Telko.id, Jakarta – Bagi Anda yang senang traveling, wajib tahu informasi penting ini. Menurut hasil penelitian perusahaan software, Symantec Corp yang baru saja dirilis belum lama ini, sebaiknya jangan memesan hotel secara online.
Sebab, menurut hasil penelitian, dua dari tiga website hotel secara tidak sengaja membocorkan detail pemesanan tamu dan data pribadi kepada situs pihak ketiga.
Itu sudah termasuk pengiklan dan perusahaan analisis, menurut penelitian yang dirilis oleh Symantec Corp pada hari Rabu.
Penelitian ini mengamati lebih dari 1.500 website hotel di 54 negara mulai hotel bintang dua hingga bintang lima. Penelitian ini muncul beberapa bulan setelah Marriott International mengungkapkan salah satu pelanggaran data terburuk dalam sejarah.
{Baca juga: Hotel Futuristik Alibaba Gunakan Robot Layani Tamu}
Meski demikian, Symantec mengatakan Marriott tidak termasuk dalam penelitian mereka. Symantec mengatakan, informasi pribadi yang dikompromikam meliputi nama lengkap, alamat email, detail kartu kredit, dan nomor paspor tamu.
Informasi rahasia ini dapat digunakan penjahat cyber yang tertarik untuk mengamati pergerakan para pebisnis profesional yang berpengaruh dan juga pegawai pemerintah.
“Meski bukan rahasia lagi bahwa pengiklan melacak kebiasaan penelusuran pengguna, dalam hal ini, informasi yang dibagikan dapat memungkinkan layanan pihak ketiga ini masuk ke reservasi, melihat detail pribadi, dan bahkan membatalkan pemesanan,” kata Candid Wueest, peneliti utama dalam penelitian ini.
Penelitian menunjukkan, kompromi biasanya terjadi ketika website hotel mengirim email konfirmasi dengan tautan yang memiliki informasi pemesanan langsung. Kode referensi yang dilampirkan pada tautan dapat dibagikan ke lebih dari 30 penyedia layanan yang berbeda, termasuk jaringan sosial, mesin pencari, jasa periklanan dan analitik.
Wueest mengatakan, 25 persen petugas privasi data webiste hotel yang terkena dampak tidak membalas Symantec dalam waktu enam minggu setelag diberitahu tentang masalah ini. Sementara, mereka yang merasa membutuhkan rata-rata baru merespons 10 hari setelahnya.
{Baca juga: Di Masa Depan, Paket Amazon Dikirim Pakai “Robot Scout”}
“Beberapa mengakui bahwa mereka masih memperbarui sistem mereka agar sepenuhnya sesuai dengan GDPR,” kata Wueest.
Pentingnya keamanan informasi ini merujuk pada undang-undang privasi baru Eropa, atau Peraturan Perlindungan Data Umum, yang diberlakukan sekitar setahun yang lalu. Undang-undang atau peraturan ini mengatur secara ketat tentang bagaimana organisasi seharusnya mengatasi masalah kebocoran data.
Sumber: NY Post