“Sebuah kursi roda terlipat rapi bersandar di dekat pintu masuk sebuah apartemen di Chuncheon, Korea. Itu adalah kursi roda Han Hye Kyung, seorang mantan pekerja di sebuah perusahaan elektronik yang diduga menderita kanker otak akibat paparan bahan kimia di tempat kerjanya.”
Tercatat, 10 tahun sudah, sejak tumor ganas yang berdiam di otaknya diangkat, dan Han pun mulai menjalani rehabilitasi di rumah sakit. Di apartemen kecil miliknya, yang dihuni peralatan seperti kulkas, kompor, wastafel dan kulkas kedua untuk menyimpan kimchee – hidangan sayuran pedas yang difermentasi – Han merenungkan kemalangannya.
“Jadi pada awalnya saya pikir itu adalah nasib saya,” kata wanita muda dengan rambut hitam seperti ekor kuda ini. “Saya mencoba untuk menghibur diri. Tapi seiring waktu berlalu, saya marah, apa yang bisa say katakan? Ini adalah kesalahan Samsung. Samsung yang harus disalahkan. ” Han mengucap.
Han adalah satu diantara ratusan mantan karyawan Samsung yang mempercayai bahwa kanker yang dialaminya adalah disebabkan oleh paparan bahan kimia beracun di tempat kerjanya. Seperti diketahui, tuduhan tersebut pernah dilontarkan para pekerja di Amerika Serikat sekitar 2 dekade lalu.
Menurut sebuah laporan advokasi, tercatat lebih dari 70 pekerja di Korea Selatan meninggal akibat kanker.
Sementara itu, Samsung mengatakan bahwa pabrik-pabrik mereka dinyatakan aman dan menyangkal jika para pekerjanya muak dengan pekerjaan mereka. Tapi para mantan pekerja Samsung telah memenangkan kasus pengadilan secara signifikan dan mendorong perusahaan untuk membuat permintaan maaf secara publik untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap karyawan yang sakit bahkan sekarat.
Pada bulan Agustus silam, Samsung sepakat untuk mengumpulkan dana sebesar USD 85.800.000 dan memberikan bantuan keuangan kepada pekerja tersebut beserta keluarganya. “Kami memberikan dukungan keuangan ini terlepas dari apakah mungkin ada korelasi antara lingkungan kerja dan penyakit karyawan,” tutur perwakilan perusahaan elektronik itu dalam sebuah pernyataan.
Seperti kebanyakan karyawan di Samsung, Han direkrut di sekolah tinggi selama ujian musim semi tahunan oleh perusahaan pencari pekerja baru. Sebanyak 200.000 orang mendaftar untuk mengikuti tes setiap tahunnya, dan hanya orang-orang dengan nilai tertinggi lah yang ditawarkan pekerjaan tersebut.
Han mulai bekerja di Samsung pada tahun 1996 dengan rencana besar. Dia akan bertahan setidaknya lima atau enam tahun untuk mengumpulkan uang dan kembali ke rumah untuk membuka toko dengan ibunya.
Pekerjaan itu dilakukannya berulang-ulang. Dia terpaku pada kabel dan potongan elektronik dalam sebuah papan sirkuit. Dengan menggunakan krim dia kemudian belajar untuk melakukannya lebih baik lagi.
Kertas masker tipisnya tidak menjaganya dari asap yang dihasilkan, dan dalam beberapa bulan ia mengidap gejala seperti flu dan masalah dengan siklus menstruasi.
Para dokter tidak bisa menunjukkan masalah atau menormalkan siklus tersebut, dan setelah hampir enam tahun, ia akhirnya berhenti dari pekerjaannya. Kesehatan tidak membaik bahkan ia mulai mengalami masalah dengan keseimbangan. Pada bulan Oktober 2005, sekitar empat tahun setelah ia berhenti, MRI mengungkapkan ada sebuah tumor di otaknya. Saat itu, Han berusia 28 tahun.
“Saya tidak tahu tentang tumor di otak saya sebelum operasi,” kata Han. “Saya tahu tentang hal itu setelah operasi, jadi ketika saya terbangun saya menemukan bahwa tubuh saya tidak seperti orang normal. Saya menemukan diri saya telah menjadi orang yang cacat,” tuturnya.
Han tinggal di Chuncheon hanya untuk beberapa bulan saja. Dia tidak bisa berjalan dan berjuang untuk berbicara. Dia juga mendapat latihan dan fisioterapi serta belajar menggunakan komputer. Han menginginkan Samsung untuk bertanggung jawab atas tumor yang dideritanya.
Kurangnya keterbukaan terhadap bahan kimia
Tidak ada yang tahu pasti berapa jumlah bahan kimia yang digunakan untuk membuat ponsel, TV layar datar, tablet atau komputer, tetapi tentunya tidak sedikit. Dr Thomas Gassert, seorang dokter kesehatan kerja dan lingkungan dari University of Massachusetts Medical School dan Harvard University School of Public Health, mengatakan bahwa puluhan ribu bahan kimia digunakan dalam industri elektronik, namun hanya sebagian kecil saja yang telah diuji untuk toksisitas.
Ini menciptakan masalah bagi para pekerja yang membuat gadget elektronik. Jika mereka sakit, mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk mengidentifikasi penyakitnya karena mereka sering tidak tahu mengenai nama-nama zat yang ada di lingkungan kerja mereka.
Pihak perusahaan beralasan bahwa mereka telah memberikan masker, respirator dan peralatan lainnya, serta otomatisasi dan sirkulasi udara yang melindungi para pekerja. Mereka juga mengatakan telah memeriksa pabrik-pabrik mereka di Asia untuk memastikan bahwa aturan keselamatan diikuti oleh setiap pabrik. Setiap perangkat tidak dibuat dalam satu tempat. Komponen semikonduktor penting dari ponsel dan komputer diproduksi di pabrik-pabrik khusus. Sementara layar dan casing dibuat di tempat lain. Perusahaan sendiri mengaku bahwa mereka tidak dapat memeriksa semua situs-situs tersebut.
Sementara itu, permintaan untuk produk elektronik terus berkembang. Para konsumen kini tak lagi menunggu hingga handsetnya rusak untuk kemudian mencari pengganti, melainkan jauh sebelumnya. Bahkan saat handset itu masih dalam keadaan baik sekalipun. Di sini, setiap perangkat yang diupgrade memerlukan penggunaan bahan kimia baru yang lebih banyak dan kesemuanya hampir tidak diuji.
Sebagian besar produk elektronik saat ini dibuat di Asia, dimana pemerintah bersaing untuk menawarkan upah minimum terendah serta pajak dan tanah termurah, dalam banyak kasus, hukum peraturan mengenai buruh dan perlindungan kesehatan kerja juga lemah.
Sanjiv Pandita, selaku Direktur Eksekutif dari Asia Monitor Resource Centre, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Hong Kong dengan fokus pada isu-isu perburuhan mengatakan bahwa Industri elektronik merupakan keprihatinan besar, karena sebagian besar pekerjanya adalah perempuan muda dan dari daerah pedesaan.
“Kami tidak mengetahui orang-orang yang sekarat dari kanker atau dimana mereka berada,” katanya. “Sebagai contoh, jika Anda melihat sebuah pabrik di Shenzhen (China), dan jika seseorang sakit, mereka akan dikirim kembali ke kampung halamannya dan kami tidak lagi menempatkan mereka di statistik tersebut. Hal yang sama terjadi di Vietnam serta Filipina. Tapi itu bukan berarti masalah tersebut tidak ada. Itu berarti kita sedang duduk di atas bom waktu. ”
Elektronik booming di Vietnam
Vietnam adalah tujuan terbaru untuk industri elektronik. Sejak 2009, Samsung telah menginvestasikan miliaran dolar dan saat ini hampir 20 persen dari ekspor Vietnam. Sementara itu, Samsung memiliki dua pabrik di dekat Hanoi Utara yang mempekerjakan 80.000 orang. Di Kota Ho Chi Minh di Selatan, satu pabrik sedang dalam operasi dan yang kedua sedang dalam pembangunan.
Samsung tidak sendirian. Intel Corporation kini memproduksi 80 persen unit CPU mereka di Vietnam. Foxconn memiliki enam pabrik yang membuat komputer, ponsel pintar, dan komponen. Ratusan pemasok yang lebih kecil dan sub-kontraktor juga telah mengikuti di belakangnya.
Sementara itu, Vietnam memiliki populasi muda dengan permintaan yang sangat besar untuk pekerjaan baru. Pada tahun 2014 saja, 42 persen dari pekerja Vietnam berada di bawah usia 25 tahun.
The Center for Development and Integration, yakni sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Hanoi, memantau ledakan elektronik yang terjadi di Vietnam. Direktur perusahaan, Duong Viet Anh, khawatir bahwa Vietnam tidak memiliki pengalaman untuk mengontrol dan mengelola industri semacam ini. “Ini terjadi begitu cepat, dan Pemerintah tidak punya waktu untuk menempatkan kesehatan dan keselamatan pekerja di tempat pertama,” tuturnya.
Sebuah studi yang dilakukan di tiga pabrik baru-baru ini, dengan sekitar 200.000 pekerja, terutama wanita antara usia 18 dan 30 tahun, menemukan bahwa pekerja secara rutin memiliki jam kerja 12 jam per hari dan tidak memiliki pengetahuan tentang jenis bahan kimia yang mereka gunakan. Banyak dari mereka menderita sakit kepala dan pusing, dan beberapa memiliki masalah reproduksi, kata Duong. Sejumlah perempuan berhenti dari pekerjaan mereka setelah mendengar dari orang lain yang mengalami keguguran.
“Pemerintah berpikir bahwa pekerja-bekerja ini bekerja di sebuah ruangan yang sangat bersih yang sangat aman,” kata Duong. “Tapi dari penelitian kami, kami melihat bahwa terdapat elektronik yang tidak aman.”
Dominasi Samsung di Korea
Korea adalah rumah dari Samsung Electronics, yang kehadirannya dirasakan di mana-mana. Ada blok apartemen dengan nama Samsung. Pun demikian kapal dan peralatan militer dengan lebel sama, Samsung. Samsung memproduksi bahan kimia dan menjual asuransi, sekuritas dan kartu kredit.
Perusahaan ini memulai bisnisnya pada 1938, dengan menjual ikan kering, sayuran dan buah. Dalam beberapa tahun itu, Samsung telah pindah ke manufaktur pabrik tepung dan mesin penganan. Pada tahun 1970-an, Samsung mulai membuat televisi. Dan tidak sampai 20 tahun, mereka telah menjadi sebuah perusahaan internasional dan pemimpin dalam produksi elektronik.
Hari ini, Samsung Electronics Korea memiliki lebih dari 90.000 karyawan dan setengah juta di seluruh dunia. Demikian dilansir dari laman public integrity, (11/9/2015).
Pada suatu malam di bulan Maret, diadakan acara peringatan di di pusat kota Seoul. Tujuannya adalah untuk mengingat seorang wanita muda, Hwang Yu-mi, yang meninggal delapan tahun yang lalu karena Leukemia Mielositik akut.
Orang duduk di atas bantal tipis di trotoar, minum teh panas untuk tetap hangat. Ada testimonial dari para pekerja dan keluarga mereka, dengan latar belakang puisi dan musik. Paling mengejutkan adalah foto-foto dari para pekerja sebagian besar adalah perempuan, yang meninggal karena Leukemia dan kanker otak, kanker payudara dan kanker paru-paru. Mereka tergolong berusia muda, yakni, 21, 24, hingga 28 tahun.
Peringatan ini diselenggarakan oleh Hwang Sang-ki untuk menghormati putrinya, Yu-mi, dan memberikan perhatian terhadap penyakit di kalangan pekerja elektronik lainnya, yang sebagian besar telah dipekerjakan oleh Samsung. Ketika rekan kerja Yu-mi , Yi Sook-Young, juga meninggal, Hwang mengatakan, dia pikir pasti ada hubungannya.
“Tapi saya tidak memiliki informasi tentang pabrik, dan semua yang saya tahu pada waktu itu adalah mereka menggunakan beberapa bahan kimia, dan saya mendengar bahwa beberapa bahan kimia dapat berbahaya,” katanya.
Hwang tidak tahu berapa banyak pekerja yang sakit. Dia menceritakan kisahnya kepada pendukung untuk Kesehatan dan Hak Rakyat di Industri Semikonduktor (SHARPS), sebuah kelompok yang memayungi organisasi nirlaba dan relawan. Dengan bantuan dokter dan pengacara, SHARPS mulai mengumpulkan nama-nama pekerja yang telah meninggal dan penyebab kematiannya. Database mereka mencakup lebih dari 300 kasus dan penyebab yang paling banyak adalah Samsung.
Sebuah permintaan maaf publik
Setelah kematian Yu-mi, sang ayah, Hwang Sang-ki, mengajukan klaim kepada Korea Workers’ Compensation and Welfare Service. Sebuah badan kesejahteraan dan kompensasi para pekerja di Korea, atau lebih simpelnya, ini adalah Depnakernya Korea Selatan.
Badan itu mengatakan tidak ada bukti bahwa Yu-mi terkena Leukemia karena pekerjaannya dan menolak klaim tersebut. Dengan bantuan SHARPS, Hwang mengajukan ke pengadilan pada tahun 2011 dan mendapat keberuntungan, yakni sebuah dokumen internal Samsung yang bocor ke administrator SHARPS, Lee Jong-ran.
“Ini menunjukkan daftar yang tepat dari bahan-bahan beracun yang digunakan dalam setiap proses dalam pabrik, tidak semua bahan tetapi yang utama, dan mereka benar-benar sangat beracun,” kata Lee.
Daftar tersebut meliputi bahan kimia seperti hidrogen klorida, amonia, benzena, asam fluorida, asam sulfat dan trichloroethylene.
SHARPS menemukan seorang ahli untuk melihat daftar itu dan bersaksi tentang bahaya bahan kimia. Pengadilan setuju untuk mendengarkan keterangan dari karyawan Samsung yang bekerja di area yang sama dengan Yu-mi. Setelah pekerja menceritakan kisah mereka, pengadilan pun membatalkan keputusan layanan kompensasi itu.
Tiga hakim mengatakan, “eksposur yang lama untuk berbagai bahan kimia beracun selama (Yu-mi) dipekerjakan memunculkan atau setidaknya mempercepat perkembangan Leukemia myeloid akut yang dideritanya. Dengan demikian, hubungan kausal proksimat … tampaknya cukup. ”
Layanan kompensasi mengajukan banding. Samsung mendapat persetujuan dari pengadilan untuk campur tangan di tingkat banding dan menyewa beberapa pengacara Top di Negerinya.
Pada bulan Mei 2014, setelah bertahun-tahun mengabaikan peringatan dan demonstrasi, wakil ketua Samsung, Kwon Oh-Hyun, mengajukan permintaan maaf publik di TV nasional.
“Kami menyesal bahwa solusi untuk masalah rumit ini belum ditemukan pada waktu yang tepat, dan kami ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengungkapkan permintaan maaf tulus kami kepada orang-orang yang terkena dampak,” katanya. “Kami harus menyelesaikan masalah ini terlebih dahulu, dan kami merasakan penyesalan yang mendalam bahwa kami gagal untuk melakukannya dan mengungkapkan permintaan maaf tulus kami.”
Samsung berjanji untuk menghentikan intervensi dalam kasus-kasus pengadilan yang diajukan terhadap layanan kompensasi dan kompensasi pekerja yang sakit serta keluarga mereka yang meninggal, termasuk ayah Yu-mi, Hwang Sang-ki, dan Han Hye Kyung, wanita muda dari Chuncheon yang memiliki tumor otak.
Ditanya bagaimana Samsung melindungi pekerja dari bahaya kimia, Park Ji Yun selaku Juru Bicara Samsung mengatakan, “Kami tengah mengatur paparan kimia selama proses manufaktur dari penyimpanan ke pembuangan. Semua karyawan Samsung menerima informasi selama pelatihan dan diamanatkan tentang bahan kimia yang mereka tangani termasuk kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh zat tersebut,” tuturnya.
Samsung menolak untuk memberikan salinan mengenai bahan-bahan kimia berbahayanya, dengan mengatakan dalam email bahwa kebijakan dan praktik internal tidak bisa dibagi. Mereka tidak menjelaskan mengapa rincian tentang pelatihan keselamatan kimia perlu dirahasiakan.
Ditanya mengapa Samsung memberikan kompensasi kepada mantan karyawan mereka, Park menjawab, “Itu adalah hal yang benar untuk dilakukan. Bukan karena kami memiliki mandat hukum atau pengadilan memerintahkan untuk melakukannya atau bahkan bukti ilmiah untuk menghubungkan penyakit ini ke tempat kerja.”
Pada bulan Agustus 2014, Pengadilan Tinggi Seoul menolak banding layanan kompensasi dan memerintahkan untuk memberikan upah yang hilang dan biaya pemakaman untuk keluarga dari dua mantan pekerja Samsung yang meninggal karena Leukemia. Hwang Sang-ki percaya keputusan akan mengubah cara klaim kompensasi.
Meskipun Samsung memberikan dana bantuan keuangan bulan lalu, namun para aktivis tetap tidak puas. Perusahaan menolak gagasan untuk membayar sebuah yayasan nirlaba yang akan mengawasi program bantuan dan mengembangkan langkah-langkah untuk mencegah penyakit di tempat kerja. Sebuah komite mediasi tidak mengikat telah meminta perusahaan untuk mempertimbangkan kembali. [AK/IF]