Telko.id – Ekonomi kreatif di Indonesia menyumbangkan pada Produk Domestik Bruto Indonesia atau PDB Indonesia sebesar 700 Triliun Rupiah pada tahun 2015. Untuk aplikasi dan games hanya menyumbangkan sebesar 1% saja dari angka tersebut.
Padahal, untuk games saja di tahun 2014 market share dunia bisa mencapai 181 juta US$ naik menjadi 321 juta US$ pada tahun 2015. Sedangkan pada 2016 diperkirakan mencapai 600 hingg 700 juta US$. Masih belum final. Artinya, peluang di industry games ini sangat besar dan potensial.
Itu sebabnya, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) berharap pada tahun 2017 ini akan terjadi peningkatan 2 kali lipat untuk sumbangan dari games ini sendiri pada PDB. “Paling tidak bias mencapai 14 Triliun rupiah. Baru setelah itu diharapkan terjadi peningkatan yang eksponensial. Setidaknya, pada 2019 bisa mencapai 15%,” ujar Hati Santosa Sungkari, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif Indonesia menjelaskan.
Hari juga menambahkan “Jika didiamkan saja, maka akan terjadi penurunan bahkan bisa mencapai dibawah 1%. Padahal, dilihat dari market share nya sangat tinggi sekali”.
Potensi Indonesia sendiri sangat besar. “Saya secara pribadi punya obsesi jangka panjang. Paling tidak sampai tahun 2020 bisa mencapai 20%.
Untuk mencapai tersebut, Hari mengingatkan pada developer untuk jeli melihat target games Indonesia agar sesuai dengan konsumen Indonesia. “Jangan membuat produk-produk yang berkompetisi dengan produk yang sudah ada. Jangan buat point blank baru, counter strike baru. Masuk saja yang lain, angkat kearifan lokal. Contoh, buat games Pocong, Tahu Bulat, Gatotkoco”.
Pertanyaannya adalah apakah konsumen Indonesia mau main games lokal? Jangan salah, games Tahu Bulat ternyata sudah di download oleh 3 juta orang.
Memang untuk menjadikan games lokal ini naik level nya harus ada standar. “Ini juga menjadi tugas dari pemerintah untuk menaikan standar para developer. Bukan lagi manajemen warungan,” tambah Hari.
“Jadi kita bukan hanya memberikan edukasi untuk produk saja, tetapi juga tata kelola perusahaan developer juga. Ini yang paling paling lemah. Orang Indonesia bisa berkreatif segala macam, tetapi ketika sudah menjadi institusi bisnis, tata kelolanya juga harus dibenahi. Pasalnya, banyak juga games yang sudah dibuat tidak bisa bertahan. Misalnya, sudah ada 1 juta downloader, ternyata tidak bisa maintenance akhirnya lupa. Jadi, buat games itu gampang, tapi membuat keberlangsungan games tersebut yang tidak mudah,” kata Hari.
Sampai saat ini, semua developer lokal, baik yang membuat games maupun aplikasi lain dan terdaftar dalam Asosiasi mencapai 42 ribu developer. Untuk developer games kira-kira mencapai 25%. (Icha)