Telko.id – Network sharing dianggap sebagai salah satu cara untuk mencapai tingkat efisiensi dalam industri telekomunikasi. Dan ini diakui betul oleh sejumlah operator, tak terkecuali di Indonesia. Tak heran, jika beberapa diantaranya pun telah mencoba mengimplementasikannya. Network Sharing sendiri, pada dasarnya merupakan mekanisme penggunaan bersama infrastruktur aktif telekomunikasi antar operator telekomunikasi di suatu negara.
Ada setidaknya dua model network sharing yang kita kenal saat ini, yakni MORAN dan MOCN. MORAN sendiri telah diimplementasikan oleh dua operator besar tanah air, XL Axiata dan Indosat Ooredoo.
Namun, Network Sharing yang digagas kedua operator ini – dengan menggunakan skema MORAN – masih dianggap kurang baik dalam menghadirkan efisiensi bagi perusahaan. Hal tersebut tergambar pada pernyataan Dian Siswarini, selaku CEO XL Axiata. Menurutnya, skema MORAN masih ‘kurang Joss’ dari segi efisiensi yang ditawarkan.
Hal senada diungkapkan Yessie D Yosetya, Chief Service Managemet Officer XL Axiata. Ia mengatakan, terkait kerjasama sharing LTE antara XL dan Indosat, saat ini memang baru menggunakan teknologi MORAN, yang efisiensinya bisa mencapai 10 – 15 persen. Namun ke depannya belum diketahui. “Untuk kelanjutannya masih menunggu peraturan dari pemerintah selaku regulator,” katanya kepada Tim Telko.id (10/3).
Lebih dari itu, implementasi Network Sharing dianggap sebagai sebuah kebutuhan, karena solusi ini dinilai dapat melindungi devisa negara. Hal ini  sebagaimana diungkapkan Pakar Telekomunikasi, Merza Fachys.
“Kita harus melihatnya bukan dari scoop operator, melainkan scoop Nasional,” ungkapnya.
Ia menambahkan, saat ini semua perangkat yang ada di jaringan telekomunikasi berasal dari luar negeri atau impor. Dengan demikian, maka devisa negara terus digunakan untuk membeli perangkat tersebut dari luar negeri.
“Sebut saja ada sebuah kota kecil di Indonesia dengan penduduk 300 ribu jiwa dan hanya setengahnya yang menggunakan layanan telepon dan dilayani oleh lima operator di Indonesia sendiri-sendiri. Padahal kapasitas dari jaringan yang dibangun untuk masing-masing operator melebihi dari jumlah pengguna di wilayah tersebut. Untuk apa devisa negara dihamburkan untuk membeli lima network di wilayah tersebut, kebanyang gak pemborosan negara kita ini,” ujarnya seraya memberi contoh kasus.
Menurut Merza, Network Sharing tak bisa dipungkiri adalah sebuah kebutuhan bagi Negara. “Dari dulu ini memang sudah menjadi kebutuhan. Kebutuhan untuk apa? Untuk menghemat devisa negara yang langka,” tambahnya.
Ia juga mengungkapkan ketidakrelaannya akan devisa negara yang terus dihambur-hamburkan untuk pembiayaan infrastruktur telekomunikasi Indonesia. Sekedar informasi, saat ini setidaknya terdapat tiga vendor besar yang ikut ‘meraup’ devisa negara untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia, yakni Huawei, Nokia dan Ericsson.
“Kecuali kita sudah bisa bikin sendiri itu jaringan telekomunikasi. Tapi ini masih beli dan harus beli keluar negeri,” ucap pria yang juga tergabung dalam ATSI ini.
Terkait efisiensi dari para operator, Merza mengngkapkan,”Bukan berbicara mau atau tidak mau, bahwa semua operator saya yakin ingin menekan biaya operasionalnya,” pungkasnya.
Hadirnya Network Sharing juga dapat memberikan dampak positif kepada para pelanggan telekomunikasi seperti biaya atau tarif yang cenderung akan menjadi lebih murah dan terjangkau oleh setiap kalangan. Belum lagi, skema MCON dari Network Sharing juga dapat dimanfaatkan untuk daerah rural dan uso.
Singkat kata, Pemerintah harus segera membuat peraturan yang kuat untuk Network Sharing ini. Tentunya agar dapat melindungi devisa negara yang banyak terbuang ke luar negeri. [ak/if]