Telko.id – PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) membantah semua tuduhan investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan kartel dalam penetapan bunga pinjaman pada periode 2020-2023.
Bantahan tersebut disampaikan kuasa hukum Amartha, Harry Rizki Perdana, dalam sidang Perkara Dugaan Pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5/1999 di KPPU, Kamis (11/9/2025).
Harry menegaskan bahwa Amartha merupakan penyedia layanan keuangan yang fokus pada pemberdayaan perempuan di perdesaan, mirip dengan model Grameen Bank di Bangladesh.
“Fokus Amartha adalah pada pembiayaan produktif melalui modal kerja untuk usaha ultra mikro dan UMKM, khususnya perempuan di perdesaan. Hal ini juga tadi mencuat dalam persidangan, karena seharusnya dibedakan antara pembiayaan produktif dengan konsumtif,” ujarnya.
Baca juga :
– Amartha Financial Resmi Lahir, Hadirkan Layanan Keuangan Digital di 50.000 Desa
– Amartha Dorong Literasi dan Pendidikan Perempuan Melalui Beasiswa STEAM
Investigator KPPU mendalilkan dugaan pelanggaran berdasarkan Pedoman Perilaku Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang mengatur batas atas bunga P2P lending.
Pedoman tersebut menetapkan batas bunga sebesar 0,8% per hari yang kemudian turun menjadi 0,4% per hari di 2021. Investigator menafsirkan hal ini sebagai bentuk perjanjian bersama dalam mengatur harga (price fixing).
Namun, Harry membantah tafsiran tersebut. Menurutnya, Pedoman Perilaku AFPI tidak dapat dijadikan bukti perjanjian kartel karena tidak ada kesepakatan sukarela untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
“Pedoman Perilaku AFPI disusun dan dirancang sesuai arahan dalam surat edaran OJK saat itu, yang salah satu poinnya adalah larangan bagi para anggota AFPI untuk melakukan predatory lending,” ungkap Harry.
Harry menjelaskan bahwa pedoman tersebut merupakan bentuk kepatuhan terhadap Peraturan OJK Nomor 77/2016 dan collective action dari AFPI dan OJK untuk mengisi kekosongan regulasi.
Tujuannya adalah melindungi konsumen dari maraknya praktik layanan pinjol ilegal dan tidak beretika.
Lebih lanjut Harry menegaskan bahwa Pedoman Perilaku AFPI tidak menghalangi atau membatasi persaingan usaha di industri P2P lending. Penetapan batas atas suku bunga dalam pedoman bukan merupakan kewajiban penyeragaman harga.
Para anggota AFPI dapat menentukan secara mandiri dan independen besaran suku bunga atau manfaat ekonomi yang diberikan kepada konsumennya.
“Sebagai contoh, Amartha konsisten menerapkan suku bunga sekitar 2% per bulan sejak 2018 sampai dengan 2023. Artinya, Amartha tidak mengikuti batas maksimum yang ditetapkan dalam Pedoman Perilaku AFPI karena tingkat bunganya jauh di bawah itu,” tegas Harry.
Harry juga menyoroti struktur pasar fintech lending di Indonesia yang tidak menunjukkan pola pasar terkonsentrasi atau oligopoli. Mengutip rilis KPPU, empat besar pemain P2P lending hanya memiliki total pangsa pasar 40%.
Berdasarkan data ini, struktur pasar fintech lending Indonesia lebih mendekati kategori persaingan efektif.
“Lagipula, jumlah perusahaan yang menjadi terlapor sangat banyak, 97 perusahaan. Bagaimana mungkin membuat kesepakatan kalau pemainnya sangat banyak,” tandas Harry.
Perkara ini merupakan bagian dari pengawasan KPPU terhadap industri fintech lending yang tengah berkembang pesat di Indonesia. Sidang akan terus berlanjut untuk mengkaji lebih dalam dugaan pelanggaran yang diajukan investigator.
Amartha sendiri telah beroperasi selama 15 tahun dengan fokus pada pembiayaan produktif untuk sektor ultra mikro dan UMKM.
Perusahaan ini dikenal dengan pendekatannya yang memberdayakan perempuan pengusaha di daerah perdesaan melalui skema pembiayaan yang terjangkau dan berkelanjutan.
Industri P2P lending di Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dengan nilai transaksi yang terus meningkat.
Regulasi dari OJK dan pedoman dari AFPI ditujukan untuk melindungi konsumen sekaligus menjaga kesehatan industri.
Perkembangan sidang ini akan menjadi perhatian banyak pihak, mengingat dampaknya terhadap masa depan regulasi dan praktik bisnis di industri fintech lending Indonesia.
KPPU diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil dan berdasarkan bukti-bukti yang kuat. (Icha)