Telko.id, Jakarta – Para ilmuwan di University of Nottingham telah menciptakan artificial intelligence (AI), yang memiliki kemampuan memprediksi kematian seseorang. Jadi apakah orang itu akan mati lebih awal atau tidak, kecerdasan buatan ini akan mengetahuinya.
Dilaporkan Thesun, Minggu (31/3/2019), algoritma AI ini dapat mengetahui pasien yang menderita penyakit kronis yang kemungkinan beresiko mati lebih awal. Teknologi ini dapat meningkatkan perawatan kesehatan untuk pencegahan resiko kematian di masa depan.
Para peneliti melatih algoritma AI berbasis komputer dengan mengevaluasi data kesehatan umum yang ada antara 2006 hingga 2016, oleh lebih dari setengah juta orang paruh baya di Inggris.
{Baca juga: Trio “Bapak AI” jadi Pemenang Turing Award 2018, Siapa Saja?}
Selama waktu itu, hampir 14.500 peserta studi meninggal, terutama akibat kanker, penyakit jantung dan penyakit paru-paru. Resiko kematian telah diprediksi oleh algoritma AI dengan akurasi 76 persen.
“Perawatan kesehatan preventif adalah prioritas yang berkembang dalam memerangi penyakit serius, sehingga selama beberapa tahun kami telah bekerja untuk meningkatkan akurasi penilaian risiko kesehatan terkomputerisasi dalam populasi umum,” kata seorang peneliti, Dr Stephen Weng.
Dia menambahkan, selama ini sebagian besar aplikasi hanya fokus pada satu jenis penyakit. Namun, penelitiannya bertujuan untuk memprediksi resiko kematian akibat beberapa penyakit berbeda, dan ini sangat kompleks.
{Baca juga: Gunakan AI, Peneliti Cari Cara Deteksi Depresi di Instagram}
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh timnya diakui Weng sebagai langkah besar ke depan di bidang prediksi kematian dini. Teknologi ini dapat membantu dalam mendiagnosis dan pengobatan lebih awal pada pasien berisiko
Faktor lain, termasuk usia, jenis kelamin, riwayat merokok dan diagnosis kanker, juga berperan besar dalam memprediksi kemungkinan kematian dini seseorang.
Namun, beberapa model prediksi juga memperhitungkan etnis, aktivitas fisik, lemak tubuh, jumlah buah dan sayuran yang dimakan seseorang, konsumsi alkohol, dan polusi udara.
Para peneliti percaya bahwa AI adalah bagian penting dari masa depan obat yang dipersonalisasi, namun teknik terbaru mereka akan membutuhkan lebih banyak penelitian sebelum dapat diterapkan secara luas. [BA/IF]