Telko.id – Layanan 5G di Indonesia memang masih jauh. Pasalnya, untuk pengembangan 5G saat ini masih menunggu regulasi dan kesiapan spektrum. Namun, ternyata sudah ada yang cukup serius membicarakan nya lho. Hal ini diungkapkan oleh Ririek Adriansyah, Direktur Utama Telkom saat berbicara di acara Selular Congress 2019, Jakarta, Senin (15/7/2019).
Ririek menambahkan bahwa saat ini, Telkom sudah menjajaki penggunaan 5G untuk B to B. Walaupun dirinya memprediksi infrastruktur 5G baru bisa terbentuk dalam kurun waktu 1-2 tahun mendatang.
“Telkomsel sudah ada pembicaraan awal dengan salah satu perusahaan di salah satu pulau. Industri kertas yang mau menggunakan teknologi 5G dari kami,” ujarnya menambahkan.
Kendati pembicaraan mengenai hal itu belum final karena regulasinya juga belum diatur, namun dirinya menyampaikan potensi business to business lebih relevan bagi 5G. Yang jelas, saat ini Telkom menyampaikan sudah ada pembicaraan serius terkait pengembangan 5G.
“Kami sudah sampaikan kepada Pak Menteri (Kominfo), Pak Menteri juga membuka diri bagi para operator yang mau trial 5G dengan area tertentu dan terbatas,” lanjutnya.
Yang jelas, sejauh ini operator telekomunikasi di tanah air masih belum menemukan bentuk monetisasi teknologi 5G karena regulasinya belum ada. Paling jelas sejauh ini segmen B to B paling memungkinkan menyerap teknologi tersebut.
Kendati begitu Ririek menyatakan standarisasi 5G sudah dilakukan. Bahkan di standard 3GPP semua spektrum sudah dibuka untuk 5G. Itu baru batch pertama. Nanti di batch berikutnya baru akan dibuka spektrum lain.
Ririek memprediksi kalau teknologi 5G akan sulit untuk menggapai konsumen gadget. Menurutnya, use case paling potensial untuk 5G adalah B2B dan B2B2B (business to business to business). Untuk itu, implementasi 5G diprediksi akan berbeda dari 4G. Salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah belum tersedianya spektrum yang idle untuk digunakan jaringan 5G.
Pemerintah harus membuka spektrum minimal 100 Mhz. Sementara semua spektrum yang layak dipakai itu masih digunakan sampai saat ini. Tak hanya itu, dari sisi operator pun masih kesulitan. Pasalnya monetize (5G) ini sampai saat ini masih belum jelas.
“Paling dasar kami tunggu spektrum yang ada, ini risikonya cukup besar kalau dipaksakan karena akan menggusur (spektrum) yang lain. (untuk B to C) saat ini handphone-nya saja masih mahal sekitar US$ 1.200 jadi segmennya terbatas, dugaan saya sih 5G akan berbeda (segmennya) dengan 4G,” ujar Ririek menambahkan.
Untuk diketahui, pada ajang Asian Games 2018 tahun lalu, Telkomsel pernah memamerkan kencangnya koneksi 5G dengan menggunakan mobil driverless. (Icha)