Kalau mereka ada dalam konteks undang-undang penyiaran. Tapi nanti kita duduk lah kita sama-sama cek bagaimana caranya,” tutur Rudiantara.
Terakhir jika nantinya Komis Penyiaran benar-benar bisa melakukan pengawasan, Menkominfo ingin agar KPI harus melakukan pengawasan berdasarkan hukum yang berlaku.
“Sebetulnya yang diinginkan untuk mengawasi konten Netflix itu movie sebetulnya. Harus jelas jangan sampai nanti dilakukan tapi kedudukan hukumnya tidak jelas. Malah jadi polemik nanti,” tutup Rudiantara.
{Baca juga: Malaysia akan Tarik Pajak ke Netflix, Spotify dkk}
Sebelumnya Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo mengatakan jika KPI ingin melakukan pengawasan terhadap layanan streaming video seperti Netflix dan Youtube. Hadi menilai jika konten-konten video di platform tersebut sudah melampaui batas.
“Perlu Harus diawasi, Banyak yang kebablasan. Kalo Netflix mah kenapa perlu diawasi karena ini masalah tata niaga program. Yang masuk ke Indonesia tetapi tidak memberikan kontribusi kepada devisa negara,” tutur Mulyo Hadi. [NM/HBS]