Telko.id – Pemerintah mengambil langkah tegas melalui migrasi ke teknologi e-SIM, sebuah terobosan yang diyakini mampu mengatasi masalah kebocoran data dan penyalahgunaan identitas.
Hal ini untuk menghindari adanya pesan spam dari nomor tak dikenal atau, lebih buruk lagi, menjadi korban penipuan digital karena kebocoran data pribadi.
Apalagi, Indonesia, dengan 350 juta nomor seluler aktif—lebih banyak dari jumlah penduduknya—menghadapi tantangan serius dalam keamanan digital.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid baru-baru ini mengumumkan percepatan migrasi ke e-SIM sebagai bagian dari Gerakan Nasional Kebersihan Data Digital.
Langkah ini bukan sekadar modernisasi, melainkan upaya sistematis untuk membangun ekosistem digital yang lebih aman dan bertanggung jawab.
Dalam sosialisasi di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Meutya menegaskan bahwa e-SIM adalah solusi masa depan yang tak terhindarkan.
Lantas, apa sebenarnya e-SIM, dan mengapa teknologi ini disebut-sebut sebagai game changer dalam perlindungan data pribadi? Mari kita telusuri lebih dalam.

e-SIM: Lebih dari Sekadar Pengganti Kartu Fisik
Embedded Subscriber Identity Module (e-SIM) adalah teknologi yang menghilangkan kebutuhan akan kartu SIM fisik.
Alih-alih menggunakan chip plastik, e-SIM tertanam langsung dalam perangkat Anda. Ini bukan sekadar perubahan bentuk, melainkan revolusi dalam tata kelola identitas digital.
Meutya Hafid menjelaskan, “Dengan integrasi sistem digital dan pendaftaran biometrik, e-SIM memberikan perlindungan ganda terhadap penyalahgunaan data serta kejahatan digital seperti spam, phishing, dan judi online.”
Teknologi ini juga mendukung efisiensi operasional industri telekomunikasi dan memperkuat ekosistem Internet of Things (IoT).
Pembatasan Nomor Seluler: Langkah Preventif Penyalahgunaan
Salah satu masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah maraknya pendaftaran nomor seluler menggunakan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk puluhan, bahkan ratusan nomor.
Meutya mengungkapkan, “Ada kasus di mana satu NIK digunakan lebih dari 100 nomor. Ini sangat rawan untuk kejahatan digital dan merugikan pemilik NIK yang sebenarnya.”
Saat ini, Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 membatasi maksimal tiga nomor per operator, atau total sembilan nomor untuk tiga operator berbeda.
Namun, pemerintah akan memperketat pengawasan melalui Peraturan Menteri baru yang memperkuat aspek verifikasi identitas dalam proses registrasi.
Dukungan Operator dan Langkah Selanjutnya
Operator seluler seperti Telkomsel, Indosat, XL Axiata, dan Smartfren telah menyediakan layanan migrasi ke e-SIM, baik di gerai maupun secara daring.
Pemerintah mendorong operator untuk aktif mengedukasi masyarakat dalam kampanye migrasi ini.
Meskipun migrasi belum bersifat wajib, Meutya sangat menganjurkan masyarakat dengan perangkat yang mendukung e-SIM untuk segera beralih.
“Ini demi keamanan data pribadi dan perlindungan terhadap penyalahgunaan identitas,” tegasnya.
Dengan populasi 280 juta jiwa dan 350 juta nomor seluler aktif, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam tata kelola data pelanggan.
Migrasi e-SIM dan pembaruan data pelanggan diharapkan menjadi fondasi penting menuju ruang digital Indonesia yang lebih sehat dan terpercaya.
Gerakan ini bukan hanya tentang teknologi, melainkan komitmen bersama untuk keamanan digital. Seperti kata Meutya, “Ini adalah untuk keamanan kita semua.” (Icha)