Telko.id – Facebook, Instagram maupun platform media sosial lainnya sangat popular di Indonesia. Sayang, banyak juga kekurangannya, terutama untuk para content provider atau content creator. Kelemahannya ini yang bakal diisi oleh Rights ledger.
“Kami bukan mau mengalahkan Facebook, Instagram atau lainnya. Tapi kami melihat ada kelemahan merek terutama untuk para content provider atau content creator,” ungkap Rio. K Liauw, Country Director RightsLedger Indonesia saat meluncurkan platform Milio di Jakarta (30/08).
Lalu, apa yang ditawarkan oleh Rightsledger? Setidaknya, RightsLedger, perusahaan teknologi yang telah bekerja sama dengan studio Hollywood seperti Disney, MGM, Paramount Pictures, and Sony menawarkan empat keuntungan atau kelebihan yakni :
Pertama, Content Ownership Authentcation. Kedua, Blockchain technology, di mana sistem blockchain akan mengenali setiap konten setiap konten, sehingga tidak dapat di gunakan oleh orang lain. Ketiga, Digital Finger print dan terakhir adalah Ad viewer Rewardsi, dimana yang mendapatkan bagian dari setiap iklan bukan hanya Rights ledger, tetapi juga yang membuat dan yang melihak iklan tersebut.
Nah, dengan keempat keunggulan itulah, Rightsledger berani bersaing dengan platform media sosial lainnya
Apalagi, dengan pengguna internet yang sudah mencapai 130 juta, online piracy juga turut tumbuh. Hal itulah yang membuat para, content creator dan perusahaan memiliki potensi kehilangan pendapatan sangat besar dari konten yang mereka produksi. Sebab media sosial dan online piracy saling terhubung.
”Ini sangat merugikan konten kreator,” ujarnya.
Berdasarkan data yang ada, perlindungan hak cipta di Indonesia masih belum maksimal. International Property Rights Index (IPRI) 2018 menempatkan Indonesia di posisi 11 dari 19 negara di Asia dan Oceania dan posisi 64 dari 125 negara secara global.
Dengan Milio, RightsLedger mengambil pendekatan berbeda dari platform media sosial tradisional yang sudah ada. ”Media sosial pada umumnya mengambil hak cipta dari pencipta untuk di monetisasi tanpa menanggung beban keuangan mereka untuk memproduksi konten berharga,” ungkapnya.
Selain itu, RightsLedger menerapkan blockchain pada konten digital yang diunggah di platform mereka. Teknologi blockchain digunakan untuk melakukan otentifikasi kepemilikan konten.
Mereka beroperasi lewat tiga platform berbeda. Yakni Milio, MilStage, dan MilDeals. Milio merupakan platform media sosial bagi pengguna untuk mempromosikan konten mereka. MilStage adalah platform video streaming (video on demand) dimana kreator dan penonton sama-sama bisa mendapat keuntungan. Sedangkan MilDeals merupakan marketplace untuk menjual konten dengan perlindungan IP.
Sama seperti media sosial lain, pembuat konten dapat mengunggah media dalam berbagai format ke platform Milio, seperti foto, video, audio, dan bahkan dokumen. Dengan mengunggah konten ke Milio, secara otomatis mereka juga mendaftarkannya ke blockchain yang memberi otentifikasi kepemilikan yang dapat digunakan untuk banyak hal di masa depan.
Selain itu, RightsLedger juga memiliki Rights Tokens—token digital yang dibangun dengan platform Ethereum—bagi kreator yang menggunggah konten ke berbagai platform, termasuk penonton yang melihat iklan. Jadi, bagik kreator dan penonton, masing-masing dapat menghasilkan uang,” ungkap Magin Marriepan, VP Asia RightsLedger.
Dengan teknologi blockchain, kepemilikan hak cipta semua konten yang diunggah di platform RightsLedger nya tetap berada di tangan kreator. Sehingga mereka dapat menjual atau membagi konten mereka ke pihak lain.
”Anda berpotensi menghasilkan uang yang lebih besar dari konten ketika Anda mengontrol hak cipta dari konten Anda,” beber Hanny Yong, Country VP RightsLedger.
Secara singkat, platform RightsLedger menggunakan teknologi blockchain untuk menciptakan digital fingerprint (pemindaian sidik jari digital) untuk merekam dan memverifikasi pemilik sebuah konten. Sedangkan Rights Tokens kedepannya akan menjadi metode pembayaran cross boarder.
”Platform media sosial membuat orang berpikir bahwa konten tidak memiliki nilai yang tinggi sehingga mereka memberikannya cuma-cuma, kami ingin merubah itu dan berharap content creator mendapatkan bagian yang lebih layak serta mendorong orang untuk lebih menghargai konten digital. Kami ingin menjadi perusahaan sharing ekonomi pertama untuk konten digital sekaligus menjadi platform yang memungkinkan otentifikasi kepemilikan dari semua konten digital,” ujar Rio.
Didirikan oleh Ray Young di Amerika, RightsLedger kini berekspansi di Asia. Menurut laporan yang diterbitkan Transparency Market Research, pasar manajemen hak digital secara global diperkirakan akan mencapai nilai lebih USD9 miliar pada 2026. Dipicu oleh meningkatnya penggunaan modul manajemen hak digital, termasuk meningkatnya penggunaan internet serta popularitas platform media sosial. Layanan RightsLedger meliputi negara-negara seperti Singapura, China, Korea Selatan, Vietnam, Kamboja, dan Indonesia. (Icha)