Telko.id – Dengan tumbuh kembang nya digital di masyarakat, perlu juga meningkatkan kewaspadaan terhadap eksploitasi seksual anak. Untuk itu, tidak bisa diserahkan semuanya pada pemerintah. Seluruh ekosistem, mulai semua Kementerian, NGO, CSO dan semua elemen masyarakat. Yang paling utama adalah keluarga.
Hal itu disampaikan oleh Rudiantara, Menteri Kominfo dalam konferensi “Internet Aman untuk Anak – TEM@N ANAK” yang diselenggarakan oleh ECPAT Indonesia, bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) beserta Google Indonesia, di Jakarta, Selasa (06/02). Konferensi ini diselenggarakan dalam rangka Safer Internet Day 2018 yang dirayakan setiap tanggal 06 Februari.
“Pendekatannya harus dari ekosistem. Pemerintah tidak bisa sendirian, semuanya harus bergerak. Bukan hanya Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, red.) saja, kementerian lain juga dilibatkan, NGO, CSO juga harus ada,” jelasnya.
Rudiantara juga menambahkan bahwa lingkungan keluarga adalah lapisan pertama dalam melindungi anak saat penggunaan internet. “Harus dimulai dari rumah. Dari orang tua, orang tua, orang tua. Bukan anak-anak itu tidak boleh akses internet, tapi bagaimana didampingi. Baru sekolah, kemudian masyarakat.”
Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki dua pendekatan dalam penanganan internet, yaitu pendekatan hulu dan hilir. Menurut Menteri Rudiantara, pendekatan hulu lebih kepada literasi dan penyediaan situs-situs positif yang dapat diakses dan menjadi sumber informasi yang baik terutama bagi anak-anak.
Sementara pendekatan hilir adalah pendekatan pemblokiran. Saat ini Kementerian Kominfo telah menyediakan sekitar 289.000 daftar situs positif yang sebagian besar memiliki domain .edu, yang berfokus di bidang pendidikan dan layak untuk diakses anak-anak.
Dalam kesempatan tersebut Plt. Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Lies Rusdianti, menyampaikan bahwa perubahan pola pikir di lingkungan keluarga dan masyarakat turut berperan penting dalam mengentaskan kekerasan pada anak.
“Kita juga harus mengubah mindset yang menerima dan membenarkan kekerasan terhadap anak. Harus berikan layanan yang menjangkau, memberi pemahaman kepada orang tua, pemahaman kepada anak2 untuk melindungi diri sendiri. Kita butuh partisipasi dari semua komponen masyarakat,” jelas Lies.
Shinto Nugroho dari Google Indonesia turut menyampaikan komitmen Google untuk terus menjadikan internet sebagai tempat yang aman bagi anak-anak.
“Kami akan terus membangun pengaturan keamanan dalam semua produk-produk kami untuk memerangi seksualitas eksploitasi secara online, dan mendukung literasi digital. Kami bekerja sama secara insentif untuk menambahkan keyword dari teman-teman Kementerian Kominfo, menjaga agar internet tetap berguna sebagai sumber informasi yang dibutuhkan tapi terus menerus aman.
Konferensi ini dihadiri oleh sekitar 200 peserta dari berbagai sektor, di antaranya perwakilan organisasi nasional dan internasional, penegak hukum, instansi pemerintah, akademisi, media, advokat, dan kelompok relevan lainnya. Konferensi ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk kejajatan seksual anak online yang berkembang di Indonesia, juga untuk mendorong keterlibatan masyarakat mewujdukan internet yang aman untuk anak. (Icha)