spot_img
Latest Phone

Moto g86 Power 5G: Spek Lengkap dengan Harga Terjangkau

Telko.id - Smartphone terbaru dari Motorola akan segera diluncurkan....

Apple Kembangkan Chatbot AI Sendiri, Saingan ChatGPT

Telko.id – Perusahaan teknologi besar Apple, mulai bergerak mengembangkan...

Pendapatan Apple Naik 10%, Penjualan iPhone Tembus 3 Miliar Unit

Telko.id - Apple mengumumkan hasil keuangan kuartal III 2025...

ASUS Zenbook S16 OLED, Tipis dengan Performa AI Terbaik

Telko.id - ASUS resmi meluncurkan Zenbook S16 OLED (UM5606WA)...

ROG Phone 9 Series Tawarkan Bonus Eksklusif dan Diskon Hingga Rp2,99 Juta

Telko.id - ASUS Republic of Gamers (ROG) menghadirkan promo...
Beranda blog Halaman 1515

ITU Rangkul Banyak Pihak Untuk Tentukan Standarisasi 5G

0

Telko.id – International Telecommunication Union atau ITU bersama dengan International Mobile Telecommunication (IMT) melakukan pertemuan dalam ITU R Working Party 5D di Beijing, Republik Rakyat Cina beberapa waktu lalu. Pertemuan ini bertujuan untuk melakukan pengembangan IMT 2020, standard untuk sistem mobile 5G.

Ini adalah pertemuan pertama ITU-R Partai Kerja 5D menyusul keputusan dari World Radio Communication Conference 2015 (WRC-2015). Tujuan dari pertemuan ini antara lain untuk mengidentifikasi dan menyelaraskan spektrum dalam mengoperasi sistem IMT di pita frekuensi di bawah 6 GHz. WRC-15 juga meminta ITU-R untuk mempelajari potensi penggunaan spektrum tambahan di atas 6 GHz untuk IMT, dan hasil penelitian tersebut akan dipertimbangkan di WRC berikutnya di tahun 2019.

Saat ini, secara berkesinambungan, ITU mengajak kerjasama dengan banyak pihak. Mulai dari pemerintah, operator jaringan, produsen peralatan hingga organisasi standardisasi nasional dan regional agar memasukkan aktifitas penelitian dan pengembangan tentang IMT 2020, standard untuk sistem mobile 5G yang akan digunakan untuk komunikasi mobile broadband dalam programnya.

“Setelah ditentukan alokasi spektrum saat World Radio Communication Conference di akhir 2015, ITU kini terus bekerja sama dengan pemerintah dan industri ponsel global untuk melakukan percepatan agar visi IMT-2020 membuahkan hasil,” ujar Jenderal Houlin Zhao Sekretaris ITU menjelaskan. Selanjutnya, Houlin juga menyebutkan bahwa langkah ke depan dalam teknologi mobile 5G bertujuan untuk menghadapi paradigma baru tentang konektivitas antar manusia dan device agar lebih cerdas lagi yang meliputi big data, aplikasi, transport systems dan urban centres.”

Kolaborasi ini berhasil, di mana para anggota ITU sama-sama membawa peserta dan ahlinya untuk bekerja melakukan penelitian dan pengembangan tentang IMT-2020 dan tentu saja melakukan koordinasi tentang standarisasi internasional untuk system 5G.

“5G sudah menjadi fokus penelitian dan pengembangan di industri global,” ujar Liu Lihua, Wakil Menteri, Departemen Perindustrian dan Teknologi Informasi (MIIT) dari Republik Rakyat Cina. “Pengembangan IMT-2020 terjadi begitu cepat dan ITU-R WP5D memainkan peran penting dalam standardisasi internasional dan isu penting lain yang berkaitan dengan spektrum global terkait 5G.” Liu menambahkan bahwa MIIT telah meluncurkan uji coba R & D, yang akan mendukung teknologi kunci 5G, meningkatkan solusi teknis, dan mengembangkan standar internasional. (Icha)

Tele2 Belanda Pilih Nokia Untuk Tingkatkan Kapasitas LTE

0

Telko.id – Fenomena peningkatan kebutuhan akan data selular terjadi di seluruh dunia. Begitu juga di Belanda. Namun, di mana pun operator beroperasi yang dicari adalah efektivitas biaya dalam menggelar biaya tanpa mengorbankan kenyamanan pelanggannya. Di sisi lain, site untuk membangun sebuah BTS sering kali menjadi kendala. Itu sebabnya, small cell menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan data yang terus meningkat.

Tele2, operator di Belanda juga mengalami hal tersebut. Itu sebabnya, operator ini berencana untuk melengkapi base station makro LTE dengan small cell di beberapa hot spot penting. Baik di dalam maupun luar ruang. Terutama untuk memenuhi permintaan akan data yang terus meningkat dalam kondisi normal atau pada momen tertentu. Untuk tujuan itulah, Tele2 memilih Nokia untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

“Kami terus membangun jaringan LTE-Advanced kami dengan cepat untuk memenuhi permintaan data selular yang terus meningkat, khususnya di lokasi-lokasi sibuk dan di waktu-waktu puncak,” ujar François Mairey, CTIO Tele2 Belanda, menjelaskan.

Lebih lanjut, François menyatakan bahwa hasil yang dicapai selama ujicoba langsung sebelumnya membuktikan bahwa Flexi Zone Nokia dapat menawarkan kapasitas yang sangat cepat dan sesuai target di area-area dalam ruang dengan kepadatan tinggi, membuatnya menjadi solusi ideal untuk toko unggulan kami yang baru.

Tele2 sudah memulai penggelaran komersial base station LTE Flexi Zone untuk memberikan pengalaman pengguna yang sangat beragam di lokasi-lokasi dalam ruang dan hot spot-hot spot, serta memenuhi permintaan data selular yang terus meningkat, ketika dibutuhkan.

Solusi Flexi Zone Nokia telah terpasang di beberapa outlet baru Tele2 di Amsterdam, yang akan segera dibuka, untuk memberikan pengalaman kepada para pelanggannya saat melakukan pengujian smartphone baru dan kinerja jaringan LTE Tele2.

Flexi Zone menciptakan sebuah jaringan akses poin LTE rendah daya yang dapat dengan mudah melengkapi infrastruktur berbasis base station makro, dengan demikian dapat memberikan kecepatan broadband ultra cepat kepada para pelanggan.

Nokia menyediakan beberapa perangkat untuk kebutuhan dari Tele2 ini. Seperti base station piko dan mikro all-in-one terkecil di industri. Produk tersebut diklaim oleh Nokia sebagai satu-satunya small cell dengan kapasitas makro.

Small cell paritas makro adalah atribut unik yang terpasang di Flexi Zone hingga memungkinkan simplifikasi penggelaran HetNet. Kode piranti lunaknya sama seperti base station makro Nokia dan dapat dikelola serta dioptimalkan oleh NetAct.

“Solusi Flexi Zone kami adalah sebuah cara yang sangat hemat biaya untuk melengkapi jaringan-jaringan makro di area-area residensial dan komersial. Hal itu akan memastikan sebuah pengalaman superior saat banyak penggunaan di sebuah area,” ujar Mikko Ylä-Kauttu, Direktur Akun Belanda Nokia menjelaskan. (Icha)

Dukung IoT dan Migrasi 4G ke 5G, F5 Rilis Product Baru

0

Telko.id – Ledakan jumlah perangkat yang terhubung dalam satu waktu menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh penyedia layanan di era Internet of Things dan tentu saja 4G dan (nantinya) 5G. Di tahun 2016 saja, data memprediksi bahwa 2 miliar orang akan mengakses layanan melalui internet. Angka tersebut belum termasuk dengan perangkat dan sensor IoT yang saling berkomunikasi melalui jaringan. Masifnya konektivitas yang terjadi secara bersamaan dalam satu waktu menjadi tantangan yang kian mendesak untuk diatasi.

Menjawab tantangan tersebut, F5 Networks merilis 100 GbE VIPRION® blade Terbaru untuk Mendukung Kebutuhan konektivitas dalam Internet of Things dan Migrasi Jaringan 4G menuju 5G, di mana perangkat tersebut mampu  mengelola lebih dari 1 miliar koneksi atau 100 kali lipat lebih banyak daripada jumlah perangkat yang saat ini terhubung secara bersamaan dalam satu waktu,

Produk ini diluncurkan untuk menjawab kebutuhan perusahaan dalam menghadapi perkembangan Internet of Things (IoT), evolusi penyedia layanan menuju jaringan 5G, dan juga meningkatkan perlindungan terhadap serangan distributed denial of service (DDoS) danmalicious payloads  – serangan yang disembunyikan di dalam trafik – yang semakin masif menargetkan pengguna.

Viprion 4450 blade, mampu menjawab tantangan konektivitas dan concurrency atau mengelola koneksi yang terhubung secara bersamaan di era Internet of Things (IoT). Hal tersebut dimungkinkan karena perangkat tersebut menyediakan kemampuan untuk mengelola lebih dari 1 miliar koneksi yang terhubung secara bersamaan pada satu waktu, ketika diterapkan di sebuah F5 eight-blade chassis, dan berkat fitur dua port 100GbE serta enam port 40GbE yang ditawarkan.

Sebagai tambahan, bagi penyedia layanan khususnya, blade terbaru ini mampu mempermudah proses transisi jaringan mobile dari 4G menuju 5G, serta meningkatkan kinerja elliptic curve cryptography (ECC) dan 2K keys dengan SSL. Singkatnya perangkat ini dapat meningkatkan kinerja jaringan agar mampu menanggulangi ledakan jumlah pelanggan dan penggunaan data, seraya mewujudkan efektivitas dari penerapan DNS, IPv6 migration dan SGi firewall di ekosistem penyedia layanan.

“Portofolio yang luas dari application delivery atau pengiriman aplikasi yang ditawarkan oleh F5, sudah sejalan dengan salah satu prioritas utama dari enterprise dan penyedia layanan di era digital saat ini, yaitu menghubungkan orang, aplikasi, informasi, dan perangkat melalui infrastruktur hybrid yang skalabel dan cerdas. Perkembangan kebutuhan ini tidak hanya didorong oleh permintaan pengguna, tetapi juga didorong oleh kebutuhan dari industri vertikal seperti transportasi, kesehatan, edukasi, layanan finansial, dan bebagai sektor lainnya yang semakin ‘rakus’ dalam mengonsumsi data,” ujar Emmanuel Bonnassie, Senior Vice President, APAC, F5 Networks.

Emmanuel menambahkan, “Berangkat dari meningkatnya ketergantungan akan aplikasi dan kebutuhan untuk mampu menyesuaikan infrastruktur IT dengan kebutuhan yang semakin berkembang secara lebih cepat, F5 memastikan bahwa pengiriman aplikasi di lingkungan yang hyper-connected dapat terlaksana tanpa adanya gangguan.”

Kinerja dan skalabilitas yang tidak tertandingi untuk mendukung serta mengamankan layanan yang krusial. Tuntutan konektivitas yang disebabkan oleh berbagai perangkat yang digunakan oleh perorangan maupun bisnis, dan juga pertumbuhan dari IoT, semakin membebani kinerja jaringan penyedia layanan. Menurut IDC, sebanyak lebih dari 2 miliar orang diprediksi mengakses internet melalui perangkat mobile di tahun 2016.

“IoT mendorong terjadinya ledakan jumlah perangkat yang terhubung dengan jaringan. Oleh karena itu, penyedia layanan semakin didesak untuk mampu mengelola konektivitas yang semakin masif, mengelola ratusan juta koneksi yang terjadi secara bersamaan pada satu waktu, dan juga pertumbuhan non-stop dari signaling traffic,” ujar Robert Pizzari, Senior Director for ANZ at F5 Networks.

“Skalabilitas dan ekstensibilitas sistem, serta ekspansi kapasitas jaringan yang sedemikian besar menjadi jawaban yang dibutuhkan oleh penyedia layanan agar mampu mengelola dinamika pertumbuhan konektivitas tersebut.

VIPRION B4450 blade dan 4800 chassis menawarkan connection setup rate yang superior, mencapai 20 juta koneksi per detik (CPS). Dan, ketika dikombinasikan dengan BIG-IP Local Traffic Manager (LTM) dapat memberikan tingkat skalabilitas yang mempermudah penyedia layanan untuk migrasi jaringan 4G menuju 5G –menyediakan kemampuan untuk mengelola konektivitas yang dibutuhkan di jaringan 5G.

Selain konektivitas, keamanan juga masih menjadi salah satu prioritas utama dari penyedia layanan. Di zaman di mana serangan siber terjadi hampir terjadi setiap waktu, memiliki sistem perlindungan yang dapat berkembang seiring dengan waktu dan mampu mengetahui risiko yang timbul sebelum serangan terjadi menjadi kian krusial. F5 VIPRION 4450 blade dan pendekatanfull-proxy dari F5 BIG-IP Advanced Firewall Manager (AFM) mampu membedakan koneksi yang berpotensi bahaya dan koneksi yang berasal dari pengguna sebenarnya, serta mampu menyerap dan menangkal koneksi yang berbahaya bahkan sebelum menyerang sumber daya jaringan.

F5 memantapkan posisinya sebagai pemimpin industri, dengan menyediakan platform yang mampu menangani tingginya kebutuhan konektivitas yang terjadi secara bersamaan pada satu waktu, seraya semakin memperkuat keamanan di next generation platform, dan tetap menjaga tingginya tingkat ketersediaan, kualitas, kepuasan pengguna. Pada akhirnya, F5 menyediakan perlindungan terhadap investasi yang telah ditanamkan oleh organisasi. Rencananya, VIPRION B4450 hardware blade akan tersedia di kuartal kedua tahun 2016. (Icha)

 

 

 

Merzha Fachyz: Network Sharing Dapat Lindungi Devisa Negara

0

Telko.id – Network sharing dianggap sebagai salah satu cara untuk mencapai tingkat efisiensi dalam industri telekomunikasi. Dan ini diakui betul oleh sejumlah operator, tak terkecuali di Indonesia. Tak heran, jika beberapa diantaranya pun telah mencoba mengimplementasikannya. Network Sharing sendiri, pada dasarnya merupakan mekanisme penggunaan bersama infrastruktur aktif telekomunikasi antar operator telekomunikasi di suatu negara.

Ada setidaknya dua model network sharing yang kita kenal saat ini, yakni MORAN dan MOCN. MORAN sendiri telah diimplementasikan oleh dua operator besar tanah air, XL Axiata dan Indosat Ooredoo.

Namun, Network Sharing yang digagas kedua operator ini – dengan menggunakan skema MORAN – masih dianggap kurang baik dalam menghadirkan efisiensi bagi perusahaan. Hal tersebut tergambar pada pernyataan Dian Siswarini, selaku CEO XL Axiata. Menurutnya, skema MORAN masih ‘kurang Joss’ dari segi efisiensi yang ditawarkan.

Hal senada diungkapkan Yessie D Yosetya, Chief Service Managemet Officer XL Axiata. Ia mengatakan, terkait kerjasama sharing LTE antara XL dan Indosat, saat ini memang baru menggunakan teknologi MORAN, yang efisiensinya bisa mencapai 10 – 15 persen. Namun ke depannya belum diketahui. “Untuk kelanjutannya masih menunggu peraturan dari pemerintah selaku regulator,” katanya kepada Tim Telko.id (10/3).

Lebih dari itu, implementasi Network Sharing dianggap sebagai sebuah kebutuhan, karena solusi ini dinilai dapat melindungi devisa negara. Hal ini  sebagaimana diungkapkan Pakar Telekomunikasi, Merza Fachys.

“Kita harus melihatnya bukan dari scoop operator, melainkan scoop Nasional,” ungkapnya.

Ia menambahkan, saat ini semua perangkat yang ada di jaringan telekomunikasi berasal dari luar negeri atau impor. Dengan demikian, maka devisa negara terus digunakan untuk membeli perangkat tersebut dari luar negeri.

“Sebut saja ada sebuah kota kecil di Indonesia dengan penduduk 300 ribu jiwa dan hanya setengahnya yang menggunakan layanan telepon dan dilayani oleh lima operator di Indonesia sendiri-sendiri. Padahal kapasitas dari jaringan yang dibangun untuk masing-masing operator melebihi dari jumlah pengguna di wilayah tersebut. Untuk apa devisa negara dihamburkan untuk membeli lima network di wilayah tersebut, kebanyang gak pemborosan negara kita ini,” ujarnya seraya memberi contoh kasus.

Menurut Merza, Network Sharing tak bisa dipungkiri adalah sebuah kebutuhan bagi Negara. “Dari dulu ini memang sudah menjadi kebutuhan. Kebutuhan untuk apa? Untuk menghemat devisa negara yang langka,” tambahnya.

Ia juga mengungkapkan ketidakrelaannya akan devisa negara yang terus dihambur-hamburkan untuk pembiayaan infrastruktur telekomunikasi Indonesia. Sekedar informasi, saat ini setidaknya terdapat tiga vendor besar yang ikut ‘meraup’ devisa negara untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia, yakni Huawei, Nokia dan Ericsson.

“Kecuali kita sudah bisa bikin sendiri itu jaringan telekomunikasi. Tapi ini masih beli dan harus beli keluar negeri,” ucap pria yang juga tergabung dalam ATSI ini.

Terkait efisiensi dari para operator, Merza mengngkapkan,”Bukan berbicara mau atau tidak mau, bahwa semua operator saya yakin ingin menekan biaya operasionalnya,” pungkasnya.

Hadirnya Network Sharing juga dapat memberikan dampak positif kepada para pelanggan telekomunikasi seperti biaya atau tarif yang cenderung akan menjadi lebih murah dan terjangkau oleh setiap kalangan. Belum lagi, skema MCON dari Network Sharing juga dapat dimanfaatkan untuk daerah rural dan uso.

Singkat kata, Pemerintah harus segera membuat peraturan yang kuat untuk Network Sharing ini. Tentunya agar dapat melindungi devisa negara yang banyak terbuang ke luar negeri. [ak/if]

XL Bakal Right Issue dan Jual Menara Untuk Bayar Hutang

0

Telko.id – Berdasarkan hasil kinerja XL di tahun 2015, operator ini masih memiliki hutang. sebanyak Rp26.953 triliun. Untuk mengurangi beban ini, XL akan melakukan right issue sebanyak 2.75 miliar lembar saham. Rencana ini telah diputuskan pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa.

Di mana, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa telah memutuskan menyetujui rencana Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) melalui Mekanisme Penawaran Umum Terbatas II. Saham yang akan dikeluarkan adalah sebanyak 2.75 miliar Saham Biasa Atas Nama dengan nilai nominal Rp 100 (seratus Rupiah) per saham. Rencana ini telah disetujui oleh lebih dari 99% pemegang saham yang hadir. Di mana, pemegang saham yang hadir dalam RUPS tersebut adalah 84.1%.

“Untuk harga dari right issue itu sendiri masih menunggu persetujuan dari OJK terlebih dahulu. Paling tidak di akhir April atau awal Mei harga baru bisa diumumkan karena ada peraturan bareu,” ujar Mohamed Adlan bin Ahmad Tajudin, Direktur and Chief Financial Officer XL dalam paparan publik usai RUPS.

Rapat juga menyetujui rencana Axiata Investments (Indonesia) Sdn. Bhd. (“Axiata”) untuk mengambil bagian atas Saham Baru yang akan dikeluarkan oleh Perseroan dalam rangka Penawaran Umum Terbatas II serta menggunakan hak tagihnya kepada Perseroan berdasarkan Perjanjian Pinjaman tertanggal 10 Maret 2014.

Selanjutnya, jumlah dana yang akan diterima sehubungan dengan Penambahan Modal Dengan HMETD ini, seluruhnya akan digunakan seluruhnya untuk pembayaran atas utang Perseroan kepada Axiata selaku pemegang saham Perseroan. Setiap kelebihan dana yang diperoleh dari Penawaran Umum Terbatas II, jika ada, akan digunakan untuk modal kerja Perseroan.

Kemudian, juga disetujui oleh Rapat, rencana Perseroan untuk menjalankan Program LTI (Long Term Incentive) 2016 – 2020 melalui penambahan modal Perseroan tanpa memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dengan mengeluarkan sebanyak-banyaknya 265.000.000 (dua ratus enam puluh lima  juta)  lembar saham baru. Hal ini dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/POJK.04/2014 tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu.

Selain right issue, XL juga akan melakukan penjualan menara. Rencananya XL akan menjual 2.500 tower miliknya dengan nilai per tower, sebesar Rp1,6 miliar. Sehingga dari penjualan tower tersebut diharapkan menghasilkan dana senilai Rp4 triliun.

Pada RUPS itu juga telah menetapkan pengangkatan Direktur baru dan penerbitan saham bare yakni Yessie D. Yosetya sebagai Direktur Independen/Chief Service Management Officer.

“Pengangkatan Direktur Independen ini dilakukan agar langkah strategis XL untuk melakukan konvergensi jaringan dan IT yang direncanakan XL bisa berjalan mulus. Selain itu, posisi Direktur Independen ini akan bertanggung jawab juga terhadap ‘belanja’ perusahaan,” ujar Dian Siswarini, Presiden Direktur XL Axiata menjelaskan.

Selanjut, Dian juga menjelaskan bahwa ‘belanja’ perusahaan itu hampir 90% dilakukan untuk ‘belanja’ untuk jaringan. Jadi harus ada yang bertanggung jawab. (Icha)

XL Tunjuk Direksi Baru Untuk Muluskan Kovergensi Jaringan dan IT

0

Telko.id – Untuk menghadapi persaingan di industri telekomunikasi, XL akan melakukan kovergensi jaringan dan IT. Apa yang menjadi dasar langkah strategis itu?

Berdasarkan pemaparan dari Yessie D, Yosetya, Direktur Independen dan Chief Service Management Officer yang baru saja diangkat dalam RUPS Tahunan dan Luar Biasa XL Axiata, “konvergensi jaringan dan IT ini akan memberikan efektifitas 20 – 30%. Teknologi yang digunakan adalah NFV atau Network Function Virtualization. Diatasnya baru akan ada aplikasi”.

Langkah strategis ini adalah untuk mengakomodir trend ke depan. Di mana, trend network, ke depan adalah virtualization dan software, kemudian jaringan semuanya akan berevolusi ke IP data, Jaringan akan begitu komplek untuk mengakomodir layanan OTT, dan terjadi pergeseran pada teknologi baru.

Sedangkan pada IT, trend ke depan akan terjadi pertumbuhan akan pasokan yang akan menurunkan harga dari pada cloud, diperlukan data management (Big data) yang lebih komprehensif dalam penanganannya, selain itu juga perlu adanya peningkatan dari produk yang mampu mengirim beberapa channel sekaligus dan dibutuhkan standarisasi yang terbaik untuk software platform.

Dengan adanya trend tersebut, maka XL pun merasa harus melakukan konvergensi jaringan. Yang dipilih adalah menggunakan NFV atau Network Function Virtualization. Sebuah konsep arsitektur jaringan yang menggunakan teknologi virtualisasi IT. NFV ini dapat terdiri dari satu atau akan lebih banyak mesin virtual yang menjalankan perangkat lunak dan proses yang berbeda, di atas server standar volume tinggi, switch dan penyimpanan, atau bahkan infrastruktur komputasi awan, daripada harus menyediakan peralatan hardware khusus untuk setiap fungsi jaringan.

Lebih lanjut Yessie menyebutkan bahwa dengan dilakukannya konvergensi ini maka XL akan lebih mudah mengaplikasikan layanan baru. Dan, secara OPEX maupun CAPEX pun akan lebih efisien. Dengan demikian XL juga dapat mengantisipasi tantangan masa depan.

Sebelum nya, XL menganut arsitektur jaringan dan. IT yang terpisah. Yang masuk dalam jaringan adalah BTS, transmision dan core. Lalu yang masuk dalam IT adalah billing dan aplikasi. Dengan konvergensi, semuanya itu menjadi standart hardware. Diatasnya baru akan ada aplikasi yang disesuaikan dengan layanan yang akan diberikan XL pada pelanggannya. (Icha)

Lewat ‘Device Days,’ Microsoft Dorong Pertumbuhan Bisnis UMKM

0

Telko.id – Menyadari kebutuhan UMKM yang semakin mobile dan berbeda-beda, Microsoft bersama beberapa OEM seperti HP, Dell, Lenovo, Acer, Relion, Byon, Axioo dan Wearnes menyelenggarakan sebuah acara bertajuk Device Days. Acara ini merupakan salah satu bentuk komitmen Microsoft untuk membantu mempercepat pertumbuhan bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki gaya kerja mobile melalui pemilihan dan penggunaan teknologi.

Berdasarkan studi New World of Work yang dikeluarkan oleh Microsoft, sebanyak 92 persen karyawan UMKM di Indonesia telah memposisikan diri sebagai mobile workers, namun hanya 29 persen yang sudah merasa terfasilitasi untuk menghadapi tantangan dalam era gaya kerja baru. Kesenjangan ini menunjukkan besarnya kebutuhan UMKM untuk memiliki teknologi yang dapat mendukung gaya kerja mobile mereka.

“Perangkat-perangkat ini memungkinkan pengguna untuk terhubung dengan cloud, sehingga pengguna dapat menyimpan data yang dapat diakses di mana saja dan kapan saja sehingga membantu pengguna untuk menyelesaikan permasalahan seputar waktu, tempat dan kompleksitas yang umum dialami, dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas,” jelas Rudy Sumadi, Small Medium Business Lead, Microsoft Indonesia di Jakarta, Kamis (10/3).

Sementara itu, Small Medium Business Director, Lenovo Indonesia, Irene Santosa menyadari betul bahwa UMKM cenderung memiliki kriteria yang sama dalam memilih perangkat yang akan digunakan untuk kepentingan usahanya, yakni perangkat yang dapat mendukung produktivitas serta menjaga keamanan data.

“Melalui Device Days hari ini, kami dapat membantu retailers yang akan berhadapan langsung dengan para UMKM untuk memahami perbedaan serta keunggulan setiap perangkat, sehingga UMKM dapat menentukan pilihan dengan lebih mudah,” ujarnya.

Menjawab kebutuhan UMKM, perangkat-perangkat berbasis Windows 10 Pro yang memberikan sistem keamanan tingkat enterprise yang dapat membantu UMKM untuk berfokus pada pengembangan usaha pun turut dihadirkan.

Menurut Linda Dwiyanti, Windows Business Group Lead, Microsoft Indonesia Windows 10 Pro merupakan platform yang cocok untuk memenuhi kebutuhan pelaku bisnis agar dapat lebih mengelola perangkat dan data di era mobile-first, cloud first. Oleh karena itu, Microsoft melalui Windows 10 Pro memberikan sistem perlindungan tambahan, yakni perlindungan terhadap Identity, Threat, dan Information.

“Melalui fitur-fitur perlindungan Identity seperti Windows Hello, Windows 10 Pro dapat melindungi identitas pengguna melalui pemanfaatan sistem biometrik (seperti facial recognition dan finger print). Sementara itu, untuk perlindungan terhadap Threat dari serangan dunia maya seperti malware, spyware dan fraud, Windows 10 Pro memiliki Windows Defender, fitur yang dapat melindungi perangkat pengguna melalui proses deteksi dan penghapusan serangan yang ada di perangkat pengguna,” katanya.

Dari sisi perlindungan terhadap Informasi, Windows 10 Pro pun tak kalah memiliki fitur unggulan. Ada Bitlocker Data Protection disana yang bertugas untuk memastikan informasi dan data yang ada dalam perangkat tidak dapat dicuri.

Inilah Pandangan Regulator Tentang MVNO

0

Telko.id – MVNO atau Mobile Virtual Network Operation adalah salah satu model dari network sharing yang digadang-gadang dapat memberikan keuntungan serta efisiensi yang cukup tinggi. Selain MORAN dan MOCN, MVNO juga menjadi salah satu model yang tepat utuk diimplementasikan di Indonesia.

[Baca Juga : Mengenal MVNO dan Apa Manfaatnya Bagi Industri Telko]

Seperti diketahui, dalam MVNO Perusahaan penyedia layanan telekomunikasi atau Operator Mobile memberikan layanan komunikasi bergerak kepada pelanggannya tanpa harus memiliki infrastruktur jaringan sendiri, melainkan melakukan kerja sama dengan operator telekomunikasi yang ada  melalui pola MOU atau Minutes of Use, yang berarti membayar menit atau lamanya komunikasi yang digunakan oleh pelanggan.

Sekedar informasi, network sharing telah diimplementasikan oleh dua Operator besar di Indonesia yakni XL Axiata dan juga Indosat Ooredoo dengan menggunakan skema MORAN. Namun, Menurut Bos XL, Dian Siswarini, kalau bicara network sharing itu kan efisiensi, bukan siapa untung atau rugi.

“Skema MORAN kurang Joss, efisiensi yang ditawarkan hanya menghemat 20% sampai 30% belanja modal,” ungkapnya beberapa waktu lalu pada acara gathering XL.

Lantas, Bagaimana dengan pihak Regulasi?

Dalam Hal ini, Kominfo selaku regulator mengungkapkan, “perihal kebijakan MVNO akan sejalan dengan kebijakan efisiensi industri (Active Sharing) sampai pada konsolidasi industri,” ucap Rudiantara selaku Menkominfo kepada Tim Telko.id ketika di wawancarai melalui pesan singkat (10/3).

Sekedar informasi, salah satu sistem kerjasama MVNO adalah lewat MOU (minute of use) dengan pembayaran berdasarkan pada lamanya penggunaan jaringan. Dalam skema MVNO terdapat pemisahan tanggung jawab antara penyedia jaringan (network provider) dan penyedia layanan (service provider).

Pria yang sering disapa Chief RA ini juga mengungkapkan, bahwasanya prinsip kebijakan MVNO adalah meningkatkan pelayanan sekaligus meningkatkan efisiensi industri. Namun Ia mengungkapkan bahwa saat ini belum ada skema MVNO yang diterapkan oleh operator di Indonesia yang mengelar network sharing.

Sementara itu, hadirnya MVNO membawa potensi bisnis yang cukup luas. Penyedia jaringan dipastikan dapat menarik segmen pasar baru, sehingga bisa mengoptimalkan kapasitas jaringan yang ada. Dengan menggunakan kapasitas jaringan yang tersisa dapat diberdayakan lewat pola MVNO. Bahkan bukan tidak mungkin MVNO juga mengembangkan sistem jaringan tersendiri. Lepas dari potensi positif, MVNO juga bisa berdampak negatif jika tidak diatur dengan baik.

Sementara itu, disinggung mengenai pola lisensi regional untuk operator seluler, seperti halnya frekuensi 2.3 Ghz yang digunakan oleh Bolt!, Chief RA menyebutkan bahwa rencana alokasi spektrum frekuensi ini untuk cakupan nasional dengan alasan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi melalui skala ekonomi.

Mengenal MVNO dan Apa Manfaatnya Bagi Industri Telko

0

Telko.id – Sesuai dengan cita-cita dari Menkominfo Rudiantara yang ingin menciptakan efisiensi pada industri telekomunikasi Indonesia, tercetuslah sebuah inisiasi network sharing dengan berbagai model yang disediakan.

Sekedar informasi, Network Sharing merupakan mekanisme penggunaan bersama infrastruktur aktif telekomunikasi antaroperator telekomunikasi di suatu negara. Sejatinya terdapat lima model network sharing yakni, CME sharing, Multi Operator Radio Access Network (MORAN), Multi Operator Core Network (MOCN), Roaming serta Mobile Virtual Network Operator (MVNO).

Sementara yang sedang hangat dan dirasa paling cocok digunakan di Indonesia adalah MORAN dan MOCN, dengan XL Axiata dan Indosat Ooredoo yang telah mengaplikasikan MORAN pada skema Network Sharing mereka. Namun, MVNO juga sejatinya pernah diimplementasikan di Indonesia.

Berbicara mengenai MVNO, beberapa pengamat merasa model ini adalah model yang dapat menghasilkan efisiensi yang cukup tinggi di industri telekomunikasi di Indonesia, seperti halnya  yang dilakukan pada industri telelkomunikasi di Jepang pada tahun 2001 silam.

MVNO atau Mobile Virtual Network Operator sendiri merupakan penyelenggara jasa pelayanan telekomunikasi bergerak (Seluler atau FWA) dalam bentuk suara dan data, dimana penyelenggara tersebut tidak memiliki izin atas spekrum frekuensi atau lisensi jaringan akses. Dalam menjalankan usahanya, penyelenggara tersebut melakukan kerjasama dengan MNO (Mobile Network Operator) yang memiliki alokasi spektrum frekuensi serta lisensi jaringan akses.

[Baca Juga : Inilah Pandangan Regulasi Tentang MVNO]

Secara sederhananya, perusahaan penyedia layanan telekomunikasi atau Operator Mobile memberikan layanan komunikasi bergerak kepada pelangganya tanpa harus memiliki infrastruktur jaringan sendiri, melainkan melakukan kerja sama dengan operator telekomunikasi yang ada  melalui pola MOU atau Minutes of Use, yang berarti membayar menit atau lamanya komunikasi yang digunakan oleh pelanggan.

Di dalam MVNO itu terjadi pemisahan yang jelas antara tanggung jawab penyedia jaringan (Network Provider) dengan penyedia layanan (Service Provider). Jadi dalam hal ini si penyedia layanan hanya membeli kapasitas jaringan yang ada dari si penyedia jaringan. Nantinya akan dipakai untuk layanan komunikasi suara, data atau juga SMS.

Sistem kerjasama dalam pola MVNO bisa bermacam-macam, tergantung dari kesepakatan kedua pihak. Salah satu nya adalah lewat MOU (minute of use) dengan pembayaran berdasarkan pada lamanya penggunaan jaringan. Dalam skema MVNO terdapat pemisahan tanggung jawan antara penyedia jaringan (network provider) dan penyedia layanan (service provider).

MVNO pun harus mendapat sewa jaringan dari network provider, bukan penyelenggara layanan. Meski di Indonesia hampir semua network provider juga menjalankan peran sebagai penyelenggara layanan.

Bisnis Model MVNO :

Pada dasarnya MVNO adalah sebuah layanan bergerak yang menyewa atau memakai spektrum frekuensi milik MNO melalui suatu perjanjian bisnis. MVNO dalam hal ini dapat hanya berperan sebagai reseller dari MNO atau bisa membangun infrastrukturnya sendiri yang dibutuhkan sesuai dengan teknologi dan izin spektrum frekuensi yang dimiliki oleh MNO. Berdasarkan kondisi tersebut, MVNO secara bisnis model dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu :

a. Reseller / Super Dealer
Pada tipe ini MVNO berkedudukan hanya sebagai reseller terhadap layanan bergerak (mobile service) dari MNO. MVNO tidak memiliki infrastruktur dan hanya sebagai kepanjangan tangan MNO, sehingga tanggung jawab pelanggan ada pada MNO.

b. Service Provider MVNO ( SP-MVNO )
MVNO mempunyai/membangun Infrastruktur sendiri yang terkait dengan system data base pelanggannya meliputi billing system, customer care, pusat pemasaran (marketing centre) dan pusat penjualan. Pada tipe ini MVNO masih terbatas menggunakan produk (wholesale) milik MNO.

c. Enhanced Service Provider MVNO ( ESP-MVNO )
Hampir mirip dengan SP-MVNO tetapi pada model ini MVNO tidak hanya menjual layanan seluler (mobile service) milik MNO tetapi juga menawarkan layanan tambahan milik MVNO itu sendiri.

d. Full MVNO
MVNO menyediakan dan membangun seluruh infrastruktur termasuk Core Network, Transmisi dan jaringan akses. MVNO hanya menyewa Lisensi akses spektrum frekuensi dari MNO.

Manfaat MVNO

Sejainya terdapat beberapa manfaat penerapan MVNO di Indonesia, seperti Pembangunan Infrastruktur (jaringan telekomunikasi) Nasional meliputi jaringan akses, transmisi (backbone) dan Core semakin cepat. Teledensitas dan pemerataan layanan suara dan data secara nasional akan semakin cepat terwujud. MVNO juga bisa menurunkan biaya investasi dan operasional MNO dan tentunya akan menciptakan segmentasi market, layanan, brand dan produk.

Demikianlah sekilas tentang pengertian MVNO dan apa manfaatnya untuk industri telko di Inonesia, bagaimana menurut anda? silahkan berkomentar di kolom komentar.

Manuver ZTE bikin China Kelabakan

0

Telko.id – Pemerintah China mengungkapkan ketidakpuasan mereka setelah departemen perdagangan Amerika Serikat ‘menampar’ ZTE dengan sanksi karena telah diduga menjual penggerak telekomunikasi untuk Iran.

Kementerian perdagangan Cina mengeluarkan pernyataan keras pada situs resmi mereka menyusul keputusan Amerika Serikat awal pekan ini yang meminta pemasok produk ZTE di seluruh dunia untuk mengajukan izin ekspor sebelum pengiriman setiap peralatan buatan Amerika Serikat atau bagian untuk perusahaan Cina.

“China mengungkapkan ketidakpuasan yang kuat dan secara tegas berada pada pihak oposisi tegas, langkah berbahaya Amerika Serikat ini akan mempengaruhi operasi normal perusahaan China,” ucap Kementrian Perdagangan China seperti dilaporkan dari MobileWorldLive (10/3).

Selain itu, China juga akan terus melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat terkait masalah ini.

Dan Wang Yi, menteri luar negeri China juga mengangkat masalah ini sebagai masalah yang cukup serius dan dapat meningkatkan kecemasan pemerintah. Tanpa menyebutkan nama ZTE, Sang Menteri luar Negeri mengungkapkan bahwa hal ini merupakan pendekatan yang salah.

Sekedar informasi, sanksi internasional terhadap Iran telah mereda, mengikuti kesepakatan nuklir pada 2015 lalu. Namun, Amerika Serikat telah mempertahankan sanksi sendiri. Dengan sejumlah perusahaan Cina yang telah tertangkap, namun di sektor lain. Sementara kasus ZTE ini berubah menjadi kasus yang sangat high-profile.

Mengapa demikian? Tentu saja, pasalnya sekitar 10 hingga 15 persen dari komponen yang digunakan dalam peralatan jaringan dan smartphone ZTE datang dari vendor yang berbasis di Amerika Serikat, termasuk Qualcomm dan Altera.