Telko.id – Sudah tiga tahun Netflix tidak dapat dinikmati oleh pelanggan TelkomGroup. Hanya ramai ketika awal itu saja, selanjutnya tidak ada pembahasan atau ramai dibicarakan lagi. Baru beberapa minggu belakangan ini, ‘pemblokiran’ oleh perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia ini ramai kembali dibicarakan. Ada apa sebenarnya?
Isu Netflix ini kembali mencuat usai Kementerian Komunikasi dan Informatika memutuskan untuk memblokir situs video streaming film bajakan IndoXXI. Sebagian netizen di Twitter sampai mengeluhkan kapan Netflix segera bisa diakses khususnya untuk para pelanggan Telkomsel.
Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate mengatakan pemblokiran salah satu layanan media streaming digital Netflix yang dilakukan Telkom Indonesia adalah persoalan bisnis sehingga pihaknya tak memiliki wewenang untuk terlibat lebih jauh.
“Kalau masalah bisnis kita serahkan B2B (bussiness to bussiness), mungkin ada hal yang sifatnya komersial. Kalau dari sisi pemerintah, yang terpenting taat aturan,” ujar Johnny kepada wartawan saat Open House Natal di kediamannya, Jakarta, Rabu (25/12), seperti dikuti dari CNBC Indonesia.
Lalu, apakah langkah Telkom memblokir Netflix sudah sesuai aturan? VP Corporate Communication Telkom Arif Prabowo di Jakarta, dalam pernyataan tertulisnya mengatakan bahwa hingga saat ini layanan Netflix belum tersedia di jaringan TelkomGroup baik Telkomsel maupun IndiHome, dikarenakan masih belum tercapainya kesepakatan dua pihak.
Keputusan TelkomGroup itu, lanjut dia, bukan didasarkan pada kepentingan bisnis semata, namun guna melindungi kepentingan pelanggan dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia pada umumnya.
“Telkom Group mendorong para mitra penyedia konten untuk dapat menghadirkan karya sinematografi anak bangsa yang berkualitas,” ujar Arif Prabowo.
Polemik Netflix ini pun diangkat dalam perbincangan bertajuk Polemik Netflix: Antara Bisnis, Regulasi, dan Norma Sosial di Jakarta, Kamis (16/01/20). Dalam perbicangan tersebut menyebutkan bahwa banyaknya konten negative yang ditayangkan Netflix dinilai tidak memenuhi norma budaya dan hukum Indonesia. Lalu, konten negative Netflix melanggar pasal 27 ayat 1 UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE hingga UU No. 44 tahun 2008 tentang pornografi.
Selain itu, Netflix dianggap tidak memenuhi aturan Peraturan Pemerintah (PP) No. 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang mewajibkan pemain seperti Netflix memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Bahkan Netflix dianggap sudah merugikan negara sebesar Rp629,74 miliar dengan tidak adanya BUT Netflix.
Konten Negative
Sejak resmi menghadirkan layanannya di Indonesia, kehadiran Netflix terus menuai kontroversi. Penyebab utamanya adalah banyaknya konten negative yang ada di tayangan layanan penyedia video on demand tersebut.
Konten negative yang disajikan Netflix tersebut dinilai tidak sesuai dengan karakter dan budaya bangsa, terutama soal pornografi, SARA dan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).
Padahal, di Indonesia sendiri memiliki payung hukum terhadap konten-konten yang melanggar kesusilaan, termasuk pornografi. Mulai dari pasal 27 ayat 1 UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE hingga UU No. 44 tahun 2008 tentang pornografi. Tentunya peraturan perundang-undangan tersebut berlaku secara menyeluruh, tak terkecuali Netflix. Walhasil, sejumlah ISP seperti TelkomGroup pun melakukan pembatasan akses terhadap layanan Netflix.
Ferdinandus Setu (Nando), Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, mengungkap ketika Netflix ingin beroperasi di Indonesia harus menutup akses terhadap konten-konten pornografi.
“Kalau mereka (Netflix) mau beroperasi di Indonesia harus mematikan konten yang pornografi tadi, agar gak bisa diakses di indonesia,” ujarnya.
Menurut Ferdinandus, penutupan akses pornografi dilakukan tak hanya sepihak. Artinya, harus ditutup untuk semua pihak, baik anak-anak maupun dewasa.
Dirinya juga menegaskan setiap platform harus mengikuti payung hukum yang berlaku di Indonesia. Setidaknya, perlu ada komitmen dari platform untuk memblokir konten yang memuat pornografi.
Namun di tengah pembatasan akses terhadap Netflix ini, Kemendikbud justru menggandeng Netflix unt uk memberikan peatihan penulisan film. Langkah Mendikbud ini pun kembali meramaikan polemik yang sudah ada.
Badan Hukum Netflix Tidak Jelas
Pasalnya, selain mengandung banyak konten negative, status badan hukum Netflix tidak jelas. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik No. 80/2019 yang baru, pemain seperti Netflix harus memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Selain itu Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 35/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Peraturan ini menjabarkan tentang kewajiban perpajakan bagi perusahaan atau orang asing yang berbisnis di Indonesia, baik itu perusahaan konvensional maupun yang beroperasi secara digital.
Sebagai penyedia layanan konten digital Netflix juga harus mengikuti aturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia seperti badan hukum dan kantor mereka harus tersedia di Indonesia.
Namun kenyataannya penyedia layanan konten digital seperti Netflix sampai saat ini belum mau menuruti perundang-undangan yang ada di Indonesia seperti kewajiban mereka untuk memiliki badan hukum Indonesia atau BUT dengan membuka kantor perwakilan di Indonesia.
Dengan belum memiliki BUT, Netflix pun bebas melenggang dari aturan pajak. Bahkan tidak pernah melaporkan keuangan perusahaannya. Padahal jelas-jelas perusahaan asal negeri Paman Sam itu, berbisnis di Indonesia. Akibatnya, Netflix merugikan negara sebesar Rp629,74 miliar karena tidak memiliki BUT tersebut.
Mengutip data Statista, Netflix memiliki 481.450 pelanggan di Indonesia pada 2019. Bahkan pelanggannya diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun 2020 ini menjadi 906.800.
Kendati demikian, pembayaran oleh pelanggan itu mengalir deras ke anak perusahaan Netflix di Belanda, yaitu Netflix International B.V.
(Icha)