Telko.id, Jakarta – Facebook berencana untuk membatasi siapa-siapa saja yang bisa melakukan siaran langsung atau live di platform-nya. Hal ini sebagaimana diungkap Chief operating officer Facebook, Sheryl Sandberg.
Rencana Facebook ini, seperti diwartakan VentureBeat, dilakukan menyusul tragedi yang terjadi di Christchurch beberapa pekan lalu. Dimana seorang pria bersenjata seorang diri menewaskan 50 orang di dua masjid di Selandia Baru, sambil menyiarkan pembantaian itu.
Masih menurut Sandberg, seperti tertulis di blog, Facebook akan memantau siapa saja yang bisa “Live” di platformnya dengan mengacu pada sejumlah faktor, termasuk standar pelanggaran komunitas.
{Baca juga: Tagar #InstagramDown dan #FacebookDown Ramai di Twitter}
Terkait serangan di Christchurch sendiri, Facebook mengaku setidaknya telah mengidentifikasi lebih dari 900 video berbeda yang menunjukkan bagian dari pembantaian 17 menit dan telah menggunakan alat intelijen buatan untuk mengidentifikasi dan menghapus kelompok pembenci di Australia dan Selandia Baru.
Pekan lalu, raksasa jejaring sosial itu mengatakan telah menghapus 1,5 juta video secara global yang memiliki rekaman serangan masjid Selandia Baru dalam 24 jam pertama setelah serangan.
{Baca juga: Buntut Teror di Selandia Baru, Facebook Ditinggal Pengiklan}
Awal pekan ini, salah satu kelompok utama yang mewakili Muslim di Prancis mengatakan mereka menggugat Facebook dan YouTube, menuduh keduany menghasut kekerasan dengan mengizinkan streaming video.
Perdana Menteri Selandia Baru turut mengecam perusahaan-perusahaan media karena ikut tidak bertanggung jawab terkait konten. Bank-bank langsung menarik iklan dari Facebook dan Google.