Telko.id – Indonesia, produsen kopi terbesar keempat di dunia, ternyata hanya menduduki peringkat ke-14 dalam hal produktivitas.
Di Desa Ketindan, Malang, 200 petani kopi fine robusta hanya mampu menghasilkan 43% dari potensi maksimal.
Masalah klasik ini akhirnya menemukan solusi modern: kombinasi Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), dan pemberdayaan masyarakat melalui inisiatif Gandrung Tirta.
GoTo Impact Foundation (GIF), organisasi nirlaba Grup GoTo, bersama konsorsium Agroniaga, BIOPS Agrotekno, FAM Rural, dan Rise Social, meluncurkan program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) 3.0.
Baca juga : GoTo Impact Foundation Bangun Ekosistem Pariwisata Hijau, Ini Targetnya!
Tidak sekadar meningkatkan angka, proyek ini bertujuan mengubah paradigma petani dari pekerja menjadi mitra agribisnis berkelanjutan. Monica Oudang, Ketua GIF, menegaskan, “Inovasi harus tumbuh dari masyarakat, bukan hanya diberikan.”
Revolusi Digital di Kebun Kopi
Bagaimana IoT dan AI bekerja untuk petani Malang? Sensor canggih dipasang di kebun memantau kelembaban tanah, suhu, dan kesehatan tanaman secara real-time.
Data dikirim ke platform berbasis AI yang memberikan rekomendasi pemupukan dan pengendalian hama berbasis presisi.
Hasilnya? Pengurangan risiko gagal panen dan peningkatan produktivitas 18% pada tahun pertama.
Nasrullah Aziz, Perwakilan Gandrung Tirta, memaparkan, “Teknologi ini memangkas biaya produksi 15% sekaligus meningkatkan kualitas biji kopi.”
Petani yang awalnya bergantung pada pengalaman turun-temurun, kini memiliki asisten digital yang akurasinya teruji.
Limbah Kopi Jadi Emas
Inovasi tak berhenti di kebun. Kulit kopi yang biasanya dibuang, diolah ibu-ibu Desa Ketindan menjadi produk fashion premium: dompet kulit, bingkai kacamata, hingga jam tangan.
Limbah cair kopi diubah menjadi “coffee peat” (media tanam) dan pestisida alami, sementara kotoran ternak diproses menjadi pupuk organik.
“Setiap elemen dari buah kopi kini bernilai ekonomi,” ujar salah satu peserta pelatihan. Program ini tidak hanya menambah pendapatan keluarga petani hingga 20%, tetapi juga menyelesaikan masalah lingkungan akibat limbah perkebunan.
Regenerasi Petani Muda
Persoalan krusial lain adalah minimnya minat generasi muda. Melalui Catalyst Changemakers Lab (CCLab), GIF menyelenggarakan pelatihan agropreneur muda dengan kurikulum khusus: dari budidaya kopi berkelanjutan (Good Agricultural Practices) hingga manajemen keuangan kelompok tani.
Tomie Herawanto, Kepala BAPPEDA Malang, menambahkan, “Program ini selaras dengan target indeks ekonomi hijau 66,84% pada 2045.”
Dukungan pemerintah daerah memperkuat ekosistem, memastikan inovasi tidak berhenti sebagai proyek percontohan.
Gandrung Tirta menutup rangkaian implementasi CCE 3.0 setelah sukses di Magelang, Lombok Tengah, dan Belitung. Monica Oudang menekankan, “Ini bukti kolaborasi teknologi, SDM lokal, dan kebijakan bisa menciptakan perubahan sistemik.”
Tantangan ke depan adalah replikasi model ini ke daerah penghasil kopi lain dengan adaptasi kontekstual. (Icha)