Telko.id – Dua tahun lalu, brand lokal atau sering disebut juga merek nasional, begitu gembar-gembor beriklan. Terutama di televisi. Namun, 2015, gegap gempita nya surut. Bahkan semakin ‘sepi’. Jika kita belajar dari Nexian, yang cukup singkat berada di posisi atas, merek lokal seperti Evercoss, Advan pun jika tidak hati-hati akan mengalami hal yang sama.
Merek lokal, memang tidak bisa diremehkan sumbangsih nya pada industri telekomunikasi di Indonesia. Mereka lah yang ‘berjibaku’ di segmen menengah bahkan bawah. Merek lokal lah yang mampu menjadi solusi ketika brand global ‘enggan’ berjualan smartphone murah. Terutama bagi konsumen yang ingin berpindah dari feature phone ke smartphone. Pasalnya, ketika ingin langsung ‘loncat’ ke brand global, kondisi keuangan tidak memungkinkan. Jadi, wajar, brand lokal menjadi pilihan.
Sayangnya, ternyata pilihan ke merek lokal itu tidak ‘sepanjang masa’. Artinya tidak loyal terhadap merek lokal. Jadi, konsumen sudah pernah merasakan pengalaman menggunakan smartphone pertama kali dan saat itu sesuai dengan kantong mereka, maka ketika akan ganti smartphone maka yang menjadi impian adalah merek global. “Konsumen juga ingin naik kelas. Itu sebabnya, brand global menjadi incaran,” ujar Tan Lie Pin, Direktur Utama Tiphone Mobile Indonesia menjelaskan. Hal itu yang membuat merek global tetap mendapatkan hati di masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh TiPhone, yang salah satu anak perusahaan nya adalah berkecimpung di distribusi device, global brand yang menjadi impian tetap Samsung. Brand asal Korea ini memang memiliki range produk yang sangat lebar sehingga banyak pilihan bagi konsumen ketika akan mengganti smartphone nya. Ini, salah satu keunggulan dan brand global.
Lalu, brand global lain yang masih ada peminat adalah Asus dan Lenovo. Namun, kedua merek ini tidak stabil permintaan pasarnya. Hanya akan terjadi lonjakan permintaan ketika sedang terjadi promo atau menurun harga. Namun, ketika sudah kembali normal, akan ditinggalkan dan konsumen akan kembali mencari Samsung.
Di luar itu, seperti BlackBerry, HTC dan Sony sudah sangat berat menghadapi kondisi persaingan yang begitu berat di device ini. Yang ada peluang cukup besar adalah Huawei. Hanya saja, perlu mengubah cara pandang pemasaran device yang akan dilakukan langsung ke pasar. Tidak lagi melalui operator yang memang ‘jago’ nya Huawei. Nah, jika tidak maka, akan sulit Huawei akan muncul di benak konsumen dan menjadi pilihan ketika akan mengganti smartphone nya.
Brand lokal semakin ‘terpuruk’ karena brand global pun mulai merangsek ke level smartphone murah. Ke level, di mana beberapa tahun belakangan ini menjadi lapangan bermain para brand lokal. Yakni, dilevel harga di bawah Rp.1 jutaan. Sebenarnya, kondisi ini sudah terjadi di 2015 lalu, tapi tahun ini pun masih akan terjadi.
Kondisi ini, tidak akan pernah selesai. Jadi, merek lokal harus terus berhitung dan berinvestasi agar mampu bertahan dalam ‘tekanan’ pasar tersebut. Sebab, ketika brand lokal sudah ‘kehabisan’ amunisi menjadi sangat fatal dan akan berbuntut pada kehancuran dari brand tersebut. (Icha)