Telko.id – Lahir dan tumbuh di era digital, membuat para siswa di generasi Z lebih matang dan mandiri dalam hal pemanfaatan teknologi untuk membantu proses belajarnya. Mereka tahu bagaimana mendidik diri sendiri dan mencari informasi. Ini tampak dari hasil penelitian Cambridge International melalui Global Education Census 2018 yang menunjukan bahwa siswa Indonesia sangat akrab dengan teknologi, bukan hanya untuk berinteraksi di media sosial tapi juga untuk kebutuhan pembelajaran.
Hasil penelitian tersebut bahkan menyebut bahwa siswa Indonesia menduduki peringkat tertinggi secara global selaku pengguna ruang IT/komputer di sekolah (40%). Lebih dari duapertiganya (67%) menggunakan smartphone di dalam kelas, dan 81% untuk mengerjakan perkerjaan rumah (PR).
Fakta tersebut memiliki dampak besar pada lingkungan belajar-mengajar dalam dunia pendidikan saat ini, karena siswa (generasi Z) lebih dilengkapi dengan teknologi, daripada umumnya guru (generasi X). Inilah yang lantas meningkatkan kompleksitas proses pendidikan yang melibatkan pengajaran, bimbingan , dan pengawasan.
Itu sebabnya, pada kurikulum 2103 sekarang ini dilakukan Pembelajaran Berpusat Pada Siswa (Student Centered Learning)seperti yang tertuang dalam dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) no. 81A tentang Implementasi Kurikulum 2013.
Dalam Permendikbud tersebut menyatakan bahwa, ada pola-pola pembelajaran yang perlu diubah. Antara lain, pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) perlu diubah menjadi pembelajaran interaktif, pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring dan pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari.
“Untuk melakukan itu semua, pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan menjadi sebuah keharusan. Tapi tidak untuk menegasikan, melainkan menguatkan peran guru, sekolah dan orang tua dalam proses pembelajaran siswa,” jelas Fernando Uffie, pengamat pendidikan yang kini menjabat sebagai Country Manager Extramarks Education Indonesia.
Menurutnya sebuah solusi belajar berbasis teknologi harus bisa menghadirkan sekaligus menguatkan interaksi antara siswa, guru, sekolah dan orang tua murid. Tidak hanya di dalam sekolah, tapi juga di luar sekolah.
“Sebuah solusi belajar harus bisa hadir setiap saat. Agar pola pembelajaran aktif-mencari tidak mengarahkan siswa pada sumber yang salah,” ujar Uffie.
Oleh karena itu, sebuah solusi belajar berbasis teknologi diyakininya harus bisa memberikan solusi tepat dan cepat pada saat siswa membutuhkannya.
“Literasi lengkap dan metode belajar yang sesuai dengan karakter generasi Z saja tidak cukup, perlu ada pendamping untuk membangun interaksi. Inilah mengapa kami di KELAS PINTAR menyediakan ratusan guru yang dedicated dan terstandarisasi untuk menjawab pertanyaan siswa, setiap saat secara gratis,” ujar Uffie.
Harapannya adalah agar solusi belajar berbasis teknologi bisa inline dengan apa yang diajarkan disekolah dan sesuai dengan kurikulum berlaku.
“Harus ada quality controlbaik dari sisi materi maupun team akademiknya. Dan ini tidak bisa dilakukan setengah-setengah, karena ini terkait dengan masa depan generasi selanjutnya,” pungkas Uffie.