Telko.id – Baru saja, Huawei meresmikan sistem operasi sendiri yang disebut dengan HarmonyOS. Ada banyak spekulasi yang terjadi mengenai apakah itu akan menjadi pengganti Android untuk smartphone Huawei dan Honor atau tidak. Namun, perusahaan tersebut mengungkapkan banyak detail tentang Harmony OS dan tampaknya rencana mereka untuk OS ini lebih dari sekadar menjadikannya OS pesaing Android.
Lalu, apa keunggulan atau perbedaannya HarmonyOs ini dengan Android sehingga begitu ‘pede’ nya Huawei meluncurkannya? Berikut, Telko.id lansir dari fossbytes.
HarmonyOS Tidak berbasis Kernel Linux
Hal mendasar yang membedakan HarmonyOS dari Android adalah pada kenyataannya bahwa ia tidak memasukkan Linux sebagai intinya. Huawei telah mengembangkan microkernel yang sepenuhnya baru untuk sistem operasi yang futuristik.
Richard Yu, CEO divisi bisnis konsumen Huawei, kemudian membandingkan HarmonyOS dengan OS Fuchsia dalam pengembangan Google yang didasarkan pada mikrokernel Zircon.
Sebuah microkernel berukuran lebih kecil dari kernel monolitik (seperti Linux) karena hanya memuat jumlah minimum kode yang diperlukan untuk menjalankan sistem operasi. Microkernel Huawei memiliki kira-kira 1/1000 dari jumlah kode yang ada di kernel Linux karena hanya mencakup penjadwalan thread dan IPC. Semua layanan lain seperti sistem file, driver perangkat, driver jaringan, dan lainnya, serta berjalan di userspace.
Dalam kasus seperti itu, Inter-Process Communication (IPC) menjadi faktor penting dalam keseluruhan kinerja OS. Huawei mengklaim microkernel-nya menawarkan IPC hingga 5 kali lebih cepat daripada Fuchsia dan hingga tiga kali lebih cepat dari microkernel QNX.
Ini bukan pesaing Android, Lalu?
Saat ini Huawei teguh dalam sikapnya bahwa HarmonyOS bukan pesaing langsung Android. Mereka ingin tetap bekerja di Android tetapi mereka dapat mengganti ponsel cerdas mereka ke HarmonyOS dalam satu atau dua hari jika perusahaan dikeluarkan dari AS (dan ekosistem Android). Sebagai antisipasi ketika hubungan dagang dengan AS semakin buruk.
Awalnya, Huawei akan fokus untuk membawa OS ke layar pintar, speaker pintar, head unit mobil,dan lainnya. Namun, dalam whitepaper prediksi teknologi yang baru-baru ini dirilis, Huawei berharap bahwa akan ada banyak teknologi berbasis AI, IoT, dan 5G pada 2025. Merancang OS untuk perangkat semacam itu sepertinya merupakan langkah kedepan yang baik.
Jadi, ini lebih dari rencana B yang dibuat perusahaan. Mengingat meningkatnya ketegangan antara AS dan Cina, sedang berspekulasi bahwa Huawei dapat menanamkan HarmonyOS untuk seri Mate 30 mendatang. Pasalnya, sampai sekarang, perangkat tersebut belum menerima sertifikasi Google Play, yang merupakan keharusan untuk memuat Android OS dan layanan Google di dalamnya.
Secara teoritis lebih cepat dari Android
Huawei menggunakan “OS terdistribusi” sebagai permainan barunya untuk menjual penawaran terbarunya di industri smartphone. HarmonyOS menggunakan penjadwalan tugas terdistribusi dan manajemen data terdistribusi untuk meningkatkan kinerjanya.
Huawei berpendapat bahwa HarmonyOS yang “terdistribusi” dapat mengungguli Android dengan fakta bahwa Android menggunakan banyak kode yang berlebihan, mekanisme penjadwalan yang ketinggalan jaman dan memiliki masalah fragmentasi.
Microkernel-nya menyebarkan mekanisme penjadwalan baru yang disebut “Deterministic Latency Engine” yang menggunakan analisis beban waktu-nyata, pencocokan karakteristik aplikasi, dan perkiraan untuk mengalokasikan sumber daya sistem dengan cara yang lebih baik.
Perusahaan mengklaim bahwa ia telah menghasilkan hingga 25,7% peningkatan latensi respons dan peningkatan 55,6% dalam fluktuasi latensi.
Memberikan contoh jalan raya, Huawei mengatakan mekanisme penjadwalan adil yang populer di Linux memperlakukan semua sumber daya dengan cara yang sama, yang mengurangi kinerja. Namun, hasil akhirnya tidak dapat diprediksi sampai OS yang sebenarnya jatuh ke tangan orang-orang.
Tidak ada akses root
Banyak orang yang menggunakan Android memiliki gagasan tentang apa itu rooting Android dan keajaiban (dan havocs) yang dapat dibawa ke ponsel mereka.
Menariknya, di HDC 2019, Huawei mengumumkan bahwa sistem operasinya tidak akan mendukung akses root pada perangkat. Ini harus meningkatkan keamanan keseluruhan dari mikrokernel dan perangkat.
Lebih lanjut, Huawei mengatakan telah menggunakan “metode verifikasi formal” untuk meningkatkan keamanan microkernel-nya. Ini adalah pendekatan matematis yang digunakan dalam bidang keamanan-kritis seperti aerospace dan chipset. Ini memberikan keunggulan dibandingkan verifikasi fungsional dan simulasi serangan yang menangani sejumlah situasi terbatas.
Perang aplikasi: Android masih menjadi pemenang
Di tengah semua ini, Huawei memiliki satu perjuangan besar untuk menang, yang pada akhirnya akan menentukan pemenang utama: ekosistem aplikasi. Kita telah melihat bahwa perusahaan yang memiliki pasar aplikasi memiliki industri smartphone. Google dan Apple adalah contoh terbesar dari itu.
Saat ini, Huawei sedang coba memikat para pengembang untuk memindahkan port aplikasi mereka ke alternatif Play Store yang disebut AppGallery. Karena memang, untuk saat ini HarmonyOS tidak mendukung aplikasi Android, akan tetapi Huawei berdalih bahwa untuk perpindahan tersebut sangat mudah dilakukan oleh para pengembang. Perusahaan pun telah merilis semua SDK dan perangkat lain yang diperlukan yang akan membantu pengembang mengkompilasi ulang aplikasi mereka untuk HarmonyOS.
Dengan resminya sistem operasi multi-platform HarmonyOS ini, bermunculan juga banyak spekulasi apakah itu akan menjadi pengganti Android untuk smartphone Huawei dan Honor atau tidak. (Icha)