Telko.id – Financial Technology atau fintech, tahun ini sedang naik daun. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan – OJK, sampai dengan 7 Desember 2018 jumlah P2P yang terdaftar/berizin di OJK adalah 75 penyelenggara. Penyelenggara Fintech Lending yang tidak berstatuskan terdaftar/berizin di OJK dikategorikan sebagai fintech lending/P2P illegal.
Terhitung sampai September 2018, jumlah rekening penyedia dana atau lender sudah mencapai 161.297 entitas,yang diawal tahun hanya berjumlah 115.939. Sedangkan jumlah rekening peminjam (borrower) mencapai 2.300.007 entitas atau meningkat pesat dari bulan Januari yang hanya 330.154 entitas.
Di periode yang sama, total penyaluran pinjaman lebih dari Rp 13,84 triliun atau meningkat tajam dari awal tahun yang hanya sekitar Rp3 triliun. Uniknya, dari jumlah penyalur yang besar itu, ternyata kredit macetnya rendah, hanya 1.2% saja.
Tentu, dengan melihat kondisi tersebut, fintech ini memiliki prospek yang cerah di Indonesia.
Sayang, ternyata dibalik gemerlapnya industry fintech ini, menjadi ‘ladang’ juga bagi oknum-oknum nakal yang mencari keuntungan sendiri. Satgas Waspada Investasi OJK, di medio awal September lalu mencatat ada 182 entitas fintech pinjam meminjam (peer to peer lending) yang beroperasi tanpa mengantongi izin usaha dari otoritas.
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing, menyatakan ratusan fintech ilegal tersebut diketahui berdasarkan pemeriksaan pada website dan platform penyedia aplikasi di Google Playstore.
“Kami menemukan ada 182 entitas yang melakukan kegiatan Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (fintech peer to peer lending) tanpa izin OJK sesuai POJK 77/POJK.01/2016 yang berpotensi merugikan masyarakat,” kata Tongam dalam siaran pers nya.
Tongam mengimbau entitas fintech tersebut segera menghentikan kegiatan pinjam meminjam dan menghapus semua aplikasi penawaran pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Jika ingin tetap beroperasi, OJK mendorong entitas tersebut untuk mengurus perizinan sesuai ketentuan perundang-undangan. Seluruh instansi terkait telah berkomitmen untuk memperlancar proses perizinan kegiatan usaha tersebut sepanjang memenuhi persyaratan.
Total, temuan OJK bertambah menjadi 407 entitas dari temuan sebelumnya hanya 227 entitas peminjaman uang yang beroperasi tanpa ijin OJK.
Seiring dengan itu, ternyata laporan aduan masyarakat yang masuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) juga tinggi. Ada sampai lebih dari 500 laporan yang masuk dari sampai September lalu dari 2016. Kemudian terus bertambah hingga November 2018 menerima 1.330 aduan terkait aplikasi fintech lending.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Jeanny Silvia Sari Sirait, pun menjelaskan rata-rata pengaduan dilakukan secara kelompok — bukan perorangan.
Lalu, mayoritas pengadu mengaku terlilit utang pada lebih dari 10 fintech. Bahkan, ada juga yang punya utang pada 35 fintech sekaligus. Apalagi didukung dengan banyaknya fintech pinjam meminjam di Indonesia.
Dari aduan tersebut, sebanyak 89 perusahaan terindikasi melanggar aturan. Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara pun angkat bicara.
Rudiantara menyatakan, jajarannya akan mendiskusikan hal tersebut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Koordinasi itu meliputi perizinan, apakah fintech lending yang dilaporkan itu terdaftar di OJK.
Jika tidak terdaftar, maka Kementerian Kominfo akan memblokirnya. “Begitu kami tangkap, kami cek ke OJK, tidak usah pakai surat. Langsung kami blokir,” kata Rudiantara di kantornya, Jakarta, Senin (10/12).
Selama ini, ia mencatat instansinya sudah memblokir 400 lebih aplikasi dan laman fintech lending ilegal. Tindak lanjut pemblokiran itu baik yang berasal dari laporan masyarakat ataupun permintaan OJK.
Agar tidak tertipu fintech illegal, kominfo telah mengimbau masyarakat untuk membaca, memahami dan memastikan terlebih dahulu syarat serta ketentuan aplikasi pinjaman “online” atau “peer-to-peer lending”.
“Kami mengimbau kepada para netizen atau warganet yang sehari-hari selalu aktif di Internet untuk terus berhati-hati dan waspada terhadap semua aplikasi yang akan diunduh dan digunakan melalui smartphone kita. Pastikan dulu membaca syarat dan ketentuannya,” ujar Ferdinandus Setu, Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo pada suatu kesempatan.
Bahkan Kominfo tak segan meminta Google Play Store dan Apple App Store untuk menurunkan aplikasi tersebut.
“Untuk aplikasi kami sudah bekerja sama dengan Google Play Store dan Apple App Store, jadi kalau memang ilegal mereka akan kita kirimin surat untuk tidak boleh di-download lewat App Store atau pun Play Store,” kata Semuel Abrijani, Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), seperti dikutip dari CNN Indonesia. (Icha)