Telko.id – Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah menerima surat yang dilayangkan Indosat Ooredoo, terkait pengaturan tarif batas bawah layanan data atau Internet. Lalu, apa tanggapan BRTI soal tarif Internet yang dikeluhkan bos Indosat?
Seperti diketahui, pada Kamis (20/7) kemarin, President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli telah mengirimkan surat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, yang ditembuskan kepada Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.
Dalam surat itu, Alex mengungkapkan keprihatinan Indosat Ooredoo atas kondisi persaingan usaha di sektor telekomunikasi, terutama dalam penyediaan layanan komunikasi data yang diklaim pada situasi persaingan usaha tidak sehat.
Menanggapi soal surat yang dikirimkan bos Indosat itu, Komisioner BRTI I Ketut Prihadi Kresna mengatakan bahwa saat ini BRTI sedang mengkaji surat tersebut secara internal.
“Sudah terima (suratnya), kami akan mencoba untuk mengkaji surat itu secara internal,” ujar Ketut saat dihubungi tim Telset.id melalui pesan singkat, Jumat (21/7/2017).
[Baca juga: Soal Perang Tarif Data, Begini Kata Operator]
Dia mengatakan bahwa surat yang dikirimkan oleh pihak Indosat itu momennya pas, karena saat ini BRTI sedang membahas rancangan Peraturan Menteri (Permen) Kominfo tentang tarif jasa telekomunikasi melalui jaringan bergerak seluler.
“Akan tetapi perlu diingat bahwa kewenangan BRTI hanya pada penetapan formula saja. Bukan sampai menyentuh penetapan besaran tarif,” lanjutnya.
Saat disinggung mengenai klaim Indosat terkait tarif layanan data yang terlalu murah, Ketut merasa pendapat itu sangat relatif. Karena, menurut dia, semuanya bergantung dengan persepsi masing-masing operator.
“Banyak faktor yang mempengaruhi. Dulu ada operator yang bilang (tarif internet) terlalu mahal. Sekarang operatornya sendiri yang bilang sudah terlalu murah,” ketusnya.
Dia memaparkan bahwa formula yang ada saat ini berupa biaya elemen jaringan + biaya aktivitas retail (marketing) + profit margin. Formula ini memiliki prinsip yang serupa dengan formula perhitungan tarif layanan suara atau SMS.
“Semua tergantung operator. Bisa saja marginnya dibuat kecil atau biaya marketing diefisienkan, termasuk mengefisienkan biaya elemen jaringan,” ujar Ketut
Sebelumnya, dalam suratnya Alex mengatakan tekanan persaingan bebas tanpa regulasi yang memadai telah memaksa operator untuk menjual layanan data dengan tarif di bawah biaya produksi secara terus menerus. Kondisi ini mengakibatkan imbal hasil yang tidak memadai bagi operator.
[Baca juga: Minta Tarif Data Diatur, Bos Indosat Surati Menkominfo]
Hal itu akhirnya akan mengurangi kemampuan operator untuk mempertahankan kualitas layanan, apalagi memperluas layanan. Dalam jangka panjang bahkan dapat membahayakan keberlangsungan hidup operator.
Alex mencontohkan di industri transportasi, pemerintah menerapkan tarif batas bawah yang berlaku bagi pelaku di industri. Jika dilihat sekilas dan dalam jangka pendek, kebijakan ini seperti tidak pro persaingan dan pelanggan. Tapi dalam jangka panjang, tarif batas bawah diklaim akan menyelamatkan persaingan dan kepentingan pelanggan.
“Mekanisme pasar tidak dapat berjalan dengan normal, campur tangan pemerintah sudah sangat diperlukan untuk menyelamatkan keberlangsungan industri telekomunikasi dan layanan kepada masyarakat,” tegas Alex.[NC/HBS]