Telko.id, Jakarta – Membuat roket sendiri menggunakan printer 3D untuk bisa ke Planet Mars merupakan impian Tim Ellis dan Jordan Noone ketika mendirikan startup bernama Relavity Space pada 2015 di Los Angeles, Amerika Serikat. Dan kini impian kedua sahabat itu akhirnya terwujud.
Keduanya kali pertama bertemu di bangku kuliah. Setelah lulus, Noone lalu bekerja di SpaceX milik Elon Musk, sedangkan Ellis di Blue Origin milik bos Amazon. Meski begitu, mereka tetap menjalin hubungan.
Baik Ellis maupun Noone memiliki cita-cita sama, yakni membuat roket secara cepat dan murah. Visi mereka adalah membangun roket yang akan digunakan untuk melakukan perjalanan antariksa ke planet Mars.
Setelah mendapatkan kucuran dana sebesar USD 35 juta, Relativity Space memenangkan kontrak untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas peluncuran roket sendiri di Cape Canaveral Air Force Station di Florida.
{Baca juga: Elon Musk Pamer Starship, Roket SpaceX untuk Terbang ke Mars}
Kontrak tersebut didapatkan dari The 45th Space Wing of the Air Force. Hebatnya, kesepakatan tersebut merupakan yang pertama dilakukan oleh Angkatan Udara Amerika Serikat dengan perusahaan peluncuran roket.
Sama seperti lokasi peluncuran lain di Cape Canaveral, Launch Complex 16, Relativity Space diperkirakan akan meluncurkan roket pertama pada tahun 2020 mendatang. Ellis dan Noone pun akan mencetak sejarah.
Launch Complex 16 pernah digunakan untuk peluncuran misil Titan, program Apollo dan Gemini, serta misil Pershing. Dari lokasi itu, Relativity Space akan meluncurkan roket pertama yang bertajuk Terran 1.
Baca juga: Blue Origin Ungkap Harga Tiket Wisata ke Bulan, Berminat?
Terran 1 akan menjadi roket yang sepenuhnya dicetak menggunakan printer 3D. Namun, membuat roket hanyalah awal dari misi Relativity Space. Tujuan akhir mereka adalah memproduksi roket secara massal.
Printer 3D sejatinya bukan lagi teknologi teranyar lantaran sudah diperkenalkan dan digunakan sejak beberapa tahun lalu. Salah satunya yang dibuat Lockheed Martin yang telah berhasil mencetak benda terbesar dengan printer 3D, yakni berupa kubah titanium besar untuk tangki bahan bakar roket atau satelit.
Kubah ini memiliki ukuran diameter empat kaki, sehingga menjadi benda ruang 3D terbesar, dibanding komponen ruang hasil printer sebelumnya yang berupa wadah elektronik yang berukuran sebesar pemanggang roti.
VP eksekutif Lockheed, Martin Rick Ambrose mengatakan mereka mampu mengurangi total waktu pengiriman kubah tangki bahan bakar titanium dari dua tahun menjadi hanya tiga bulan, yang sangat mengesankan.
“Bagian cetak 3D kami yang terbesar hingga saat ini menunjukkan bahwa kami berkomitmen untuk masa depan di mana kami memproduksi satelit dua kali lebih cepat dan setengah dari biaya (biasanya)” ujar Ambrose.
{Baca juga: Keren! Kubah Bahan Bakar Satelit Ini Dibuat dengan Printer 3D}
Pencetakan 3D memiliki potensi untuk mengubah industri luar angkasa dengan memberi kontraktor cara membangun pesawat ruang angkasa lebih cepat dan dengan jumlah biaya yang jauh lebih kecil. Bahkan, Lockheed Martin berencana untuk membangun kapsul awak Orion NASA dengan 100 bagian menggunakan cetakan 3D.
Sementara itu pada awal 2017 Boeing mengumumkan bahwa taksi ruang angkasa mereka Starliner akan memiliki lebih dari 600 bagian hasil cetak tersebut. [BA/HBS]
Sumber: Asianage