Telko.id – Beberapa saat lalu, Menteri Komunikasi dan informatika, Johnny G Plate menyebutkan bahwa Indonesia Merdeka Sinyal belum bisa terjadi tahun ini. Salah satu yang membuat Indonesia Merdeka Sinyal adalah keberadaan Tol Langit.
Di mana Tol Langit ini bukan hanya terkait Palapa Ring yang sudah selesai digelar pemerintah. Mulai dari Palapa Ring Barat, Palapa Ring Tengah dan Palapa Ring Timur. Tetapi juga ada satelit.
Palapa Ring dan Satelit sebenarnya hanya sebagai backbone saja. Untuk sampai bisa melayani masyarakat diperlukan koneksi atau Base Transceiver Station (BTS). Ibarat jalan, Palapa Ring adalah jalan tol, jadi masih diperlukan lagi jalan-jalan lain untuk bisa digunakan masyarakat.
Namun, dalam perjalanannya, beberapa pihak melihat ada ketidak sepahaman antara Kementerian keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). BAKTI atau Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi yang merupakan bentukan Kominfo, yang bertugas mengelola dana Universal Service Obligation (USO) pun menjadi sulit bergerak. Terutama dalam masalah uang.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pengatur uang negara, sampai saat ini masih belum juga memastikan bantuan itu. “Kalau iya (dibantu dana), jalan. Kalau tidak, suruh BAKTI cari solusi lain. Kalau BAKTI cari pembiayaan alternative. Tapi belum ada kepastian dari Kemenkeu,” jelas Bobby Rizaldi, anggota Komisi I DPR RI, dalam diskusi mengenai Tol Langit, di kawasan Menteng Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Saat ini, uang 1,25% (yang ditarik dari operator) itu dianggap PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan balik ke BAKTI tidak sampai 50% nya. “Ini yang saya bisa bilang conflict of interest diantara kementerian keuangan dan sektor komunikasi”.
“BAKTI kalau dibuat menjadi cost center, bisa habis-habisan,” tambah Boby.
Padahal untuk membangun Tol Langit yang merupakan project infrastruktur tersebut, masalah utama nya adalah uangnya. “Jadi, problem tersebut ada di eksekutif yaitu di pemerintah karena masalah nya uang atau dana,” ujar nya.
“Untuk sumber-sumber pembiayaan harus ada kesamaan persepsi,” ujar Boby menegaskan.
Baca juga : Setelah Tol Darat dan Tol Laut Kini Giliran Indonesia Bangun Tol Langit
Di sisi lain, Alamsyah Saragih, anggota Ombudsman RI, mengatakan, dalam hal ini Bakti tidak boleh menjadi regulator atau pun pemain. Untuk itu, pihaknya berencana melakukan institusional review kepada Bakti.
Lebih lanjut, Alamsyah memaparkan, ada 27 ribu desa di Indonesia yang masuk ke dalam kawasan hutan. Kawasan tersebutlah yang seharusnya dijangkau oleh Palapa Ring. “Kawasan hutan Itu menjadi bagian kontrak dari Bakti dan operator. Kalau tidak (di-review), nanti semua masuk menjadi komersil,” kata Alamsyah, di tempat yang sama.
Peninjauan ulang juga termasuk ke dalam pencarian dana yang akan dilakukan oleh BAKTI. Bagi Ombudsman, kebijakan jangan menjadi over investment. “Sekarang industri telekomunikasi sudah masuk investasi, jadi saling membunuh,” imbuh Alamsyah.
Selaras dengan Alamsyah, Riant Nugroho, pengamat kebijakan publik menyarankan, BAKTI hanya bertugas sebagai inisiator, bukan menjadi operator. Sebab, BAKTI bagian dari regulator di bawah Kominfo.
“Dari awal desain (pembentukan) Bakti sudah salah. Karena dari awal (salah), praktiknya (juga) salah, dan ada potensi korupsi dari Bakti,” ujar Riant. (Icha)