Telko.id – Singapura terus memimpin di wilayahAsia Tenggara dalam kedua hal yakni penetrasi smartphone dan penetrasi pengguna mobile broadband dari keseluruhan penduduk, ujar laporan Ericsson Mobility Report.
Dilaporkan TelecomAsia (8/6), penetrasi smartphone di Singapura telah melebihi 100% dan pelanggan mobile broadband telah menyentuh angka 140% dari total penduduk mereka. Hal ini menunjukan bahwa satu orang penduduk berlangganan mobile broadband pada lebih dari satu provider. Sementara itu, laporan menunjukkan bahwa tingkat penetrasi rata-rata di Asia Tenggara untuk smartphone dan mobile broadband berada pada angka 40% dan 60%.
Secara global, pelanggan mobile tumbuh sekitar 3% secara year-on-year dan mencapai 7,4 miliar pada Q1 2016. Sedangkan Indonesia dan Myanmar diidentifikasi sebagai salah satu lonjakan pasar utama di Asia Tenggara, dengan tambahan 5 juta pelanggan di masing-masing negara untuk Q1 2016. Sementara di Asia Pasifik, diperkirakan langganan smartphone akan mencapai 1,7 juta pada tahun 2021.
Pada akhir 2015, hanya Singapura memiliki penetrasi pelanggan smartphone di atas 100% di Asia Tenggara. Pada 2021, Singapura diperkirakan akan mencapai hampir 130% penetrasi pengguna smartphone.
Pertumbuhan ini telah dan pada gilirannya, memicu permintaan besar untuk konten premium dari pelanggan, dengan YouTube sekarang menjadi aplikasi kedua yang paling populer di Singapura dibelakang WhatsApp, serta menjadi aplikasi nomor satu di Indonesia dan semakin menenggelamkan nama Blackberry dengan BBM nya.
Sebelum revolusi smartphone, sebagian besar perhatian dalam operasi jaringan seluler difokuskan pada pengelolaan cakupan voice. Untuk voice sendiri saat ini memiliki porsi yang kurang dari lima persen dari lalu lintas mobile. Pengguna masih berharap cakupan voice yang bagus, namun mereka juga mengharapkan pengalaman pengguna yang baik ketika mereka mengakses internet melalui aplikasi yang berjalan pada perangkat pintar mereka. Berbicara mengenai kualitas jaringan, Singapura memiliki hasil teratas dari keseluruhan negara di Asia Tenggara untuk kecepatan downlink dan latency terendah.
Laporan ini juga menyoroti pertumbuhan besar diharapkan pada perangkat yang terhubung dengan IOT di Asia Pasifik, yang secara global diperkirakan akan melampaui langganan ponsel pada tahun 2018. Ini akan didorong oleh aplikasi dan model bisnis yang muncul, dan didukung oleh penurunan biaya perangkat.
Secara global, perangkat yang terhubung dengan IOT diperkirakan meningkat dan mendekati angka 16 miliar pada tahun 2021. Asia Pasifik akan menjadi wilayah dengan tingkat adopsi tertinggi, dengan dengan perhitungan mencapai sekitar 5 miliar koneksi IOT.
IOT, yang merupakan bagian mendasar dari Smart Nation vision Singapura, akan berfokus pada dua segmen utama – yakni koneksi besar dan koneksi kritikal. koneksi IOT besar yang ditandai dengan volume koneksi yang tinggi, biaya rendah, kebutuhan energi yang rendah dan volume lalu lintas data yang kecil. Sebagai contoh termasuk smart building, transportasi logistik, smart meter dan pertanian.
koneksi IOT kritis ditandai dengan persyaratan untuk keandalan ultra dan ketersediaan, dengan tingkat latency yang sangat rendah. Ini termasuk keselamatan lalu lintas, autonomous cars, aplikasi industri, manufaktur terpencil dan kesehatan, termasuk juga operasi jarak jauh.
Martin Wiktorin, Country Head for Singapore & Brunei, Ericsson, mengatakan, “Laporan ini menyoroti pertumbuhan yang luar biasa dari mobile broadband dan teknologi smartphone di Singapura dan di seluruh wilayah. Hal ini juga menunjukkan bagaimana IOT berjanji untuk mengubah masyarakat dalam beberapa tahun ke depan. Sebuah studi IDC baru-baru ini memprediksi bahwa pada 2019, kita akan melihat investasi senilai USD1,3 triliun ke dalam teknologi IOT global yang akan memberdayakan transformasi digital dari semua kehidupan kita, mempercepat kemajuan kita menuju menjadi Masyarakat yang benar-benar terkoneksi. “Tukasnya.