Telko.id – AppsFlyer, perusahaan mobile attribution dan marketing analytics, hari ini menerbitkan laporan Ad Fraud (penipuan iklan) Asia Pasifik 2019. Dalam laporan tersebut, Asia Tenggara telah diidentifikasi sebagai target utama penipu, dengan risiko lebih dari 260 juta Dolar AS – tertinggi di Asia Pasifik – diikuti oleh India yang terpapar sebesar 186 juta Dolar AS.
Hal tersebut dapat terjadi karena Asia Tenggara memiliki tingkat penetrasi mobile yang tinggi, peningkatan kualitas konektivitas, dan integrasi cepat metode pembayaran elektronik, menjadikannya target yang sangat menguntungkan bagi para penipu karena besarnya jumlah pengguna dan tingginya pembayaran yang dihasilkan pasar ini.
Masalah ini semakin diperparah oleh sumber daya pengembang aplikasi yang lebih sedikit, prevalensi penipuan di jaringan lokal dan permintaan volume yang tinggi oleh marketer.
Sedangkan di Asia Pasifik sendiri, jika dibiarkan tanpa perlindungan, maka akan mengalami kerugian sebesar 650 juta Dolar AS.
“Asia Tenggara adalah target yang menarik bagi penipu, dengan para marketer di kawasan ini memanfaatkan kondisi mobile-first dan pertumbuhan sifat digital populasi di wilayah tersebut untuk mendorong prioritas marketing. Penipuan (fraud) mendistorsi dan mencemari data yang menjadi andalan bisnis dalam membuat keputusan, menghasilkan penggunaan sumber daya yang tidak tepat, pengeluaran yang tidak efektif, serta kerugian finansial,” ungkap Beverly Chen, Marketing Director Asia Pasifik di AppsFlyer.
Untuk mengatasi hal ini, Chen menyarankan agar marketer perlu memiliki solusi perlindungan berlapis-lapis serta memahami dan tetap waspada terhadap meningkatnya ancaman bot, akses non-manusia dan berbagai teknik kejahatan baru yang selalu berkembang untuk mempertahankan keunggulan kompetitif mereka.
Di seluruh wilayah, aplikasi Keuangan dan e-Commerce merupakan jenis aplikasi yang paling terpengaruh, dengan aplikasi Keuangan memiliki target korban penipuan iklan tertinggi di wilayah ini sebesar 48,1%, diikuti oleh aplikasi e-Commerce dan aplikasi Travel, masing-masing sebesar 32,2% dan 29,7%, sejalan dengan terus bertumbuhnya tingkat kesejahteraan konsumen di daerah tersebut.
Penipuan ini terutama dilakukan melalui bot dan pembajakan instalasi, dengan click flooding (spam klik) dan device farm yaitu lokasi di mana kriminal menduplikasi tindakan – seperti klik, pendaftaran, instalasi, dan keterlibatan pengguna – untuk menciptakan ilusi aktivitas yang sah sehingga menghabiskan anggaran iklan, masih menjadi metode yang digunakan meski pada tingkat yang jauh lebih rendah.
Dengan jumlah pengguna seluler di Asia Tenggara saat ini, device farm tidak lagi dianggap efektif jika dibandingkan dengan metode peretasan perangkat lunak.
Bot adalah penyebab utama dalam memengaruhi aplikasi keuangan di semua wilayah (52%), sementara pembajakan instalasi dan click flooding (spam klik) adalah penggunaan serangan yang lebih sering digunakan untuk industriaplikasi lainnya.
Selain itu, tampaknya tidak banyak jumlah laporan mengenai besarnya masalah, karena marketer di kawasan tersebut lebih bergerak ke arah model bisnis cost per action (CPA) untuk mengukur efektivitas aplikasi daripada model cost per install (CPI). Dengan infiltrasi dan kecanggihan berbagai penipuan iklan saat ini, para penipu telah berhasil menginfiltrasi aplikasi sehingga membuatnya lebih sulit untuk dilacak.
Dalam laporan yang menganalisis aktivitas di periode mulai dari kuartal empat 2018 sampai dengan kuartal satu 2019 (November 2018 – April 2019), serta meneliti 2,5 miliar instalasi yang terdiri atas 8.000 aplikasi di segmen Hiburan, Keuangan, Gaming, e-Commerce, Travel, dan Utilities, ditemukan:
Bahwa penipuan instalasi aplikasi terus menjadi prevalensi di seluruh wilayah Asia Pasifik: Tingkat penipuan di wilayah ini memiliki rata-rata 60% lebih tinggi dibandingkan rata-rata global, dengan kerugian akibat penipuan melebihi 650 juta Dolar AS dalam waktu enam bulan.
Lalu pada aplikasi Keuangan dan e-Commerce menjadi yang paling sering terkena dampak. Aplikasi Keuangan memiliki target korban penipuan iklan tertinggi di wilayah ini, yaitu 48,1%, diikuti oleh aplikasi e-Commerce dan Travel di angka 32,2% dan 29,7%, sejalan dengan pertumbuhan kesejahteraan konsumen di wilayah tersebut.
Hal ini diakibatkan lebih besarnya pembayaran dan skala basis pengguna, jika dibandingkan dengan metode perlindungan anti-fraud yang canggih yang sering digunakan marketer aplikasi Gaming.
Metode serangan yang paling umum dilakukan adalah menggunakan bot dan pembajakan instalasi. Metode serangan ini telah dapat diatasi oleh solusi anti-fraud yang bersifat real-time, sedangkan metode click flooding (spam klik) mengalami penurunan. (Icha)