Telko.id – Maraknya penyebaran berita Hoax telah menjadi masalah nasional antara lain perpecahan, instabilitas politik dan gangguan keamanan yang berpotensi menghambat pembangunan nasional. Itu sebabnya, Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) tahun 2019 ini menggelar kembali sebuah survey bertemakan Berita Hoax “Wabah Hoax Nasional 2019”.
Targetnya, untuk melihat perkembangan persepsi responden terhadap berita hoax, penyebaran berita hoax, klasifikasi berita hoax serta dampak berita hoax terhadap kehidupan berbangsa secara nasional, dengan membandingkannya pada hasil survey terdahulu MASTEL pada tahun 2017.
Proses survey dilakukan secara online dalam kurun waktu 28 Februari s/d 15 Maret 2019 dan direspon oleh 941 responden dengan rentang usia 20-24 tahun (27,8%), 25-40 tahun (35,8%), 41-55 tahun (25%), di atas 55 tahun (4,90%), 16-19 tahun (6,1%) dan di bawah 15 tahun (0,30%).
Dari beberapa pertanyaan yang diajukan pada survey tersebut berhasil didapatkan respon seputar definisi hoax, perilaku masyarakat menyikapi hoax, bentuk dan saluran hoax, dampak hoax dan penanggulangan hoax.
Sebanyak 88% responden menjawab bahwa hoax adalah berita bohong yang disengaja, 49% berpendapat hoax adalah berita yang menghasut, 61% berpendapat hoax adalah berita yang tidak akurat, 31% berpendapat hoax sebagai berita yang menjelekkan orang lain. Hasil ini dapat dimaknai bahwa masyarakat memiliki kepekaan tinggi terhadap berita-berita yang menjelekkan orang lain.
Di survey tahun 2019, Responden yang berpendapat memeriksa kebenaran berita heboh, menurun dari 83.2% menjadi 69.3%. Namun ini bukan merupakan indikasi negatif, karena 7,5% responden menyatakan mengcounter berita, 2,1% menegur pengirim berita, dan 3,2% Langsung menghapus, yang bila ditotal berjumlah 12,8%. Sehingga bila dijumlahkan dengan yang memeriksa kebenaran (69,3%), menjadi 82.1%.
16,9% responden lainnya berpendapat mendiamkan berita heboh ketika menerimanya. Andalan utama responden untuk memeriksa kebenaran berita heboh bertumpu pada search engine (82,8%).
Secara keseluruhan, alasan responden meneruskan berita heboh tidak ada perubahan yang berarti dibandingkan dengan hasil survey 2017. Namun ketika di tahun 2019 diberi pilihan jawaban “iseng meneruskan agar heboh”, ternyata ada 4,6% responden memilihnya.
Ada 93,2% responden berpendapat bahwa berita seputar Sosial Politik adalah isi berita hoax yang sering mereka terima. Hoax isu SARA menurun dari 88,6% menjadi 76,2% (turun 12,4%). Hoax Pemerintahan 61,7%, hoax bencana alam meningkat dari 10,3% menjadi 29,3%, dan hoax berisi info pekerjaan yaitu 24,4%.
Pada tahun 2017, dominasi bentuk hoax baru sebatas tulisan dan gambar. Namun pada survey kali ini digali perkembangan ragam dari bentuk hoax yang sering diterima. Respon jawaban responden yang terbanyak yaitu Tulisan (70,7%), foto dengan caption palsu (66,3%) dan Berita/foto/video lama diposting ulang (69,2%).
Responden yang merasa menerima hoax Lebih dari satu kali per hari, menurun dari 17,2% menjadi 14,7% (turun 2,5%). Yang merasa menerima hoax setiap hari, menurun dari 44,3% menjadi 34,6% (turun 9,7%). Terjadi peningkatan yang seminggu sekali, dari 29,8% menjadi 32,5% (naik 2,7%). Tampak ada penurunan frekuensi penyebaran berita hoax, namun bentuk hoax semakin bervariasi dan samar.
Terkait dampak hoax, responden yang berpendapat hoax sangat mengganggu meningkat dari 43,5% menjadi 61,5%. Yang berpendapat hoax sangat mengganggu kerukunan masyarakat meningkat dari 75,9% menjadi 81,9%. Yang berpendapat hoax sangat menghambat pembangunan, meningkat dari 70,2% menjadi 76,4%.
54,3% Responden berpendapat alasan maraknya penyebaran hoax karena hoax digunakan sebagai alat untuk menggiring opini publik termasuk kampanye hitam. 5,8% responden berpendapat bahwa ada yang memanfaatkan hoax untuk bisnis. Maka dapat dimaknai bahwa 60,1% penyebaran hoax dimaksudkan untuk penggiringan opini publik.
Kedewasaan masyarakat mengenali hoax meningkat cukup besar, tampak dari menurunnya tuntutan edukasi tentang hoax (57.7% menjadi 33.7%). Tingkat kedewasaan ini tampak dari peningkatan opini untuk mengoreksi hoax melalui sosial media 10,2%, report akun/posting (16,3%), dan pemberitaan di media TV/Radio/Majalah/Koran (4,1%).
Kesadaran bahwa penanggulangan penyebaran hoax dimulai dari diri sendiri, tetap tinggi. Namun demikian, secara implisit responden tetap menginginkan penegakan hukum yang lebih tegas kepada pelaku penyebaran hoax dan turut melibatkan pemilik/pengelola platform/aplikasi sosial media. (Icha)