Telko.id – Indonesia perlu laptop buatan lokal dalam jumlah banyak. Hal ini terkait dengan adanya program digitalisasi sekolah untuk jenjang PAUD, SD, SMP, dan SMA pada tahun 2021 ini yang akan mengirimkan 190.000 laptop ke 12.000 sekolah dengan anggaran Rp1,3 triliun.
Sebanyak 100% dari anggaran tersebut dibelanjakan untuk laptop buatan lokal atau produk dalam negeri (PDN) dengan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Nadiem juga menekankan bahwa Kemendikbudristek akan terus melakukan pembelanjaan PDN di tahun-tahun berikutnya.
“Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan Rp2,4 triliun untuk Dana Alokasi Khusus Pendidikan tahun 2021 di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota untuk pembelian 240.000 laptop. Sehingga kami mendorong komitmen pemerintah daerah dan dinas pendidikan untuk meningkatkan pembelanjaan PDN di bidang pendidikan,” lanjut Nadiem.
Peluang ini menjadi tantangan bagai pabrikan lokal untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri tersebut, terutama untuk dunia pendidikan. Sehingga Laptop Buatan lokal bisa menjadi tuan di negaranya sendiri.
Saat ini permintaan produk laptop di Indonesia sekitar 3 juta unit per tahun. Sayangnya, produk lokal atau laptop buatan lokal hanya memenuhi kebutuhan pasar 5% saja. Sisanya adalah produk impor.
Itu sebabnya, Pemerintah terus mendorong belanja produk dalam negeri (PDN) di sektor pendidikan khususnya produk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Saat ini, belanja pemerintah pada bidang TIK masih rendah jika dibandingkan dengan produk impor. Untuk meningkatkan penggunaan produk TIK dalam negeri pada bidang pendidikan, pemerintah telah menetapkan target Rp 17 triliun pada tahun 2024.
“Pemerintah tengah berupaya membangkitkan industri TIK dalam negeri melalui berbagai program, antara lain (1) penyediaan akses pasar, (2) akses permodalan, (3) peningkatan kapasitas SDM, bekerja sama dengan sekolah vokasi dan perguruan tinggi, dan (4) penyerapan PDN melalui pengadaan barang/jasa pemerintah,” jelas Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut menambahkan bahwa pemerintah juga telah menyediakan fasilitas sertifikasi TKDN gratis menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 112 miliar bagi produk dengan proyeksi nilai TKDN diatas 25 persen, dengan maksimal 8 jenis produk per industri.
“Kita semua harus bangga atas peralatan TIK yang diproduksi oleh anak bangsa. Kita harus menjadi penggerak kemajuan negeri kita sendiri,” pungkas nya.
Sementara itu Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menjelaskan bahwa melalui Merdeka Belajar yang merupakan gerakan peningkatan kualitas pendidikan Indonesia, salah satu upaya yang dilakukan adalah penggunaan produk dalam negeri khususnya bidang teknologi pada sektor pendidikan.
“Kemendikbudristek terus mendorong penggunaan Produk Dalam Negeri dalam upaya digitalisasi sekolah untuk mewujudkan infrastruktur kelas dan sekolah masa depan. Ini adalah salah satu langkah strategis kami dalam mewujudkan visi Merdeka Belajar, yaitu pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia,” ungkap Nadiem.
Saat ini, beberapa perguruan tinggi juga sedang merancang dan mengembangkan komponen TIK dalam negeri beserta industrinya. ITB, ITS, dan UGM telah membentuk konsorsium dan menjalin kerja sama dengan industri TIK dalam negeri untuk memproduksi laptop buatan lokal yang disebut laptop “Merah Putih”. Kemendikbudristek juga memastikan produsen laptop PDN untuk melibatkan peserta didik SMK dalam praktik perakitan dan menjadi tenaga after sales service TIK PDN.
Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, sampai saat ini produk TIK buatan industri dalam negeri sudah semakin berkembang. Hal ini merupakan hasil dari upaya pemerintah dalam memacu investasi dan mengakselerasi pemanfaatan teknologi terkini sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Kami terus mendorong pengoptimalan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) agar dapat memberikan multiplier effect yang luas bagi perekonomian nasional, termasuk menggairahkan usaha sektor komponen pendukungnya sehingga memperkuat struktur industri manufaktur di tanah air,” paparnya.
Agus juga menegaskan, bahwa produk yang memiliki nilai penjumlahan TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) di atas 40%, telah memiliki syarat untuk wajib dibeli, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, BUMN, BUMD maupun swasta yang menggunakan APBN/APBD atau mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.
“Contohnya, untuk notebook, sudah terdapat 14 produk dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN, diproduksi oleh enam produsen di tanah air, dan delapan produk di antaranya telah memiliki nilai penjumlahan TKDN dan BMP di atas 40%,” tuturnya.
Selain itu, sudah terdapat 62 produk dalam negeri untuk Komputer Tablet yang memiliki sertifikat TKDN, yang diproduksi oleh 13 produsen lokal. Berikutnya, untuk router, sudah terdapat 4 produk dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN, diproduksi oleh empat produsen nasional, dan satu di antaranya memiliki nilai penjumlahan TKDN dan BMP di atas 40%. Ada pula desktop PC yang saat ini sudah terdapat tiga produk dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN, yang diproduksi oleh dua produsen lokal.
“Tahun ini kami juga memfasilitasi sertifikasi TKDN secara gratis untuk 9.000 produk, dengan minimal TKDN 25%. Satu perusahaan bisa difasilitasi hingga delapan sertifikasi TKDN,” ungkap Agus.
Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah telah diwajibkan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ).
Menurut Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto, hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Lalu ada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, dan Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 beserta perubahan serta turunannya .
Turunannya tersebut adalah Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 24 Tahun 2020 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Surat Edaran Bersama Kepala LKPP dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kemudian ada juga Surat Edaran Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Proses EPurchasing, dan Surat Kepala LKPP kepada Kepala BPKP Nomor 8542/KA/08/2020 tentang Pengawasan Terhadap Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Peningkatan Peran Usaha Kecil dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Menurut Roni, Data Katalog Elektronik LKPP mencatat hingga 12 Juli 2021, realisasi e-purchasing pada Katalog Elektronik bidang pendidikan tahun anggaran 2021 adalah sebesar Rp3,954 triliun. Dengan realisasi produk lokal yang dibeli sebesar 50,69% atau sebesar Rp2,004 triliun dan produk impor sebesar 49,31% atau Rp1,950 triliun.
“Sebagai aksi afirmatif untuk mendukung produk dalam negeri dalam katalog elektronik, LKPP dapat memberikan akses kepada pejabat Kemendibud Ristek dan/atau Kemenperin untuk melakukan eksekusi freeze atau unfreeze produk-produk impor yang telah tersubstitusi oleh produk dalam negeri dan/atau apabila kapasitas produksi PDN tidak mencukupi kebutuhan nasional pada Katalog Elektronik bidang Pendidikan.” Pungkas Roni. (Icha)