spot_img
Latest Phone

Garmin Instinct Crossover AMOLED Resmi Hadir di Indonesia

Telko.id - Garmin Indonesia secara resmi meluncurkan dan memperkenalkan...

Garmin Run Indonesia 2025 dan Limbah.id berhasil Kumpulkan Hampir 3 Ton Sampah

Telko.id — Garmin Indonesia sukses menggelar ajang lari tahunan...

Instagram Safety Camp: Peran Orang Tua Kunci Keamanan Digital Remaja

Telko.id - Meta menyelenggarakan Instagram Safety Camp di Indonesia...

Garmin Venu 4 Resmi Dirilis, Bawa Wellness Adaptif ke Indonesia

Telko.id - Garmin secara resmi meluncurkan Venu 4 di...

Strava Integrasikan Kacamata Oakley Meta Vanguard AI untuk Aktivitas

Telko.id - Strava, aplikasi pendukung gaya hidup aktif dengan...

ARTIKEL TERKAIT

Windows 11 Agentic OS Picu Penolakan Pengguna

Telko.id – 14 Oktober 2025 lalu telah menjadi akhir bagi era Windows 10. Setelah lebih dari satu dekade menjadi tulang punggun miliaran perangkat, Microsoft resmi menghentikan dukungan dan pembaruan keamanan untuk sistem operasi legendaris ini. Sebagai penggantinya, hadir Windows 11 AI PC, generasi baru yang membawa visi masa depan berbasis kecerdasan buatan.

Microsoft belakangan ini mengumumkan sebuah rencana besar untuk Windows 11 dimana mereka menyebutkan akan menjadi Agentic OS – sebuah sistem operasi bebasis AI. Pengumuman ini, tampaknya ini justru memicu reaksi negatif dan gelombang penolakan besar-besaran dari komunitas pengguna.

Agentic OS ini adalah evolusi dari Windows yang berevolusi AI-driven operating system, yang mana sistem ini dirancang agar bisa mengenali maksud pengguna, bukan hanya sekedar instruksi literal saja.

Contoh dari fitur Agentic OS ini adalah Copilot Vision, yang memungkinkan Windows ‘melihat layar’ dan membantu pengguna. Untuk teknologi dibalik fitur ini adalah dengan menggunakan sebuah framework bernama MCP atau Model Context Protocol yang akan memungkinkan AI Agents terhubung ke aplikasi native Windows. Tujuannya jelas untuk menjadikan Windows lebih ambient, persuasive dan multi-modal, sehingga interaksi dengan sistem terasa lebih natual.

Meskipun Microsoft sangat antusias dengan project ini bahkan Davuluri sempat membagikan antusiasmenya di akun X (Twitter) menjelang acara Microsoft Ignite, namun postingan tersebut justru dibanjiri komentar negatif hingga akhirnya kolom komentarnya ditutup.

Baca juga:

Dari postingan tersebut, ada banyak kritik dari pengguna, termasuk mereka lebih menginginkan performa bukan fitur AI, selain itu banyak juga yang menyoroti masalah User Interface yang belum terselesaikan.

Bagi jutaan pengguna yang masih setia pada Windows 10, keputusan penghentian dukungan ini terasa mendadak. Mereka menganggap bahwa sistem lama masih sangat stabil dan relevan untuk pekerjaan sehari-hari.

Masalah terbesar datang dari persyaratan hardware Windows 11 yang tergolong ketat. Banyak PC yang masih berfungsi baik kini tidak lagi memenuhi kriteria ‘AI-ready’. Akibatnya, sebagian pengguna memilih untuk tetap bertahan di Windows 10 atau beralih ke Linux seperti Zorin OS dan Ubuntu, yang lebih ringan dan bebas lisensi.

Fenomena ini menandakan adanya kesenjangan antara visi Microsoft dan kebutuhan nyata pengguna. Bagi banyak orang, stabilitas dan efisiensi lebih penting daripada fitur-fitur canggih yang belum terbukti manfaatnya.

Tidak bisa dipungkiri, integrasi AI di Windows 11 membawa potensi besar. Fitur seperti Copilot mampu membantu menulis dokumen, menganalisis data, hingga mengatur jadwal harian. Namun, sejumlah pengguna mengaku mengalami penurunan performa seelah mengaktifkan fitur ini. RAM cepat penuh, aplikasi terasa lambat, dan beberapa bug muncul di proses otomatisasi.

Secara umum, bisa dibilang memang Windows 11 saat ini semakin berat mengingat ada banyak komponen yang ditambahkan oleh Microsoft – bahkan jika pengguna tidak menginginkannya sama sekali.

Meskipun AI memang mungkin bisa meningkatkakn produktivitas pengguna, namun tidak semua butuh AI dan menjadikan Windows 11 sebagai Agentic OS jelas ditentang banyak pengguna, dari banyaknya komentar bisa disimpulkan bahwa pengguna lebih menginginkan OS yang ringan, cepat dan bebas bug dibandingkan tambahan fitur AI yang dianggap membebani.

Hal ini menimbulkan perdebatan: apakah AI benar-benar diperlukan dalam setiap lapisan pengalaman pengguna, atau justru menambah kompleksitas yang tidak semua orang butuhkan?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

ARTIKEL TERBARU