Huawei Sedang Hadapi ‘Krisis’ Suplai Chipset, Apa Solusinya?

Huawei Krisis Suplai Chipset

Telko.id – Huawei krisis suplai chipset. Pasalnya, dengan adanya perang perdagangan teknologi AS- Cina yang semakin intensif membuat pasokan chipset Kirin. Apalagi setelah Departemen Perdagangan AS mengumumkan sanksi pada bulan Mei lalu yang memblokir pemasok utama Huawei, Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. (TSMC), untuk membuat chip Kirin setelah 15 September.

Hal ini juga yang membuat harga untuk smartphone Huawei baru dan bekas di pasar elektronik Huaqiangbei Shenzhen telah naik 400 hingga 500 yuan ($ 59 hingga $ 74) sejak sebulan yang lalu. Misalnya, Mate 30, smartphone high end Huawei dijual seharga 14.000 yuan ($ 2.067), padahal bulan Januari lalu hanya 10.000 yuan ($ 1.477).

Seperti dikutip dari lightreading, Richard Yu, Head Unit Mobile Device Huawei, mengatakan perusahaan akan melanjutkan peluncuran smartphone andalannya Mate 40 pada Q4, tetapi itu bisa menjadi yang terakhir dengan chip Kirin milik Huawei sendiri.

Biar pun Kirin merupakan teknologi milik Huawei, tetapi dalam pembuatannya, perusahaan ini melakukannya secara outsource, seperti yang dilakukan juga oleh Apple dan Samsung. Namun, dengan adanya sangsi dari AS tersebut, TSMC tidak dapat lagi memproduksi untuk Huawei. Ini yang membuat Huawei krisis suplai chipset.

Soalnya, dalam peraturan AS pada 15 September tersebut, menargetkan setiap pembuat chip di mana pun di dunia yang menggunakan peralatan, kekayaan intelektual, atau perangkat lunak AS, dengan mengatakan bahwa pihaknya memerlukan lisensi untuk memasok Huawei.

Itu jelas dibuat dengan mempertimbangkan TSMC. Ini akan merugikan pembuat chip Taiwan serta pembuat elektronik konsumen Shenzhen.

Padahal, Huawei menyumbang antara 15% dan 20% dari pendapatan tahunan TSMC, dan merupakan klien terbesar kedua setelah Apple.

TMSC adalah perusahaan semikonduktor paling berharga di dunia, dengan kapitalisasi pasar $ 408 miliar.

Lalu, adakah solusi bagi Huawei agar krisis ini cepat berlalu?

Alternatif yang jelas mungkin adalah Qualcomm, yang chip Snapdragon nya digunakan oleh Apple untuk iPhone 5G pertamanya. Lalu Qualcomm dan Huawei bulan lalu juga menyelesaikan sengketa lisensi yang sudah berlangsung lama, sebuah tanda bahwa kedua belah pihak bersedia melanjutkan hubungan bisnis.

Sayangnya Qualcomm tidak dapat serta merta menjadi jalan keluar dari Huawei krisis suplai chipset ini. Pasalnya, untuk melakukan itu, perlu lisensi ekspor. Walaupun sudah melakukan lobi, tetapi bisa saja tidak disetujui. Nah, yang paling mungkin adalah menunggu sampai akhir tahun, ketika pemilihan presiden AS usai.

Dalam lobi nya, Qualcomm berargumen bahwa pemblokiran ekspor chip Qualcomm hanya akan menyerahkan bisnis besar ke Samsung atau MediaTek Taiwan.

Namun tidak sesederhana itu. Samsung, sebagai pesaing langsung Huawei, dan mungkin khawatir tentang konsekuensi bisnisnya di AS, telah menolak permintaan Huawei.

Pilihan lain adalah MediaTek. Saat ini dilaporkan perusahaan ini memasok 120 juta chip ke Huawei. Tapi chispet yang dipasok itu untuk segmen middle end dan tidak mungkin dapat menggantikan fungsionalitas Kirin.

Opsi lainnya adalah beralih ke pengecoran chip terbesar di China, Semiconductor Manufacturing International Corp (SMIC) yang baru melakukan IPO di Shanghai bulan lalu dan berhasol yang mengumpulkan $ 7,6 miliar. Sayang, kemampuannya masih belum bisa memproduksi chip sekelas Kirin. Jadi, Huawei pun menggunakannya untuk smartphone segmen low end.

Chip Kirin dibangun dengan proses 7nm, sedangkan saat ini SMIC hanya dapat memproduksi chip 14nm secara massal. Bisa jadi satu tahun atau lebih sebelum dapat memproduksi 7nm.

Menurut beberapa laporan media Cina, Huawei sudah meluncurkan program swasembada untuk mempercepat “de-Amerikanisasi” rantai pasokannya sebagai antisipaso pengecualian jangka panjang dari komponen AS yang berkepanjangan itu.

Dampak dari sanksi itu, diakui oleh Yu, telah mengurangi pengiriman perangkat Huawei sekitar 60 juta unit, dan volume pada 2020 akan berada di bawah penjualan agregat 2019 sebesar 240 juta.

Walaupun, terlepas dari sanksi ekspor tersebut, Huawei meningkatkan penjualan 13% di paruh pertama. Unit handset-nya adalah yang terbesar, menyumbang 56% dari total pendapatan 454 miliar yuan (US $ 65,4 miliar). (Icha)

Artikel SebelumnyaCloudConnect Solusi User ke Public Cloud Dari Indosat Ooredoo
Artikel SelanjutnyaOppo A32

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini