Beberapa hari lalu, tiga operator besar di Indonesia melakukan penandatanganan kerjasama dengan Google untuk Project Loon. Penandatanganan ini ternyata menuai banyak protes karena dianggap tidak berpihak pada teknologi murah dan hasil karya anak bangsa yakni Open BTS.
Project Loon ini juga membuat ketar-ketir para pemain tower. Soalnya, konsep teknologinya adalah balon udara yang memuat ‘BTS’, sehingga tidak membutuhkan lagi tower untuk menaruh peralatan lain. Padahal, industry tower ini cukup banyak menyerap tenaga kerja. Baik yang formal maupun tidak, yang berada di lapangan.
Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika pun menyatakan bahwa tidak ada keberpihakan terhadap pihak mana pun. “Keberpihakan kami adalah pada masyarakat Indonesia. Kalau itu memberikan dampak yang positif dan memberikan layanan yang murah tentu akan dioperasikan. Tapi, untuk project Loon ini sendiri masih dalam rangka uji coba”.
Lebih lanjut, Rudiantara menjelaskan bahwa, Indonesia harus membuka lebar terhadap teknologi yang ada supaya mengerti, mana yang baik dan memang dibutuhkan. Jadi, kalau open BTS mau melakukan uji coba atau teknologi lainnya mau uji coba silahkan saja.
Project Loon memang ketika uji coba harus melakukan interkoneksi dengan tiga operator yakni Telkomsel, XL Axiata dan Indosat. Pasalnya, Google sebagai pembawa teknologi ini tidak akan diberikan ijin nomor. Dan hanya diijinkan untuk wilayah yang terpencil dan belum terjangkau oleh operator.
Dalam prakteknya, Project Loon akan menggunakan balon udara bertenaga matahari yang akan mengudara di ketinggian sekitar 20 km di atas permukaan laut yang befungsi layaknya menara pemancar.
Masa percobaan Project Loon sendiri direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2016 mendatang. Frekuensi yang digunakan untuk project Loon ini melalui 4G LTE di frekuensi 900 Mhz. (Icha)