Telko.id – TikTok baru saja terkena sanksi denda sebesar Rp 9,8 triliun oleh regulator Eropa karena terbukti mengalihkan data pengguna Eropa ke China.
Denda ini bukan hanya angka fantastis, tapi juga tamparan keras bagi perusahaan milik ByteDance tersebut.
Kasus ini bermula dari investigasi Komisi Perlindungan Data Irlandia (DPC), badan pengawas privasi digital Uni Eropa.
DPC menemukan bahwa TikTok melanggar aturan General Data Protection Regulation (GDPR) dengan mentransfer data pengguna di wilayah Ekonomi Eropa (EEA) ke China tanpa jaminan perlindungan setara dengan standar Eropa.
Baca juga : TikTok dan Tokopedia-TikTok Shop Bicara Tren Ramadan Ekstra Seru 2025
Lebih buruk lagi, TikTok ternyata memberikan informasi yang tidak akurat selama penyelidikan. Klaim awal mereka bahwa data pengguna Eropa tidak pernah disimpan di server China terbantahkan oleh pengakuan internal perusahaan sendiri.
Skandal ini mencoreng reputasi TikTok sebagai platform yang bisa dipercaya dalam hal perlindungan data.
Pelanggaran Berat terhadap Regulasi GDPR
Wakil Komisaris DPC, Graham Doyle, menjelaskan bahwa TikTok gagal memverifikasi dan menjamin bahwa data pribadi pengguna Eropa yang diakses dari China mendapatkan perlindungan setara dengan standar Uni Eropa.
“Transfer data pribadi TikTok ke China melanggar GDPR,” tegas Doyle dalam pernyataan resminya.
Masalahnya tidak berhenti di situ. TikTok juga dianggap lalai dalam menilai dampak undang-undang China seperti hukum antiterorisme dan antispionase terhadap data pengguna Eropa.
Regulator khawatir data tersebut bisa diakses oleh otoritas China berdasarkan peraturan yang bertentangan dengan prinsip perlindungan data Eropa.
Kebohongan yang Terungkap
Yang membuat kasus ini semakin parah adalah pengakuan TikTok pada Februari 2025 bahwa sebagian data pengguna Eropa ternyata pernah tersimpan di server China.
Ini bertentangan dengan klaim sebelumnya bahwa mereka tidak pernah menyimpan data Eropa di China.
DPC menyatakan sedang mempertimbangkan tindakan regulasi tambahan setelah berkonsultasi dengan otoritas perlindungan data Eropa lainnya.
Ini menunjukkan bahwa denda Rp 9,8 triliun mungkin bukan akhir dari masalah TikTok di Eropa.
Implikasi bagi Pengguna dan Industri Teknologi
Kasus ini menjadi pengingat keras bagi perusahaan teknologi tentang pentingnya transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data.
Bagi pengguna, ini adalah peringatan untuk lebih kritis terhadap platform digital yang mereka gunakan.
Di tengah ketegangan geopolitik antara Barat dan China, kasus TikTok ini juga berpotensi mempengaruhi persepsi terhadap perusahaan teknologi China secara global.
Apakah ini akan memicu gelombang regulasi yang lebih ketat terhadap perusahaan teknologi asal China?
Satu hal yang pasti: perlindungan data pribadi bukan lagi sekadar formalitas, tapi menjadi isu strategis yang menentukan masa depan perusahaan teknologi di era digital.
TikTok sekarang menghadapi tantangan besar untuk memulihkan kepercayaan pengguna dan regulator di Eropa. (Icha)