spot_img
Latest Phone

Huawei Watch D2, Bisa Pantau Tekanan Darah 24 Jam

Telko.id - Huawei resmi menghadirkan Huawei Watch D2 di...

Yuk Bikin Galaxy Z Flip6 Jadi Stand Out dengan Flipsuit Case

Telko.id - Huawei resmi memperkenalkan Huawei MatePad Pro 12.2-inch,...

Oppo Pad Air2

Tecno Spark 20C

Tecno Spark Go 2024

ARTIKEL TERKAIT

Potensi dan Pernak-pernik IoT di Indonesia

Telko.id – Internet of Things atau IoT, memang digadang-gadang bakal banyak yang menggunakan. Apalagi dalam industry 4.0. Di mana, IoT ini menjadi salah satu teknologi digital yang akan banyak dipakai.

Bagaimana dengan potensi pasar IoT di Indonesia? Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, pangsa pasar Internet of Things (IoT) di Indonesia diperkirakan berkembang pesat dan nilainya bakal mencapai Rp 444 triliun pada tahun 2022. Dari total potensi infrastruktur digital di Indonesia yang akan menciptakan peluang bisnis baru hingga USD150-200 miliar pada tahun 2025-2030 (McKinsey & Company).

Nilai tersebut disumbang dari konten dan aplikasi sebesar Rp 192,1 triliun, disusul platform Rp 156,8 triliun, perangkat IoT Rp 56 triliun, serta network dan gateway Rp 39,1 triliun.

Menperin menjelaskan, terdapat lima teknologi digital sebagai fundamental dalam penerapan revolusi industri 4.0 di Indonesia, yaitu IoT, artificial intelligence, wearables (augmented reality dan virtual reality), advanced robotics, dan 3D printing. “Jadi, hari ini kita fokus pada internet of everythings. Ini yang harus dikuasai oleh generasi muda kita,” ujarnya.

Airlangga menuturkan, IoT merujuk pada jaringan perangkat fisik, kendaraan, peralatan rumah tangga, dan barang-barang lainnya yang ditanami perangkat elektronik, perangkat lunak, sensor, aktuator, dan konektivitas.

“Semuanya memungkinkan untuk terhubung dengan jaringan internet maupun mengumpulkan dan bertukar data,” ujarnya di Jakarta.

Pada periode yang sama, berdasarkan data Indonesia IoT Forum, kemungkinan ada sekitar 400 juta perangkat sensor yang terpasang, sebesar 16 persen di antaranya terdapat pada industri manufaktur, 15% persen di sektor kesehatan, 11% asuransi, 10% perbankan dan sekuritas, serta sektor ritel, gosir, perbaikan komputer masing-masing 8%.

Selanjutnya, sekitar 7% di pemerintahan, 6% transportasi, 5% utilities, serta real estate and business services and agriculture masing-masing 4%, dan sisanya 3% untuk perumahan dan lain sebagainya.

Dilihat dari potensi nya memang sangat besar IoT di Indonesia ini. Sayang, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terkait regulasi agar ekosistem teknologi ini pun dapat terbentuk, berkembang dan tumbuh.

Regulasi Yang mengatur Spektrum Frekuensi dan Standar IoT Belum Keluar Juga

Regulasi untuk spectrum frekuensi dan standarisasi IoT sudah cukup lama digodok oleh pemeritah. Setidaknya, 2 tahun belakang, kerap dilakukan diskusi sebagai bahan refernsi pemerintah dalam melakukan penggodokan.

Pemerintah sendiri berjanji, tidak akan lama lagi, aturan tentang spectrum frekuensi dan standar IoT di Indonesia akan dikeluarkan. Setidaknya, tahun ini sudah keluar dalam bentuk Peraturan Menteri.

Menurut Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Mochamad Hadiyana mengatakan beleid tersebut ditargetkan bisa dirilis pada tahun ini karena proses pembahasan telah selesai.

Sebagai gambaran, dari sisi spektrum frekuensi terdapat dua kategori yakni berizin dan tak berizin.

Untuk kategori berizin, Band 1 yakni di 2.100 MHz, Band 3 yaitu 1.800 MHz, Band 5 dengan 800 MHz, Band 8 dengan 900 MHz juga Band 31 di 450 MHz dan Band 40 di 2.300 MHz.

Sementara itu, untuk kategori tak berizin terdapat 2,4 GHz, 5,8 GHz dan di rentang  919—925 MHz yang masih dalam kajian karena dikhawatirkan mengganggu operasi di jaringan seluler.

“Kami segera mengeluarkan frekuensinya. Untuk perangkat LPWA (low power wide area) kami bagi dua, ada yang di-support jaringan seluler. Kalau untuk perangkat non-3GPP bisa menggunakan frekuensi yang tidak berizin. Tahun ini, Insyaallah kami ingin menyelesaikan sesegera mungkin,” ujar Hadiyana beberapa waktu lalu.

Menurutnya, frekuensi berizin adalah merupakan frekuensi eksis sehingga operator seluler bisa menggunakan frekuensi yang dimiliki. Adapun, pengaturan spektrum frekuensi tersebut diatur mengikuti dengan peranti IoT yang beredar di pasar.

Untuk peranti yang menggunakan jarak jauh terdapat standar 3GPP dan non-3GPP. Peranti dengan standar 3GPP di antaranya adalah LTE Advanced, LTE M, dan NB IoT. Sementara itu, untuk kategori non-3GPP, Lora dan Sigfox.

Khusus frekuensi tak berizin, dia menyebut akan dilakukan uji coba dalam waktu dekat untuk penggunaan spektrum frekuensi 919 MHz hingga 925 MHz. Jika ternyata terdapat gangguan, maka pihaknya harus mengubah menjadi 919 MHz hingga 924 MHz atau 919 MHz hingga 923 MHz.

Palapa Ring Jadi Backbone Tumbuhnya IoT dan Industri Nasional

Tidak lama lagi, proyek Palapa Ring yang digarap pemerintah akan selesai. Untuk Palapa Ring Barat sudah selesai tinggal digunakna. Sedangkan Palapa Ring Tengah dan Timur tahun depan siap digunakan.

Proyek Palapa Ring atau sebuah proyek serat optik sepanjang 36 ribu kilometer di 440 kota di Indonesia. Menurut Airlangga, ini dilakukan demi mendukung tercapainya akses internet berkecepatan tinggi yang merata di tahun 2019.

Dengan selesainya Palapa Ring di 2019, diharapkan permasalahan konektivitas di Indonesia bisa terselesaikan. Dengan begitu, tidak akan ada permasalahan dalam konektivitas IoT baik dengan konektivitas langsung dari end device ke server/cloud atau dari gateway ke server atau cloud.

Airlangga mengatakan, teknologi IoT memang menjadi solusi. Bahkan, pengelola kawasan industri sudah memikirkan untuk segera mengembangkan teknologi ini sebagai pilot plant. “Dan, tentunya ini akan menjadi backbone untuk industri nasional ke depan,” katanya.

IoT, Perlu SDM Seperti Apa?

Pemerintah dalam mendorong bertumbuhnya IoT ini juga melihat kebutuhan akan SDMnya. Itu sebabnya, pemerintah terus berupaya memfasilitasi dan mengakselerasi peningkatan kualitas SDM guna menyesuaikan dengan dinamika IoT.

Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika menjelaskan, pemerintah membutuhkan keterlibatan dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk dari dunia usaha, akademisi dan masyarakat. Sebab, tantangan yang dihadapi beberapa tahun mendatang terkait IoT sangat beragam.

“IoT ini membutuhkan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni dan keahlian baru secara berkelanjutan,” ujarnya.

Lalu, sebenarnya SDM seperti apa yang dibutuhkan? Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asia IoT Business Platform, menunjukkan 70% perusahaan besar dan perusahaan organisasi lokal bedang mengekplorasi penerapa IoT. Artinya, SDM yang memiliki kemampuan berkaitan dengen sistem atar teknologi IoT akan banyak dibutuhkan. Namun, kemampuan seperti apa yang dibutuhkan untuk berkolaborasi dalam IoT?

IoT terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Mulai dari hardware, jaringan, aplikasi dan software. Hardware merupakan komponen penting dalam IoT. Kemampuan untuk mengoperasikan hardware menjadi kemampuan yang penting. Kemampuan tersebut termasuk sensor, mikrokontroler, sistem embedded, dan sistem operasi.

Dalam sistem IoT ini nantinya akan banyak sekali menggunakan sensor. Bahkan, dalam satu sistem akan menggunakan lebih dari satu buah sensor yang akan dikendalikan oleh mikrokontroler.

Jadi, tenaga kerja dengan kemampuan menggunakan dan mendesain sistem operasi juga diperlukan karena pengguna akan banyak berhadapan dengan handphone.

Bagaimana komponen berkomunikasi dan bertukar data merupakan proses yang penting pula. Dalam proses komunikasi data diperlukan orang-orang yang ahli dalam hal jaringan dan penyimpanan data.

Jaringan yang tersedia juga harus bisa menghubungkan banyak perangkat ke Internet. Jaringan yang handal harus dapat mendesain sistem yang bebas dari kemacetan, kehilangan data, dan dengan kualitas pengiriman yang baik. Keahlian dalam big data, database, dan clouding pun dibutuhkan. Dan, tenaga ahli dibidang keamanan data pun menjadi faktor penting.

Software dan aplikasi atau interface dengan pengguna juga merupakan komponen penting. Kedua hal ini mencakup computer science dan web design ntuk membuat interface yang user friendly dan mudah digunakan oleh pengguna. Diperlukan orang-orang yang berpotensi dalam bidang tersebut.

Di samping kemampuan hardskill, tentu dibutuhkan kemampuan softskill. Kemampuan softskill seperti apakah yang dibutuhkan?

Pertama dibutuhkan kemampuan kerja sama dalam tim. Karena IoT terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dibutuhkan sebuah tim untuk mengembangkan IoT. Akan ada bermacam-macam orang dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda dalam sebuah tim. Toleransi, saling memahami, saling menghargai, dan empati dibutuhkan untuk membentuk sebuah tim yang baik.

Kemampuan komunikasi yang baik juga diperlukan. Kemampuan tersebut termasuk di dalamnya komunikasi antar individu dalam satu tim dan public speaking. Ide yang bagus perlu dituangkan dan disampaikan dengan baik agar maksud dan tujuan dari ide tersebut dapat diterima dan dimengerti dengan baik pula, baik dengan tulisan maupun lisan.

Terlebih, IoT merupakan teknologi yang membutuhkan berbagai disiplin ilmu. Dibutuhkan pula kemampuan yang bermacam-macam, baik hardskill maupun softskill. Dengan menguasai kemampuan tersebut, sumber daya manusia Indonesia dapat bersaing dalam mengembangkan IoT.

7 Tantangan IoT di Indonesia

Ada beberapa tantangan yang mungkin akan dihadapi ketika sebuah industri akan terjun pada produk berbasis IoT. Apa saja?

  1. Saat ini, pemahaman mengenai faktor keamanan dan privasi sangat rendah, padahal IoT ini memungkinkan setiap perangkat saling terhubung dan menjadi titik masuk yang rentan untuk berbagai serangan. Misalnya perangkat-perangkat yang harganya lebih murah bisa dipastikan lebih sensitif terhadap penyadapan yang melanggar aspek keamanan dan privasi.
  2. Integrasi yang sulit, dikarenakan keberagaman perangkat, platform, protokol yang berbeda-beda, dan ketiadaan standar untuk interkonektivitas.
  3. Kesulitan mengembangkan model bisnis atau solusi-solusi berbasis IoT yang menarik konsumen dan menguntungkan bagi pemain IoT.
  4. Ketersediaan infrastruktur jaringan yang berkualitas dan terjangkau yang jarang terdapat di Indonesia sangat membatasi penerapan IoT.
  5. Perangkat-perangkat IoT juga rawan dicuri di Indonesia, sehingga membutuhkan pengamanan ekstra, atau peletakan di tempat-tempat yang keamanannya tinggi.
  6. Ketersediaan catu daya yang handal juga membatasi pemanfaatan IoT, alternatifnya adalah dengan menambahkan baterai dan sel surya.
  7. Kebutuhan analisis data-data IoT yang berkapasitas besar, hal ini bisa jadi kendala besar, namun sekarang sudah ada solusi cloud yang mampu melakukan pemrosesan dan analisis data-data IoT.

(Icha)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

ARTIKEL TERBARU