Telko.id, Jakarta – Meski awalnya terlihat garang menekan China lewat Huawei, namun Amerika Serikat (AS) mulai mengendurkan ancaman saat melihat China mulai ancang-ancang melakukan serangan balasan. Buktinya, Presiden Donald Trump akhirnya bersedia mencabut embargo Huawei, dengan beberapa syarat.
Pernyataan sikap pemerintah AS yang mulai melunak itu disampaikan oleh Menteri Keuangan Amerika Serikat Steve Mnuchin. Tapi kelonggaran yang diberikan itu tetap ada syaratnya, yakni melihat progress dalam perjanjian dagang dengan pemerintah China.
“Apa yang dikatakan presiden adalah tentang ada tidaknya progres dalam perdagangan yang membuat dia bersedia melakukan hal-hal tertentu pada Huawei, jika ia mendapat jaminan kenyamanan tertentu dari China. Karena ini soal isu keamanan nasional,” kata Mnuchin, dikutip Telko.id dari Reuters, Senin (10/6/2019).
{Baca juga: Google Rayu Pemerintah AS Izinkan Huawei Tetap Pakai Android}
Namun, kata Mnuchin, jika AS dan China tidak mencapai kata sepakat dalam perjanjian dagang, pemerintah AS akan tetap menerapkan kebijakan tarif untuk memangkas defisit dagang mereka.
Sikap pemerintah AS yang disampaikan Mnuchin ini terkesan plin-plan. Namun tanda-tanda AS mulai melunak sebenarnya sudah terlihat beberapa minggu lalu, saat Donald Trump mengisyaratkan akan membuka negosiasi, terkait embargo bisnis Huawei sebagai bagian dari deal dengan China.
Ini artinya, jika ada kesepakatan antara kedua negara raksasa ekonomi dunia itu, maka kemungkinan sanksi embargo Huawei akan dicabut.
Dugaan ini diperkuat dengan surat yang dilayangkan Acting Director Office of Management and Budget AS, Russell Vought kepada Wakil Presiden Mike Pence dan sembilan anggota kongres untuk menunda pelarangan produk buatan Huawei.
Seperti diketahui, kebijakan pelarangan ini merupakan salah satu bagian dari National Defense Authorization Act yang ditetapkan Trump pada akhir tahun lalu. Dalam kebijakan itu ada perintah yang melarang badan pemerintah dan kontraktor AS memakai perangkat buatan Huawei dan ZTE, dengan alasan keamanan nasional.
{Baca juga: Terkait Embargo Huawei, China Bakal Serang Balik AS}
Vought mengatakan dalam suratnya, bahwa pelarangan untuk memakai komponen Huawei lebih baik dilakukan dalam empat tahun ke depan, bukan dua tahun seperti yang dibuat dalam ketentuan awal. Penundaan itu dimaksudkan agar adanya tambahan waktu yang memungkinkan untuk mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dan mencari solusinya.
Tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China memang kian panas, sebagai akibat dari dicekalnya Huawei. Mendapat tekanan dari AS dan para sekutunya, tidak membuat China gentar. Sebaliknya, embargo Huawei ini justru bakal semakin memanas, setelah China mengungkap rencananya untuk “menyerang balik”.
Seperti dilaporkan The Verge, Sabtu, (1/6), pemerintah Negeri Tirai Bambu itu konon siap mengambil langkah serangan balik untuk menanggapi larangan Amerika untuk melakukan bisnis dengan Huawei.
Bloomberg bahkan melaporkan bahwa China telah menyiapkan rencana untuk membatasi ekspor mineral tanah jarang ke AS, sambil menyiapkan daftar hitam “entitas yang tidak dapat diandalkan” untuk perusahaan asing yang tidak menguntungkan.
Pembatasan ekspor mineral tanah jarang ini tampaknya menjadi upaya China untuk menyerang balik. Kepemimpinan di Beijing menandakan bahwa mereka siap dan bersedia untuk mengerahkan langkah yang berat ini, meskipun, menurut Bloomberg, itu hanya akan semakin memanaskan hubungan dagang kedua negara.
Sebagai informasi, neodymium adalah salah satu dari mineral tanah jarang yang paling dikenal, karena banyak digunakan dalam pembuatan magnet. Menurut para ekonom dan pengamat perdagangan internasional bahwa perusahaan-perusahaan AS tidak memiliki sumber alternatif yang baik untuk itu di luar China.
Huawei sendiri tak tinggal diam mendapat tekanan dari Amerika Serikat. Bukannya ciut, Huawei malah merapat ke Rusia. Perusahaan teknologi asal China itu baru saja menandatangani perjanjian kerjasama pengembangan jaringan 5G di negara yang menjadi musuh bebuyutan AS tersebut.
Raksasa teknologi China itu telah menandatangani perjanjian dengan perusahaan telekomunikasi Rusia MTS untuk mengembangkan jaringan nirkabel generasi kelima di negara itu.
{Baca juga: Diboikot Amerika Serikat, Huawei Merapat ke Rusia}
MTS adalah perusahaan telekomunikasi terbesar di Rusia, memegang 31 persen pangsa pasar dan memiliki 78,3 juta pelanggan. Tak hanya menguasai pasar Rusia, MTS juga beroperasi di Ukraina, Armenia dan Belarus.
Perusahaan itu mengatakan bahwa dengan adanya perjanjian kerjasama itu, mereka akan mengizinkan Huawei mengembangkan jaringan 5G di Rusia. Kedua perusahaan akan melakukan uji coba jaringan seluler generasi kelima itu pada 2019-2020. [HBS]