spot_img
Latest Phone

Huawei Watch D2, Bisa Pantau Tekanan Darah 24 Jam

Telko.id - Huawei resmi menghadirkan Huawei Watch D2 di...

Yuk Bikin Galaxy Z Flip6 Jadi Stand Out dengan Flipsuit Case

Telko.id - Huawei resmi memperkenalkan Huawei MatePad Pro 12.2-inch,...

Oppo Pad Air2

Oppo Reno11 Pro (China)

Oppo Reno11 (China)

ARTIKEL TERKAIT

Dirut Telkomsel Buka-bukaan Tentang ‘Tudingan’ Indosat

Telko.id – Salah satu yang menjadi dasar mengapa Indosat -yang sebenarnya juga dikeluhkan oleh operator lain- secara terbuka ‘menuding’ Telkomsel melakukan monopoli adalah interkoneksi dan Network Sharing. Hal ini membuat Indosat merasa kesulitan untuk berkembang di wilayah luar Jawa.

Untuk masalah biaya interkoneksi yang merupakan salah satu komponen panggilan telepon lintas operator (off-net) masih dianggap mahal oleh operator selain Telkomsel. Namun, Ririek Ardiansyah, Direktur Utama Telkomsel melihat bahwa interkoneksi yang diatur oleh pemerintah itu berbasis biaya. Seperti juga yang diberlakukan secara internasional. Operator yang punya 10 BTS dan 100 BTS, biaya yang dikeluarkan pasti beda.

“Jika ada yang mengaitkan dengan tarif retail, tidak terlalu berkaitan karena untuk menentukan biaya itu, banyak komponen lain,” ujar Ririek Ardiansyah, Direktur Utama Telkomsel menjelaskan pada acara buka bersama dengan media di kantornya.

Lebih lanjut, Ririek juga menambahkan, jika tidak berdasarkan skema cost based maka ada resiko yang akan dihadapi oleh industri. Yakni, operator tidak termotivasi untuk membangun. Tentu, hal ini akan memberikan dampak yang kurang baik bagi Industri.

Lalu, jika dikaitkan dengan perangkat infrastruktur yang semakin turun, per unit nya turun. “Tapi ingat, ada faktor depreasiasi dan modernisasi jaringan. Jadi, tidak akan terlalu berpengaruh karena tetap saja, operator harus melakukan investasi,” Sahut Ririek menjelaskan.

Setiap tahunnya operator harus melakukan 4 hal penting dalam melakukan investasi di infrastruktur. Pertama, operator harus melakukan modernisasi. Di mana, infrastruktur yang ada secara periodik harus selalu diganti karena memang perangkat itu ada umur nya. Kedua, operator harus menambah terus kapasitasnya. Jika dulu satu tower satu BTS, kini satu tower bisa multi sector. Dengan demikian, kapasitas akan bertambah. Ketiga, operator pun harus memperluas coverage sehingga jumlah yang ada sudah pasti akan terus ditambah.

Keempat, meskipun harga per unit turun, tetapi volume pembelian terus bertambah. Selama lima tahun belakangan ini, Telkomsel melakukan pembangunan setara dengan 10 tahun terakhir. Di tambah lagi dengan kebutuhan masyarakat yang semakin cepat. “Semua itu membuat Capex dari operator tetap stabil atau bahkan ada kecenderungan meningkat,” ujar Ririek menjelaskan.

Ririek lalu menambahkan juga tentang monopoli. Di mana, menurut Ririek, monopoli itu dapat terjadi karena memang didesain agar terjadi monopoli atau memang terjadi secara natural. Intinya, Ririek mempertanyakan tentang lisensi yang sudah diberikan oleh pemerintah pada operator. “Jika lisensi yang diberikan secara nasional, maka operator juga harus komitmen membangun secara nasional.

“Jadi, dominasi ini bukan karena kemauan dari Telkomsel tapi karena Telkomsel konsisten membangun sehingga 95% dari wilayah Indonesia sudah dijangkau,” tambah Ririek.

Dalam membangun BTS, Telkomsel membaginya dalam 3 katagori. Pertama, Telkomsel membangun secara reguler. Setiap membangun BTS akan disertai dengan hitungan finansial atau untung ruginya. Kedua, disisi lain, Telkomsel juga membangun yang namanya BTS Merah Putih. BTS yang dibangun di wilayah, di mana secara hitungan finansial adalah rugi. Seperti melakukan pembangunan di wilayah tanpa penduduk, pulau terpencil sampai perbatasan atau menjaga kedaulatan negara. Hal ini menjadi kewajiban dari operator dan bentuk dukungan operator terhadap pemerintah yang sudah dicanangkan dalam peraturan pemerintah.

Namun, Telkomsel percaya bahwa suatu saat nanti akan menumbuhkan perekonomian dan bisa saja nanti nya akan menguntungkan. “Di beberapa lokasi memang ada yang menguntungkan dengan cepat. Tapi, di area lain sangat lambat,” ujar Ririek menjelaskan.

Ketiga, adalah USO atau universal service obligation. Program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk mendukung program desa berdering/pinter dari pemerintah.

Peliknya, anggaran untuk USO ini juga tidak selalu lancar, terkadang dana tidak bisa cair. “Operator tidak mungkin untuk non aktif kan BTS yang ada karena sudah ada bisnis yang terbentuk di wilayah itu. Misalnya, sudah ada yang jualan pulsa atau bisnis lainnya. Akhirnya, Telkomsel tetap harus hadir walaupun merugi,” ujar Ririek.

Padahal, lisensi sudah diberikan oleh pemerintah sama. Hanya saja ada operator yang membangun sesuai dengan komitmen, ada yang tidak. Telkomsel sendiri saat ini memiliki 119 BTS. Tiga tahun terakhir, Telkomsel membangun 13 ribu hingga 15 ribu BTS setiap tahunnya. Semakin hari, pembangunan harus lebih cepat karena pertumbuhan dari kebutuhan masyarakat mencapai 22% setiap tahunnya.

Berkaitan dengan foto yang beredar tentang adanya promosi Indosat yang menyinggung Telkomsel, Ririek secara tegas menyatakan bahwa tidak ada instruksi atau kebijakan seperti yang dituduhkan. Telkomsel selalu berusaha untuk menjalankan bisnis sesuai dengan peraturan atau etika yang ada,

Untuk masalah Network Sharing. Telkomsel setuju saja asalkan tidak diberlakukan secara mandatory atau kewajiban. Namun, Telkomsel meminta agar network sharing ini dilakukan base on B to B atau business to business. “Jika Network sharing ini diberlakukan sebagai kewajiban akan memberikan dampak yang kurang baik bagi industri karena akan saling menunggu untuk melakukan pembangunan. Hal ini akan membahayakan secara nasional. Lalu, apa guna nya diberikan lisensi secara nasional, jika tidak membangun,” ujar Ririek berdalih.

Ririek mencontohkan. Jika disuatu daerah, hanya ada satu operator yang melayani. Lalu terjadi sesuatu dan tidak bisa melakukan komunikasi? Tentu hal ini tidak diinginkan. Ditambahkan pula bahwa jika hanya satu network dengan beberapa operator, maka kualitas layanan akan sama. Tidak terjadi deferensiasi. Hal ini tentu menjadi tidak baik bagi masyarakat. Paling tidak dalam suatu daerah ada 2 atau 3 operator yang melayani. Dengan demikian ada kompetisi harga dan kualitas. Konsumen pun dapat memilih.

Ditambahkan juga oleh Ririek bahwa 3 poin penting yang akan mempengaruhi pertumbuhan industri dengan baik. Pertama, kualitas layanan. Di mana, kualitas layanan ini ada minimalnya. Sehingga, siapa pun yang masuk ke wilayah tersebut memberikan kualitas yang baik.

Kedua, harga harus affordable. Jika memberlakukan harga yang rendah maka operator tidak akan untung. Hal ini bisa saja terjadi, tapi pasti hanya dalam jangka pendek saja. Jika dilakukan dalam jangka panjang maka operator tidak memiliki kemampuan untuk membangun. Padahal, telekomunikasi ini mampu mengenerate ekonomi suatu daerah.

Diakhir pertemuan, Ririek menegaskan bahwa, regulasi adalah sebuah alat atau tools untuk mempengaruhi industri. Hanya saja perlu diperhatikan masalah fairness. Baik bagi kepentingan operator yang sudah membangun maupun kepentingan nasional.

“Terlebih, saat ini telekomunikasi ini sedang dalam evolusi. Sedang dalam masa transisi. Jika tidak hati-hati akan memberikan dampak yang kurang baik bagi industri secara nasional,” sahut Ririek menutup pertemuannya. (Icha)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

ARTIKEL TERBARU