Telko.id – Alih-alih mengkritisi rencana pemerintah untuk menurunkan tarif interkoneksi – yang konon akan memangkas biaya panggilan telepon lintas operator hingga mendekati panggilan ke sesama operator, pakar telekomunikasi Garuda Sugardo justru lebih mengharapkan sikap tegas pemerintah dalam memaksa operator memenuhi janjinya.
Dalam hal ini terkait pembangunan jaringan sesuai lisensi. Menurutnya, lisensi adalah kewajiban, dan bukannya hak.
“Semua operator harus membangun coverage Nasional, setelahnya baru menuntut interkoneksi murah secara resiprokal. Begitu baru adil dan bijaksana,” kata Garuda dalam sebuah postingan di media sosial.
Ia menyebut, salah satu tujuan dari perjuangan Indosat Ooredoo adalah memperoleh penurunan tarif interkoneksi. Ini bisa dimaklumi, dan merupakan sebuah upaya yang “luhur” mengingat tujuan adalah agar para pelanggannya bisa menghubungi pelanggan dari operator lain dengan tarif yang lebih murah. Namun, Indosat juga harus ingat, bahwa makna interkoneksi adalah “siapa berbuat apa dan mendapatkan apa.”
“Telkomsel yang membangun jaringan di seluruh pelosok Nusantara, pantas menikmati hasilnya secara sejahtera. Siapa yang membangun jaringan diirit-irit, pantaslah dapatnya sedikit,” katanya.
Menurutnya, Indosat sebenarnya memiliki dua kesempatan untuk mengimbangi Telkomsel, tapi disia-siakan.
Pertama saat produk IM3 diluncurkan pada 2001 lalu, dan yang kedua saat Satelindo merger dengan Indosat. Jumlah BTS dan pelanggan gabungan IM3 Indosat ditambah Matrix dan Mentari (Satelindo) sebenarnya hampir sama dengan Telkomsel.
“Bila saja manajemen Indosat saat itu paham doktrin seluler dan menggeber bisnisnya, pastilah kondisinya gak kedodoran seperti sekarang. Sayang sebagian besar saham Indosat sekitar 2014 dijual ke investor asing, maka jadilah pusing. Nasi telah menjadi bubur,” tukasnya.
Sementara itu, sebagai penguasa pasar Telkomsel juga sebenarnya tak luput dari berbagai usaha. Diakui mantan Direksi Telkomsel, Indosat dan Telkom ini, rahasia kekuatan Telkomsel terletak pada konsistensinya dalam mengembangkan jaringan.
Telkomsel sejak dulu menerapkan strategi universal “RPA”. Retention berarti mempertahankan pelanggannya dengan program customer loyality. Penetrasi artinya ngerangsek pasar dengan penggelaran BTS ke segala penjuru berpopulasi. Dan Akuisisi, merebut pasar dengan cara membujuk pelanggan dari pesaing untuk berpaling.
Sekedar mengingatkan, salah satu pemicu perang terbuka antara Telkomsel dan Indosat adalah belum tuntasnya pembahasan seputar biaya interkoneksi. Dimana Telkomsel meminta penurunan dengan mempertimbangkan komitmen pembangunan jaringan dan perhitungan berbasis biaya, sementara Indosat menyakini biaya interkoneksi bisa turun lebih di atas 50% karena belanja jaringan makin murah.