spot_img
Latest Phone

OpenAI Siapkan Browser dengan AI, Saingan Google Chrome

Telko.id - OpenAI sebagai induk perusahaan dari ChatGPT sedang...

TECNO Luncurkan POVA 7 Series, Desain Futuristik dan Performa Gaming AI

Telko.id - TECNO resmi meluncurkan POVA 7 Series di...

Google Akhirnya Gabungkan Android dan ChromeOS, Apa Kelebihannya?

Telko.id - Google secara resmi mengonfirmasi rencana besar mereka...

Garmin Venu X1 Resmi Dirilis: Smartwatch Teringan dengan Layar 2 Inci

Telko.id - Garmin Indonesia secara resmi meluncurkan Venu X1,...

OPPO Reno14 Pro Berbekal MediaTek Dimensity 8450, Performa Lebih Cepat

Telko.id - OPPO resmi memperkenalkan Reno14 Pro sebagai smartphone...

ARTIKEL TERKAIT

Revisi UU Penyiaran 2002 Mendesak untuk Hadapi Tantangan Digital

Telko.id – Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dinilai mendesak untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi digital dan menciptakan ekosistem media yang adil.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Imam Sudjarwo, dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Regulasi Platform Digital” di Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Imam menegaskan, UU Penyiaran yang berlaku saat ini sudah tidak relevan setelah 23 tahun diberlakukan. “Undang-undang ini sudah usang dan tidak mampu menjawab tantangan kekinian,” ujarnya.

Ia menyoroti tiga faktor utama: tekanan ekonomi pada media konvensional, penurunan belanja iklan, dan dominasi platform digital yang kini menyumbang 30–40% penetrasi pasar.

Perlunya Keadilan antara Media Konvensional dan Digital

Revisi UU Penyiaran diharapkan dapat menciptakan level playing field antara media konvensional dan digital. Imam menjelaskan, platform digital seperti Meta, TikTok, dan YouTube saat ini belum tunduk pada regulasi yang sama dengan televisi atau radio. Padahal, konten mereka memiliki dampak besar pada masyarakat.

Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, mencontohkan Kanada yang telah menerapkan Online Streaming Act untuk mewajibkan platform digital tunduk pada regulasi nasional, termasuk transparansi algoritma. “Kita perlu belajar dari negara lain agar tidak tertinggal,” katanya.

Penguatan Peran KPI dan Tantangan Kebebasan Pers

Revisi ini juga bertujuan memperkuat kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mengawasi konten digital. Namun, tantangan muncul terkait potensi tumpang tindih kewenangan dengan Dewan Pers serta kekhawatiran atas kebebasan pers.

Head of Public Policy TikTok Indonesia, Hilmi Adrianto, mengkritik pendekatan one-size-fits-all. “Platform UGC seperti TikTok berbeda dengan media siaran tradisional. Kami sudah memiliki sistem moderasi sendiri,” tegasnya.

Ia menyarankan agar platform digital tetap di bawah pengawasan Kominfo dan Komite Digital Nasional (Komdigi).

Di sisi lain, DPR menekankan pentingnya pengaturan konten digital untuk mencegah hoaks dan radikalisme. Seperti halnya regulasi frekuensi 5G, kebijakan ini harus dirancang dengan cermat agar tidak menghambat inovasi.

Revisi UU Penyiaran diharapkan selesai tahun ini, dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperkuat ekosistem digital, termasuk melalui program-program seperti StuntingHub dari Telkom. (Icha)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

ARTIKEL TERBARU