spot_img
Latest Phone

Strava Integrasikan Kacamata Oakley Meta Vanguard AI untuk Aktivitas

Telko.id - Strava, aplikasi pendukung gaya hidup aktif dengan...

Garmin Run Indonesia 2025 Sukses, 7.000 Peserta Dukung Keberlanjutan

Telko.id - Garmin Run Indonesia 2025 sukses digelar di...

Deretan Wearables Terbaru Apple, iPhone 17 Bukan Satu-Satunya

Telko.id – Selain iPhone 17 Series, pada perhelatan Apple...

Apple Rilis iPhone 17 Series, Ini Bocoran Harga dan Spesifikasinya

Telko.id – Apple akhirnya resmi meluncurkan iPhone 17 Series...

Garmin fēnix 8 Pro Resmi Hadirkan Teknologi MicroLED dan inReach

Telko.id - Garmin resmi meluncurkan seri fēnix 8 Pro,...
Beranda blog Halaman 1044

Adobe Gunakan AI untuk Deteksi Konten Deepfakes

Telko.id, Jakarta – Fenomena Deepfakes menimbulkan keresahan di masyarakat, khusus soal keaslian sebuah foto atau video. Untuk itu Tim Peneliti Adobe dan University of California, Barkeley melatih Artificial Intelligence (AI) untuk mendeteksi deepfakes yang masuk ke Adobe Photoshop.

Dilansir Telko.id dari Engagdet pada Sabtu (15/06/2019) tim melatih jaringan saraf convolutional (CNN) untuk melihat perubahan pada gambar yang dibuat pada fitur Face Away Liquify Photoshop.

Fitur ini merupakan fitur Adobe Photoshop yang memiliki kemampuan untuk mengubah mata, mulut dan fitur wajah orang lain.

Ketika diuji jaringan CNN mendeteksi gambar yang telah diedit dengan tingkat akurasi 99% atau lebih tinggi dari kemampuan manusia yang memiliki akurasi hanya 53%. Selain itu jaringan CNN juga dapat mengembalikan gambar ke gambar asli sebelum diedit.

{Baca juga: Upss! Gal Gadot Dijadikan Artis Porno oleh AI}

Para peneliti berharap alat ini akan membantu mengembalikan kepercayaan pada media digital pada saat fenomena deepfake banyak dikhawatirkan. AI ini diharapkan bisa untuk forensik gambar, sehingga memungkinkan lebih banyak orang mengungkap praktik manipulasi gambar.

Ini bukan pertama kalinya, Adobe telah menggunakan AI untuk layananan tetapi alat ini secara khusus ditargetkan untuk mendeteksi deepfakes. Adobe mengatakan jika fitur tersebut harus segera diluncurkan untuk melawan gambar-gambar palsu tersebut.

“Kita hidup di dunia di mana semakin sulit untuk mempercayai informasi digital yang kita konsumsi,” kata peneliti Adobe Richard Zhang. Dan ketika datang untuk melihat gambar yang dimanipulasi dan wajah yang berubah, Adobe mengatakan ini baru permulaan.

{Baca juga: Kualitas Deepfakes Ditingkatkan, Video Hoax jadi Sulit Dikenali?}

Deepfakes adalah video palsu yang telah dimanipulasi oleh AI untuk membuat seseorang atau sesuatu muncul pada objek yang lain. Deepfakes ini dapat menirukan gaya atau mimik dari satu orang atau objek, dan memindahkannya ke orang atau objek yang lain. [NM/HBS]

Sumber: Engagdet

Menarik, Facebook Luncurkan “Fitur Donor Darah”

Telko.id, Jakarta Facebook menghadirkan fitur baru yang memudahkan pengguna untuk donor darah. Fitur tersebut diyakini bakal memudahkan para pengguna yang selama ini rutin menyumbangkan darah.

Sayangnya, fitur ini baru tersedia untuk para pengguna Facebook di Amerika Serikat (AS). Cara kerjanya, fitur akan memberi tahu para pengguna di mana tempat terdekat untuk mendonorkan darah.

Dikutip Telko.id dari CNN, Jumat (14/6/2019), pengguna bisa mendaftar menjadi pendonor darah di bagian About di profil akun. Orang yang sudah mencantumkan kesediaan akan menerima pemberitahuan dari pusat donor darah.

{Baca juga: Pembaruan Facebook Portal Janjikan Fitur-fitur Menarik}

“Di lima kota AS, kami akan menempatkan pemberitahuan tepat di atas News Feed Facebook. Tujuannya untuk meminta pengguna mendaftar jika mau berdonor darah,” kata chief operating officer Facebook, Sheryl Sandberg.

Kota-kota yang akan mendapatkan akses untuk menerima pendonor dari Facebook adalah Chicago, New York, San Francisco, Baltimore, dan Washington. Namun,  fitur akan diluncurkan secara nasional dalam beberapa bulan mendatang.

“Kalau ada kekurangan darah di sejumlah kota, mitra kami bakal memberi tahu dan memberi kesempatan kepada pengguna untuk menyumbang. Fitur tersebut hadir untuk mengajak pengguna berkontribusi satu sama lain,” imbuhnya.

{Baca juga: Facebook akan Bayar Pengguna yang “Rela Disadap”, Mau?}

Menurut Sandberg, fitur serupa sudah hadir di India, Pakistan, Brasil, dan Bangladesh. Ia mengklaim, sekitar 35 juta orang telah mendaftar untuk menjadi pendonor darah di Facebook di negara-negara yang bisa mengakses fitur itu. [SN/HBS]

Sumber: CNN

Konsumen Takut Beli Ponsel Huawei, Penjualan Turun 40%

Telko.id, JakartaEmbargo Amerika Serikat (AS) ternyata berdampak pada penjualan ponsel Huawei di Indonesia. Diperkirakan penjualan ponsel Huawei turun hingga 40% dibanding sebelum kebijakan soal larangan Huawei dikeluarkan pemerintah AS.

Pasar ponsel dunia sedang dihebohkan dengan masalah embargo yang diberikan pemerintah AS pada perangkat buatan Huawei. Dengan alasan keamanan nasional, Presiden AS, Donald Trump mengeluarkan aturan melarang menggunakan ponsel buatan Huawei. Alhasil, embargo itu membuat Huawei kelimpungan, karena menghantam penjualan mereka.

Keputusan Trump yang memasukkan Huawei ke daftar hitam perdagangan telah membuat perusahaan asal China tersebut mulai ditinggalkan sejumlah perusahaan raksasa teknologi AS yang menjadi mitranya. Yang paling heboh adalah saat Alphabet sebagai induk perusahaan Google telah menghentikan kerja sama bisnisnya dengan Huawei.

{Baca juga: Ancaman ‘Serangan Balik’ China Bikin AS Ciut, Embargo Huawei Dicabut?}

Keputusan ini membuat perusahaan terancam tidak bisa memanfaatkan berbagai layanan, termasuk software, hardware dan sistem operasi Android, kecuali yang tersedia secara publik melalui lisensi open source.

Sudah jatuh, ketimpa tangga. Mungkin begitulah nasib Huawei sekarang. Setelah banyak perusahaan yang memutuskan kerja sama, data terbaru menyebut jika minat pelanggan pada perangkat Huawei menurun pasca embargo AS diberlakukan.

Kebijakan embargo AS ternyata juga berdampak pada penjualan ponsel Huawei di Indonesia. Diperkirakan penjualan ponsel Huawei turun hingga 40% dibanding sebelum kebijakan soal larangan Huawei dikeluarkan pemerintah AS.

Untuk mengetahui sejauh mana tren penjualan ponsel Huawei di Indonesia, tim Telko.id coba melakukan penelusuran secara langsung ke beberapa pusat penjualan ponsel di Jakarta, yakni ITC Kuningan dan Mall Ambasador Jakarta, pada Kamis (13/06/2019).

Salah seorang penjual yakni Ade dari Milano Cell mengatakan jika embargo AS sangat berpengaruh kepada penjualan ponsel Huawei. Menurutnya, masyarakat khawatir terkait tidak ada lagi dukungan Android untuk smartphone Huawei.

“Berpengaruh karena gak ada yang mau beli lagi. Udah ditawarin gak mau beli, dibilang takut katanya,” ujar Ade kepada tim Telko.id.

{Baca juga: Sistem Operasi Huawei, HongMeng OS akan Meluncur Tahun Ini}

Ade menambahkan, bahwa terjadi penurunan penjualan hingga 40%. Biasanya selama sebulan tokonya mampu menjual hingga 20 unit smartphone Huawei. Namun jumlah itu turun drastis pasca isu dicabutnya Android merebak ke publik.

“Menurun sampai 40%. Biasanya bisa menjual 20 unit sebulan, tapi ketika Android katanya mau dicabut, mulai terjadi penurunan,” tambah Ade.

Hal serupa juga dikatakan oleh Santi dari Gadget Store, konsumen mulai berpaling ke smartphone mereka lain seperti Xiaomi dan Samsung. Menurutnya, terjadi penurunan hingga 50%, karena isu dicabutnya Android.

“Turunnya sampai 50%. Sekarang udah jarang konsumen yang nanya Huawei. Pembeli sekarang lebih banyak yang tanya ponsel Samsung dan Xiaomi, ” terang Santi.

Penyebab penurunan Huawei memang didominasi soal isu embargo AS khususnya dicabutnya Android. Sehingga menurut Teuku dari Zeta Phone, konsumen khawatir jika membeli produk Huawei terbaru, seperti Huawei P30 dan Huawei P30 Pro tidak akan didukung oleh Android.

“Orang awamkan tahunya itu (Android) bakal ditarik dan gak bisa digunain lagi. Sayangnya itu mereka belum tahu juga kabar kepastiannya. Jadi asumsi-asumsi sendiri,” kata Teuku.

Sementara itu, pihak Huawei Indonesia tidak mau memberikan keterangan soal tren penurunan penjualan ponsel Huawei di Indonesia. Hingga tulisan ini dibuat, pihak Huawai Indonesia tidak membalas pertanyaan yang diberikan oleh tim Telko.id.

Sebelumnya situs perbandingan produk, PriceSpy melaporkan bahwa setelah banyak perusahaan yang memutuskan kerja sama, minat pelanggan pada perangkat Huawei menurun pasca embargo AS diberlakukan. PriceSpy menyebutkan bahwa tingkat klik pengunjung mengalami penurunan sebear 26%.

Penurunan ini membawa berkah bagi para pesaing Huawei, khususnya Xiaomi dan Samsung. PriceSpy mengungkapkan jumlah klik pengunjung untuk smartphone Xiaomi dan Samsung mengalami peningkatan cukup signifikan.

Situs PriceSpy melihat terjadi peningkatan klik per tayang sebesar 13% untuk perangkat Samsung, sementara Xiaomi mencatatkan 19% lebih banyak klik dalam jumlah waktu yang sama.

Embargo AS sendiri bermula kala Presiden AS, Donald Trump menandatangani perintah larangan bagi perusahaan-perusahaan AS untuk menggunakan peralatan telekomunikasi buatan perusahaan-perusahaan yang menimbulkan risiko keamanan nasional, khususnya Huawei.

{Baca juga: Dampak Embargo AS, Minat Pelanggan Huawei Menurun}

Padahal sebelum dilakukan embargo oleh AS, minat konsumen terhadap Huawei terbilang cukup besar. Awal tahun 2019 lalu Huawei dilaporkan telah memecahkan rekor pendapatan di segmen bisnis produk konsumen. Capaian ini tak terlepas dari kemonceran bisnis smartphone premium Huawei yang meningkat dalam beberapa kuartal terakhir.

Seperti dilansir Reuters, Huawei mengklaim pendapatan perseroan di segmen itu menembus USD 52 miliar atau Rp 735,4 triliun pada 2018. Pencapaian ini terbilang meningkat, meski dibayangi oleh sentimen global terkait isu keamanan.

Kepala Divisi Konsumen Huawei, Richard Yu menyebut, penjualan perusahaan di segmen bisnis tersebut sendiri melonjak sekitar 50 persen dari realisasi 2017. [NM/HBS]

 

 

Mobil Masa Depan Toyota Punya Fitur “Motor Matic”, Apa Itu?

Telko.id, Jakarta – Toyota berencana untuk menghadirkan fitur untuk mematikan mesin secara otomatis pada mobil masa depan mereka, mirip teknologi pada motor matic yang beredar saat ini yang bernama Idling Stop System (ISS). Bedanya, selain untuk efisiensi energi, teknologi itu berguna demi keselamatan pengemudi.

Menurut Toyota, fitur bernama Auto Shut Off tersebut akan secara otomatis mematikan mesin setelah jangka waktu yang telah ditentukan. Dengan demikian, pengguna tak perlu khawatir jika mobil dibiarkan menyala.

Dilansir Ubergizmo, seperti dikutip Telko.id, Jumat (14/06/2019), selain fitur Auto Shut Off, mobil masa depan Toyota juga bakal terkoneksi dengan aplikasi di smartphone. Nantinya, aplikasi berfungsi sebagai pengingat tambahan untuk para pengguna atau pengemudi.

{Baca juga: Toyota Bikin Robot yang Jago Main Basket}

Perusahaan mengumumkan pula bahwa mobil masa depan miliknya akan datang dengan fitur parkir otomatis. Namun, jangan disangka mobil Toyota bakal bisa parkir sendiri tanpa bantuan pengemudi, karena sifatnya hanya mendeteksi.

Artinya, apabila pengemudi keluar dari kendaraan tanpa menempatkan posisi persneling dalam posisi parkir, fitur akan membantu untuk menempatkannya di mode P atau mode parkir. Dengan demikian, mobil dipastikan tetap aman ketika diparkir.

{Baca juga: Jepang Perkenalkan Robot Relawan di Olimpiade Tokyo 2020}

Perusahaan asal Jepang ini sengaja menghadirkan fitur itu demi keselamatan yang dirancang untuk membantu mengurangi risiko mobil terguling karena pengemudi lupa menarik rem tangan atau menampatkan persneling ke mode parkir.

Fitur-fitur baru tersebut diharapkan benar-benar hadir di mobil Toyota pada 2020 mendatang. Jadi, Anda bisa menimbangnya mulai sekarang untuk menunda membeli mobil baru demi bisa mengakses fitur yang dihadirkan Toyota. (SN/FHP)

Sumber: Ubergizmo

Gantikan Android, Huawei Akan Gunakan Aurora OS Dari Rusia?

Telko.id – Google sudah dipastikan akan ‘menceraikan’ Huawei sehingga tidak dapat menggunakan operating system Android lagi, gegara ‘gencatan perang dagang’ yang dikeluarkan oleh Trump pada produsen asal Cina ini.

Akhirnya, Huawei pun harus mempersiapkan segala sesuatu nya agar bisnis nya tetap berjalan. Termasuk mempersiapkan OS pengganti Android.

Beberapa hari lalu, Huawei sudah menyebutkan akan menggunakan OS HongMeng, operating sistem buatan sendiri yang akan dipasang dalam smartphone besutannya.

Namun, disebutkan juga, seperti dilansir dari Forbes, Huawei sedang mencari celah juga untuk masuk dalam ekosistem di Russia. Termasuk menjajaki untuk penggunakan OS asal Russia yakni Aurora.

Aurora dibangun berbasiskan Sailfish OS yang dikembangkan oleh Jolla Finland dan telah dikembangan juga oleh Russian Open Mobile Platform dengan dukungan dari penguasa Russian yakni Grigory Berezkin.

Lalu pada tahun 2018, perusahaan Rusia milik negara Rostelecom mengakuisisi 75% saham di Open Mobile Platform.

Menurut media Rusia, The Bell, Guo Ping, Huawei Rotating Chairman sempat membahas kemungkinan peralihan OS smartphone Cina ke Sailfish dengan Menteri Pengembangan dan Komunikasi Digital Rusia, Konstantin Noskov. Hal itu dilakukan menjelang Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg.

Sebelumnya juga, masalah ini pernah diangkat selama pertemuan antara Vladimir Putin dan Xi Jinping, ungkap sumber lain menjelaskan.

Pembicaraan tersebut, menurut seorang pejabat federal, membahas dua bidang.

Yang pertama adalah pemasangan sistem operasi Aurora di berbagai perangkat Huawei. Aurora mungkin diinstal pada perangkat perusahaan Cina alih-alih Google Android, yang tidak dapat digunakan perusahaan China sepenuhnya setelah larangan A.S.

“Cina sudah menguji perangkat dengan Aurora diinstal pada mereka,” sumber yang dekat dengan pemerintah mengatakan kepada The Bell.

Yang kedua adalah produksi lokal di Rusia dari beberapa perangkat Huawei. Diskusi difokuskan pada potensi meluncurkan produksi bersama chip dan perangkat lunak.

Seorang juru bicara untuk Rostelecom mengatakan kepada The Bell bahwa mereka belum mendengar tentang perundingan, tetapi perusahaan siap untuk bekerja dengan semua pengembang solusi mobile. Huawei tidak berkomentar. (Icha)

Lockscreen Huawei P30 Pro dkk Ada Iklannya, Pengguna Protes

0

Telko.id, Jakarta – Para pengguna smartphone Huawei melancarkan protes, di tengah problem pelik embargo Huawei. Penyebabnya, brand asal China ini menampilkan iklan yang cukup mengganggu di lockscreen smartphone.

Baru-baru ini, cuitan dari para pemilik smartphone Huawei mengeluhkan keberadaan iklan Huawei di lockscreen smartphone mereka.

Iklan itu nongol di seri Huawei P30 Pro, Huawei P20 Pro, Huawei P20, dan Huawei P20 Lite.

{Baca juga: Huawei Patenkan HongMeng OS di Berbagai Negara, Termasuk Indonesia}

Menurut laporan phoneArena, seperti dikutip Telko.id, Jumat (14/06/2019), hal serupa juga dialami oleh para pengguna Honor 10. Mereka pun merasa tidak senang dengan hal tersebut.

Informasi menyebut bahwa Huawei memasang iklan di smartphone yang tersebar di beberapa wilayah, termasuk Inggris, Irlandia, Belanda, Norwegia, Jerman, dan Afrika Selatan.

Embargo Amerika Serikat (AS) terhadap Huawei memang berdampak besar. Banyak perusahaan memutuskan kerja sama dengan Huawei, dan membuat minat konsumen terhadap perangkat Huawei pun turun.

{Baca juga: Lagi Diboikot, Huawei Mate X Dibanderol Rp 37 Juta, Ada yang Beli?}

Situs PriceSpy melaporkan bahwa Huawei mengalami penurunan sebesar 26 persen terkait jumlah klik pengunjung di laman resmi. Dan, Xiaomi dan Samsung mendapat durian runtuh gegara hal itu.

Embargo AS bermula kala Presiden Donald Trump menandatangani perintah larangan bagi perusahaan-perusahaan nasional untuk menggunakan peralatan telekomunikasi buatan China.

Padahal, sebelum dilakukan embargo oleh AS, minat konsumen terhadap Huawei terbilang cukup besar. Awal 2019, Huawei telah memecahkan rekor pendapatan di segmen bisnis produk konsumen. (SN/FHP)

Sumber: phoneArena

Setelah Idul Fitri, Orang Indonesia Banyak Cari Pekerjaan Baru, Kenapa?

0

Telko.id – Di Indonesia, Idul Fitri dipandang sebagai awal yang baik, termasuk dalam mencari peluang karir atau pekerjaan baru yang lebih baik dan memperluas jejaring kerja yang tepat. LinkedIn mengamati fenomena ini dan menemukan data meningkatnya tenaga kerja yang berpindah kantor dan mencari peluang karir baru selama lima tahun terakhir (2014-2018). Hal ini tentunya mendatangkan dampak positif dan negatif baik dari sisi tenaga kerja maupun perusahaan.

Linda Lee, Head of Brand Marketing dan Communication Southeast Asia and North Asia di LinkedIn mengatakan, “LinkedIn memiliki komitmen untuk terus menemani perjalanan dan mendukung kemajuan karir para tenaga kerja global termasuk di Indonesia untuk bisa terhubung dengan peluang ekonomi yang lebih baik. Melalui LinkedIn, tersedia lebih dari 20 juta lowongan pekerjaan aktif yang dapat dimanfaatkan oleh para anggotanya.”

Infografik diatas menunjukkan angka peningkatan 9% hingga 10% tenaga kerja Indonesia memiliki pekerjaan baru setelah perayaan Idul Fitri. Disepanjang bulan Ramadhan tahun 2014 hingga 2018, angka tenaga kerja yang berpindah kantor hanya sebesar 6% – 7% saja, namun di tahun 2014 hingga 2016, peningkatan 10% terjadi di bulan Agustus, sedangkan di tahun 2017 – 2018 terjadi peningkatan sebesar 9% dibulan Juli.

Mencari Talenta dan Mempertahankan Talenta Terbaik Yang Ada

Dengan besarnya angka perpindahan tenaga kerja di Idul Fitri dan lebih banyak lagi lapangan kerja yang terbuka, banyak perusahaan mengambil langkah untuk berfokus pada pengembangan karyawan dan menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga untuk dapat menarik tenaga kerja unggulan.

Menurut data survey, dua dari tiga karyawan akan meninggalkan perusahaan jika mereka merasa tidak di apresiasi dan sebesar 87% perusahaan didunia saat ini, hanya berfokus pada masa kerja karyawan tersebut.

Dapat dilihat bahwa apresiasi dari perusahaan memegang peranan penting terkait masa kerja karyawan tersebut. Ketika mereka merasa diapresiasi, melihat peluang pengembangan karir serta adanya fasilitas yang membangun, karyawan bekerja dalam waktu lama dan memberikan kontribusi yang positif terhadap perusahaan.

Selain memberikan fasilitas terbaik untuk karyawannya, sebagian perusahaan di Indonesia juga turut membuka peluang kerja baru melalui LinkedIn Jobs seperti Space Management, Knowledge Management Associate, Driver Strategy Manager dan lain-lain, jenis pekerjaan yang banyak menarik minat para lulusan baru dan profesional muda.

Memperbaiki Profil Profesional Untuk Menarik Recruiter

Angkatan kerja saat ini berbeda dari yang dulu, mereka lebih tech savvy dan memahami pentingnya teknologi serta memanfaatkannya untuk meningkatkan perjalanan karir mereka, terutama angkatan kerja muda.

Peluang kerja banyak tersedia di masa Ramadhan dan setelah Idul Fitri, karenanya penting untuk mulai memikirkan apa yang ingin kita tunjukan dalam profil professional kita. Di era serba digital, jejaring professional seperti LinkedIn memiliki peranan penting dalam upaya menarik recruiter.

LinkedIn sendiri mencatat telah berhasil membantu perusahaan merekrut tenaga kerja baru disetiap 8 detik.

Terdapat beberapa hal yang patut untuk diperhatikan dalam menggunakan jejaring profesional.

  1. Temukan Nilai Kemampuan, sebelum memilih pekerjaan, cari tahu seberapa besar kemampuan dan minat yang dimiliki saat bekerja
  2. Lakukan pencarian peluang kerja yang relevan melalui LinkedIn dengan memanfaatkan filter pencarian pekerjaan LinkedIn untuk mempersempit pencarian berdasarkan industri, fungsi dan pengalaman
  3. Pastikan akun LinkedIn yang dimiliki mempunyai daya jual yang menarik minat perusahaan
  4. Terhubunglah dengan jejaring yang tepat yang dapat membantu mendapatkan pekerjaan impian.

(Icha)

 

 

 

China Dituding jadi “Aktor” Serangan DDoS Telegram

Telko.id, Jakarta – Rabu (12/03) waktu setempat lalu, Telegram mendapat serangan DDoS atau Distributed Denial of Service. Akibatnya, pengguna di Amerika Serikat dan beberapa negara lain mengalami masalah koneksi.

Menurut laporan The Verge, seperti dikutip Telko.id, Jumat (14/06/2019), CEO Telegram, Pavel Durov, menuding pemerintah China berada di balik serangan DDoS Telegram. Ia memberi pernyataan melalui cuitan di akun resmi Twitter.

“Mayoritas alamat IP berasal dari China. Semua aktor DDoS (200-400Gb/detik junk) yang kami alami bertepatan dengan gelombang protes yang terjadi di Hong Kong,” tulisnya.

{Baca juga: Ogah Pakai WhatsApp, Perancis Rilis Aplikasi Chat Sendiri}

Seperti diketahui, puluhan ribu orang berunjuk rasa di Hong Kong untuk menolak rencana ke China daratan. Mereka khawatir kebijakan tersebut akan mengembalikan sistem pemerintahan ke koloni Inggris di bawah otoritas China.

Para demonstran menggunakan layanan pesan instan terenkripsi sehingga bisa menyembunyikan indentitas dari pihak berwajib di China. Kebetulan, Telegram dan Firechat merupakan aplikasi paling populer di Apple Store Hong Kong.

{Baca juga: 84 Negara Jadi Korban Serangan DDoS}

Beberapa demonstran menggunakan topeng untuk menyembunyikan diri dari sistem pengenal wajah. Mereka juga tidak menggunakan kartu transportasi yang terhubung ke identitas.

Maret 2019 lalu, Telegram bak mendapat durian runtuh dari kasus Facebook down yang dibarengi oleh WhatsApp dan Instagram. Laporan menyebut, Telegram mendapat limpahan tiga juga pengguna baru atas kasus tersebut. (SN/FHP)

Sumber: The Verge

Sistem Kabel Bawah Laut Australia dan Asia Tenggara Ini Siap Digunakan

Telko.id – AARNet, Google, Indosat Ooredoo, Singtel, SubPartners, dan Telstra mengumumkan pada akhir Mei lalu bahwa sistem kabel bawah laut INDIGO sekarang siap untuk digunakan oleh anggota konsorsium, setelah penyelesaian sesuai jadwal INDIGO West (4.600 km Singapura ke Perth) dan INDIGO Central (4.600 km kabel Perth ke Sydney).

Adanya sistem kabel laut yang menggunakan teknologi berbagi spektrum baru ini, setiap anggota konsorsium dapat secara mandiri memanfaatkan sistem kabel baru untuk meningkatkan jaringan mereka dan memungkinkan peningkatan kapasitas sesuai permintaan.

Jaringan yang dibangun mencakup 9.200 km ini akan memperkuat konektivitas antara Australia dan pasar Asia Tenggara yang tumbuh cepat, memberikan latensi yang lebih rendah dan layanan komunikasi yang lebih andal. Menggunakan teknologi optik koheren saat ini, kabel dapat mendukung hingga 36 terabit per detik, setara dengan secara bersamaan streaming jutaan film per detik.

Penyelesaian sistem kabel tepat waktu karena ekonomi Asia semakin didorong oleh konektivitas digital. Faktanya, permintaan bandwidthantara Asia dan Australia akan mencapai 75Tbps pada tahun 2025 menurut TeleGeography dan sistem kabel bawah laut INDIGO akan membantu memenuhi permintaan yang meningkat secara eksponensial untuk konektivitas langsung antara Singapura dan Australia.

Tonggak sejarah ini mengikuti pengumuman pada bulan April 2017 bahwa konsorsium telah membuat perjanjian dengan Alcatel Submarine Networks untuk membangun sistem kabel INDIGO yang menghubungkan Singapura, Perth dan Sydney, dengan dua pasangan serat tambahan yang menghubungkan Singapura dan Jakarta melalui unit cabang.

“Indosat Ooredoo sangat senang dengan kesiapan INDIGO. Ini akan mendiversifikasi koneksi internasional kami di seluruh Australia dan pasar Asia Tenggara yang tumbuh cepat, melayani peningkatan permintaan lalu lintas data dan memperluas peluang bagi pelanggan kami, konsumen korporaso dan ritel. Ini mendukung visi kami untuk menjadi perusahaan telekomunikasi digital terkemuka dengan menyediakan konektivitas data kelas dunia dan juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia,” ujar Dejan Kastelic, Chief Technology and Information Indosat Ooredoo.

“Pengembangan sistem kabel INDIGO memperkuat hubungan antara jaringan Australia kami dan pasar Asia Tenggara yang tumbuh cepat dan akan memberikan konektivitas yang lebih cepat kepada pelanggan kami dan keandalan yang meningkat secara dramatis,” ungkap Oliver Camplin-Warner, Head of International Telstra.

Oliver menambahkan, “Jaringan bawah laut kami yang luas merupakan bagian penting dari strategi pertumbuhan internasional kami dan kami akan terus berinvestasi pada kapasitas tambahan untuk memenuhi permintaan data pelanggan yang meningkat dan mempertahankan kepemimpinan jaringan kami di kawasan Asia-Pasifik. ”

CEO AARNet, Chris Hancock mengatakan: “Kami mengharapkan kesiapan INDIGO. Sistem kabel ini menyediakan infrastruktur pendukung yang penting untuk mendukung pertumbuhan di masa depan dalam penelitian intensif data kolaboratif dan pendidikan transnasional. INDIGO adalah salah satu dari beberapa investasi yang akan memastikan bahwa Australia dan mitra kami di Asia memiliki konektivitas internasional yang mereka butuhkan untuk memberikan keunggulan dalam penelitian dan pendidikan selama beberapa dekade mendatang. ”

“Ketika Asia Tenggara dan Australia menjadi semakin saling terhubung, infrastruktur konektivitas berkecepatan tinggi dan kuat memainkan peran penting dalam mengkatalisasi pengembangan ekonomi digital di seluruh kawasan. Penyelesaian sistem kabel INDIGO akan mempercepat peluncuran teknologi generasi mendatang yang mengandalkan latensi rendah, konektivitas bandwidth tinggi seperti video high-definition, kendaraan otonom, Internet of Things dan aplikasi robotika, dan membawa kami lebih dekat ke mewujudkan manfaat dari masa depan yang sangat terhubung,” ujar Ooi Seng Keat, Vice President Singtel, Carrier Services, Group Enterprise.

Ooi juga menambahkan bahwa Singtel berharap dapat meningkatkan layanan kepada pelanggan Singtel dan Optus, yang memperkuat posisi kami sebagai penyedia layanan data internasional terkemuka di kawasan ini.

Drew Kelton, Chief Executive Officer Superloop atas nama SubPartners, mengatakan penerapan INDIGO West dan kabel bawah laut serat optik lintas benua pertama di Australia, INDIGO Central adalah pencapaian yang signifikan.

“INDIGO Central melengkapi jaringan serat metropolitan Superloop yang menyediakan kapasitas kecepatan tinggi dan konektivitas dimana-mana ke sistem kabel terestrial di seluruh Australia. Ketika dikombinasikan dengan kapasitas internasional dan interkonektivitas ke Singapura dan Hong Kong, strategi kami untuk memvirtualisasi bisnis di kawasan Asia Pasifik kini sedang direalisasikan,” ujar Drew.

Ashish Ahuja, Global Network Infrastructure di Google mengatakan: “Bagian dari investasi infrastruktur global Google untuk meningkatkan konektivitas, kami gembira bahwa INDIGO akan memungkinkan layanan yang lebih cepat dan lebih dapat diandalkan untuk pengguna, serta meningkatkan kemampuan bisnis antara Asia Tenggara dan Australia. ” (Icha)