Telko.id – Isu merger antara GOTO (Gojek dan Tokopedia) dengan Grab semakin menguat belakangan ini.
Aksi korporasi ini didorong oleh kebutuhan untuk memperkuat posisi di pasar digital Asia Tenggara yang semakin kompetitif.
Dengan menggabungkan kekuatan, kedua perusahaan berharap dapat menciptakan sinergi operasional, memperluas jangkauan layanan, dan meningkatkan efisiensi biaya.
Merger ini juga dipicu oleh tekanan investor yang menginginkan konsolidasi di industri ride-hailing dan e-commerce untuk mencapai profitabilitas lebih cepat.
Nilai Merger dan Potensi Dampak Ekonomi
Meskipun nilai pasti merger belum diumumkan, analis memperkirakan nilai transaksi bisa mencapai miliaran dolar AS, menjadikannya salah satu merger terbesar di Asia Tenggara.
Gabungan GOTO dan Grab akan menciptakan raksasa teknologi dengan cakupan layanan mulai dari transportasi, pembayaran digital, hingga logistik.
Namun, di tengah gelombang PHK besar-besaran di Indonesia, merger ini berpotensi memicu efisiensi tenaga kerja yang bisa memperburuk situasi ketenagakerjaan.
Di sisi lain, kolaborasi ini mungkin membuka peluang baru bagi UMKM melalui integrasi platform yang lebih kuat, seperti yang pernah dilakukan GOTO melalui program buyback saham untuk stabilisasi bisnis.
Baca Juga:
Siapa yang Diuntungkan?
Investor dan pemegang saham akan menjadi pihak paling diuntungkan dari merger ini, terutama jika nilai perusahaan gabungan meningkat pasca-konsolidasi.
Pengguna layanan juga berpotensi mendapat manfaat berupa integrasi fitur yang lebih luas, seperti akses ke pembayaran digital dan logistik yang terhubung.
Namun, risiko monopoli dan kenaikan tarif layanan patut diwaspadai, mengingat minimnya pesaing signifikan di pasar.
Pelajaran dari merger lain, seperti kewajiban pasca-merger Indosat Ooredoo Hutchison, menunjukkan pentingnya pengawasan regulator.
Dampak bagi Pengguna dan Perekonomian Indonesia
Masyarakat pengguna aplikasi GOTO dan Grab mungkin menghadapi perubahan signifikan dalam pengalaman layanan, termasuk kemungkinan unifikasi aplikasi atau kebijakan harga.
Di tingkat makro, merger ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, tetapi juga berisiko mengurangi lapangan kerja jika efisiensi korporasi dilakukan melalui pemotongan karyawan.
Upaya mitigasi, seperti kolaborasi dengan pemangku kepentingan—seperti kemitraan Indosat dan GSMA untuk penciptaan lapangan kerja—perlu dipertimbangkan.
Dengan kompleksitas dampak yang mungkin terjadi, merger GOTO dan Grab tidak hanya menjadi sorotan bisnis, tetapi juga ujian bagi kebijakan pemerintah dalam menyeimbangkan inovasi dan perlindungan masyarakat. (Icha)