Telko.id – Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara diminta untuk tegas kepada operator yang kepemilikan sahamnya dikuasai oleh pihak Asing dalam urusan pembangunan infrastruktur untuk remote area.
Sejauh ini, pembangunan infrastrktur Telekomunikasi di Daerah Terluar Indonesia hanya dilakukan oleh BUMN Telekomunikasi yakni Telkom Group.
Pekan lalu, pada saat Komisi I DPR RI memanggil Menkominfo, Rudiantara serta para operator terkait polemik Revisi PP 52 dan 53 tahun 2000 serta rencana penurunan tarif interkoneksi. Dalam pemanggilan tersebut, juga dibahas mengenai kewajiban setiap operator untuk membangun jaringan di wilayah terluar untuk menjaga kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Wakil Ketua Desk Ketahaan dan Keamanan Cyber Nasional, Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Ir Prakoso, menegaskan jikalau Menkominfo harus bertindak tegas kepada para operator untuk menyelenggarakan pembangunan jaringan di wilayah terpencil.
Padahal, dalam pasal 28F UUD 1945 dijelaskan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
“Jika perusahaan telekomunikasi yang mayoritas sahamnya dimiliki asing tak mau membangun di daerah terpencil, lalu bagaimana pemerintah bisa memenuhi hak mereka. Selama ini Menkominfo tidak pernah tegas kepada perusahaan telekomunikasi asing tersebut,”kata Prakoso.
Prakoso juga menganggap bahwa Menkominfo tidak mengerti filosofi UU RPJM 2015 – 2019 serta prinsip dasar UU Telekomunikasi No 36 tahun 1999 dan Rencana Pitalebar Indonesia tahun 2014 – 2019.
Di dalam pasal 16, UU Telekomunikasi No 36 tahun 1999 ditulis dengan jelas bahwa setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal. Namun kenyataannya para operator yang sahamnya dimiliki oleh asing ini hanya mengambil keuntungan bisnis saja di Indonesia. Tanpa mempedulikan nasib masyarakat Indonsia di daerah terpencil dan perbatasan.
Padahal, di dalam Rencana Pitalebar Indonesia tahun 2014 – 2019 tertulis dengan jelas bahwa pemerintah akan membangun Konektivitas Nasional yang merupakan bagian dari dari konektivitas global. Tujuannya agar pelayanan dasar telekomunikasi ini dapat dinikmati oleh masyarakat di daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan.
Sejauh ini, terlihat hanya Telkom dan Telkomsel yang memiliki komitmen yang sangat tinggi dalam membangun jaringan. Komitmen ini dibuktikan dengan mereka yang mau membangun tak hanya di daerah yang menguntungkan saja tetapi juga di daerah terpencil yang selama ini tidak menguntungkan. Hal itu diungkapkan oleh Dr. Evita Nursanty, Msc. selaku anggota Komisi 1 DPR RI.
“Kita berharap komitmen yang sama juga akan diikuti oleh operator-operator lainnya,”terang Evita.
Program Palapa Ring yang rencananya rampung pada tahun 2019 mendatang sangat diharapkan dapat mengatasi permasalahan minimnya akses internet di wilayah-wilayah terluar di Indonesia.
Kominfo sendiri bukan tanpa solusi, setidaknya dengan program network sharing yang digagas pemerintah dapat menurunkan jumlah wilayah Indonesia yang belum tercover sarana telekomunikasi. Namun tentunya hal ini juga perlu diiringi oleh pembangunan jaringan dari seluruh operator telekomunikasi agar tidak menjadi beban bagi operator lainnya.
Sebelumnya, Menkominfo sempat merencanakan untuk merevisi PP Nomor 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan perubahan terhadap PP Nomor 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
Revisi PP ini sejatinya akan semakin menguatkan skema active network sharing untuk percepatan pita lebar di Indonesia sekaligus memberikan efisiensi untuk industri Telekomunikasi di Indonesia. Namu, pihak operator tetap tidak bisa melupakan kewajiban mereka untuk membangun jaringan sebagaimana tertuang dalam pasal 16, UU Telekomunikasi No 36 tahun 1999.