Telko.id – Tren digitalisasi ekonomi sedang terjadi di dunia. Perkembangan teknologi informasi telah mengubah perilaku konsumen dan juga cara berbisnis. Gejala yang tak terhindarkan telah terjadi di tiap lini ekonomi. Di Indonesia, pemerintah bahkan telah mencanangkan target menjadi “The Digital Energy of Asia” pada 2020.
Ekonomi digital sepenuhnya mengacu kepada aktivitas ekonomi yang berbasis teknologi informasi. Saat ini, setengah dari populasi dunia sudah terhubung dalam jaringan internet. Sepertiga di antaranya memiliki akses media sosial yang terdiri dari berbagai usia. Internet seolah-olah telah menjadi bagian integral dalam keseharian masyarakat.
Terkait dengan kegiatan bisnis, penerapan teknologi digital setidaknya sudah terjadi di sektor transportasi, retail, hingga perbankan. Menurut The Economist, dalam lima tahun terakhir pertumbuhan bisnis dalam ekosistem ekonomi digital sudah mencapai 30 persen. Tingkat pertumbuhan yang signifikan, melebihi tren pertumbuhan ekonomi konvensional. Diperkirakan pangsa ekonomi digital global telah mencapai US$ 3 triliun.
Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi digital. Ini terlihat dari aktivitas digital penduduk Indonesia cukup tinggi terutama dalam belanja online. Menurut data We are social, penetrasi e-commerce di Indonesia sebesar 9 persen dari total populasi, dengan pangsa pasar mencapai US$ 5,6 miliar atau sekitar Rp 76 triliun pada 2016.
Nilainya memang masih rendah. Namun, dengan kecenderungan pengguna internet yang terus meningkat, Indonesia dapat menjadi pasar potensial bagi ekonomi digital. Lebih lanjut, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang mencapai 262 juta jiwa, 51 persen di antaranya adalah pengguna internet. Mayoritas mengakses internet dari telepon seluler (ponsel).
Smartphone memiliki peran fundamental dalam keseharian penduduk Indonesia. Rata-rata empat jam setiap hari waktu yang dihabiskan untuk berselancar di dunia maya melalui ponsel, terutama terkoneksi dengan media sosial. Mereka kebanyakan adalah penduduk berusia muda.
Millenials Penggerak Ekonomi Digital
Anak muda telah menjadi konsumen utama ekonomi digital. Saat ini, mereka yang lahir pasca-1980 atau yang sering disebut sebagai generasi milenial, yang menentukan arah pasar ke depan. Lembaga konsultan Solidiance memprediksi jumlah generasi milenial Indonesia akan mencapai 50 persen dari total populasi pada 2027.
Sebagai digital native, generasi milenial menginginkan kemudahan dalam melakukan transaksi. Perangkat mobile dan media sosial akan berperan penting dalam aktivitas keseharian. Tak terhindarkan permintaan akan layanan berbasis teknologi digital akan meningkat drastis.
Di sektor retail dan transportasi, pola interaksi pemberi layanan dengan konsumen sudah mengalami perubahan dan menciptakan efek domino ke bisnis konvensional. Kemunculan startup berbasis aplikasi digital seperti Gojek, Uber, Traveloka, Tokopedia, hingga Bukalapak telah mempengaruhi kinerja bisnis retail dan transportasi konvensional.
Geliat Perkembangan Financial Technogy
Sektor perbankan pun tidak luput dari transformasi digital yang mulai terjadi. Seperti disebutkan dalam laporan McKinsey Global Banking 2017, bahwa pergerakan digital yang terjadi di berbagai bidang, menciptakan peluang sekaligus tantangan bagi industri perbankan. Bank mesti mengikuti pergerakan ekosistem ekonomi dunia yang dimotori digital dan data (Kompas, 25 Oktober 2017).
Setelah terhantam krisis finansial global, kali ini ancaman terhadap bank datang dari fintech. Perkembangan fintech, hingga perubahan tren permintaan pasar dan regulasi membuat bank konvensional harus memilih antara beradaptasi atau kehilangan pangsa pasar. Adaptasi terutama diperlukan dalam penerapan teknologi pintar yang berbasis digital.
Menjawab hal tersebut, bank konvensional dituntut untuk memodifikasi model bisnis dengan mengedepankan penerapan teknologi digital. Ini tentunya merupakan hasil kolaborasi dengan bisnis model yang diterapkan fintech yang cenderung lincah dan inovatif.
Hal ini telah dilakukan Bank DBS Indonesia yang meluncurkan layanan perbankan berbasis ponsel pintar pada Agustus lalu. Layanan yang disebut “digibank” tersebut, DBS ingin lebih mendekatkan diri dengan pengalaman konsumen yang semakin dinamis. Seiring pertumbuhan internet dan ponsel pintar, digibank menawarkan keleluasaan transaksi perbankan kapan dan dari mana saja.
“Kami menyaksikan perubahan perilaku konsumen dan masyarakat menginginkan cara bertransaksi di bank yang mudah, cepat dan praktis,” kata Presiden Direktur Bank DBS Indonesia Paulus Sutisna.
Melalui fitur andalan, yaitu kecerdasan buatan dan machine learning, target utama DBS adalah generasi milenial yang mengedepankan kebebasan dan keamanan. Inovasi ini berada di jalur yang tepat, karena sejalan dengan visi pemerintah Indonesia untuk menciptakan ekosistem ekonomi digital yang kuat di masa depan. (Icha)