Telko.id – Penggunaan media sosial oleh masyarakat Indonesia diimbau agar dapat bertujuan untuk hal yang bermananfaat guna menangkal penyebaran konten negatif dan merusak kehidupan berbangsa.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara, saat menjadi pembicara pada kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat, dalam konten media sosial ada yang negatif serta positif, seperti yang disampaikan secara terulis oleh Kemenkominfo.
Dalam kunjungannya tersebut, Rudiantara pun menghimbau agar “Masyarakat Indonesia perlu secara bijaksana dalam menyikapi konten-konten yang dimunculkan di media social. Jangan menggunakan media sosial, terutama zaman sekarang, sekedar sebagai eksistensi serta popularitas diri saja namun konten informasinya tidak benar. Sehingga ikut mendukung maraknya penyebaran konten negatif.
“Kalau ragu kebenarannya tapi tetap menyebarluaskan, itu gibah, fitnah, bahkan namimah (mengadu domba). Itulah dosa tanpa sadar, kalau ragu silahkan tabayun,” tutur Rudiantara.
Rudiantara pun menilai, saat ini sudah perlu untuk beralih arah penggunaan media digital ke hal yang menguntungkan dan meningkatkan efektivitas maupun efisiensi dalam kehidupan.
Penggunaan media sosial yang bermanfaat menguntungkan, Rudiantara mencontohkan, bisa ikut menunjang peningkatan ekonomi seperti memasarkan wirausaha serta potensi lokal daerah.
“Kalau kita lihat data dari seluruh pengguna internet di Indonesia, 94 persen menggunakan media sosial. Itu bisa dijadikan kemudahan untuk promosi,” kata Rudiantara.
Selain memberikan kuliah umum, Rudiantara berkunjung ke Pondok Pesantren Buntet, Cirebon pada Sabtu (3/2) guna berdiskusi mengenai infrastruktur telekomunikasi dan ekonomi digital serta peran pesantren dan santri dalam menyejukkan dan mempersatukan bangsa Indonesia.
Menurut Menkominfo Rudiantara, saat kunjungan kerjanya ke Pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (3/2), saat ini ada sekitar 55 persen penduduk Indonesia adalah pengguna internet yang dapat saja bermuatan konten positif maupun negatif.
Rudiantara menuturkan, masih banyak ditemukan konten-konten provokasi di situs internet yang berpotensi bisa merusak kerukunan hidup beragama serta berbangsa sebab telah melenceng.
“Memang internet seperti pisau. Bisa bermanfaat, bisa juga merugikan,” kata Rudiantara.
Kendati begitu, ucap Rudiantara, pondok pesantren jangan khawatir dan merasa ragu guna memanfaatkan serta mengakses internet. Rudiantara mengimbau, justru pondok pesantren dapat menjadi lembaga yang Rahmatan Lil Alamin yaitu penyebar kebaikan dalam hal informasi di internet.
Rudiantara mengajak agar santri di pondok pesantren dapat diberikan wadah aktivitas menulis keislaman di situs internet. Bahkan, Kemenkomifo siap membantu fasilitas penunjangnya jika ada pondok pesantren yang ingin merealisasikan hal itu.
“Saya dorong santri untuk menulis tentang keislaman yang benar. Di Buntet ini ada 5 ribu santri, jika ada 25 orang yang menulis satu tulisan per hari maka setahun bisa hampir 10 ribu tulisan. Kalau bisa saya siapkan situs khusus. Ini cara kita perangi konten negatif di internet.” ajaknya.
Saat ini, Rudiantara melihat bahwa bukan karena banyaknya situs Islam di internet yang malah memprovokasi tapi karena kita kukurangan konten tentang Islam yang menyejukkan dan mempersatukan.
Dalam kunjungan kerja dan pertemuan dengan ulama serta santri Pesantren Buntet tersebut, Rudiantara juga mengakui bahwa masih sedikit pesantren yang memanfaatkan dan menggunakan internetnya karena khawatir terhadap potensi konten negatif.
Ditambah lagi persoalan ketersedian dan akses internet di pesantren-pesantren terpencil. Oleh sebab itu, ungkap Rudiantara, pemerintah terus berupaya melalukan perluasan ketersediaan internet.
Rudiantara mengingatkan, perkembangan internet yang cepat dan canggih, harus diimbangi kemampuan manusia untuk menyaring konten di internet. Pemerintah juga telah memiliki mesin yang berfungsi melacak konten negatif untuk kemudian diblokir. (Icha)