Telko.id – Jumlah smartphone di dunia pertumbuhannya sangat signifikan. Seiring dengan fenomena tersebut, penyebaran virus pun ternyata banyak di bawa oleh smartphone dan ‘menginfeksi’ jaringan selular. Hal ini diungkapkan oleh Nokia melalui Threat Intelligence Lab Nokia dalam hasil penelitiannya. Penelitiannya kali ini fokus pada malware yang banyak ‘menginfeksi’ smartphone.
“Sekuriti adalah perhatian utama setiap perangkat dengan IP address, apakah itu Android, iPhone atau bahkan PC Windows yang terkoneksi ke jaringan selular. Sementara virus-virus Android terus meningkat dan menjadi semakin canggih,” ujar Kevin McNamee, pimpinan Threat Intelligence Lab Nokia menjelaskan. Lalu, seperti apa detail hasil penelitian tersebut?
Laporan tersebut merupakan hasil meneliti trend umum serta statistik dari virus-virus malware di perangkat-perangkat terkoneksi melalui jaringan-jaringan selular maupun tetap. Data diagregat di mana teknologi deteksi malware Nokia digelar, yang meliputi lebih dari 100 juta perangkat.
Dari hasil penelitian tersebut Threat Intelligence Lab Nokia menunjukkan bahwa akibat penurunan kegiatan adware, tingkat virus secara keseluruhan di jaringan selular turun dari 0,75% menjadi 0,49% pada PC berbasis Windows yang terkoneksi ke Internet via jaringan selular di semester kedua 2015. Adware adalah piranti lunak yang secara otomatis menampilkan atau mengunduh materi iklan (seringkali yang tidak diinginkan) ketika pengguna sedang online.
Pada periode yang sama, tingkat virus smartphone meningkat dan menjadi penyebab 60% dari virus yang terdeteksi di jaringan-jaringan selular. Dan Android masih merupakan platform selular yang merupakan target utama malware. Bahkan, malware Android telah meningkat dua kali lipat dalam enam bulan terakhir 2015 dan telah menjadi semakin canggih dan gigih.
Sedangkan di smartphone berbasis iOs, ini kali pertama malware berbasis iOS berada di 20 teratas termasuk XcodeGhost dan FlexiSpy. Di bulan Oktober 2015 saja, malware iPhone mewakili 6% dari total virus. Malware XcodeGhost disuntikkan ke dalam aplikasi melalui kit pengembangan piranti lunak berbahaya yang digunakan oleh para pengembang Tiongkok untuk menciptakan aplikasi sah dan didistribusi melalui Apple App Store. Walaupun, Apple telah menghapus aplikasi pembawa itu dari Apple Store, namun beberapa malware tetap aktif.
Penelitian tersebut juga melihat bahwa Ransomware – malware yang secara efektif ‘menginfeksi’ sebuah perangkat dengan mengenkripsi data dan kemudian menguncinya. Contohnya, CryptoLocker yang telah cukup lama beredar di PC Windows, tetapi beberapa variasinya juga menyerang Android di tahun 2015. Pemulihan hanya dapat dilakukan dengan membayar sejumlah uang kepada si penyerang melalui sebuah voucher tunai prabayar atau dengan bitcoin.
Threat Intelligence Lab Nokia mengungkapkan bahwa Malware selular saat ini sudah semakin canggih dalam hal teknik-tehnik yang digunakannya untuk tetap berada dalam perangkat. Itu sebabnya, Malware yang beredar pun menjadi semakin sulit untuk di-uninstall dan bahkan dapat tetap bertahan menghadapi pengaturan ulang pabrik. “Untuk itu, Nokia melakukan pendekatan sekuriti agar mencapai ke dalam jaringan untuk menghentikan malware sebelum mencapai perangkat dan sebelum kerusakan terjadi,” ujar Kevin McNamee menjelaskan.
Sebagai tambahan informasi, Threat Intelligence Lab Nokia fokus pada perilaku malware jaringan komunikasi untuk mengembangkan aturan-aturan deteksi yang mengidentifikasi virus-virus malware berdasarkan perintah dan kontrol komunikasi serta perilaku jaringan lainnya. Pendekatan ini memungkinkan deteksi malware pada jaringan service provider dan aturan-aturan deteksi ini dikembangkan sebagai landasan untuk rangkaian produk deteksi malware berbasis jaringan Nokia. (Icha)