Telko.id – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru saja mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang berpotensi mengguncang sektor teknologi digital global.
Di tengah upaya Indonesia mempercepat transformasi digital, kebijakan ini bisa menjadi batu sandungan besar. Bagaimana dampaknya bagi industri teknologi Tanah Air?
Indonesia, dengan lebih dari 210 juta pengguna internet, sedang gencar membangun infrastruktur digital seperti jaringan 5G, fixed wireless access (FWA), dan sistem komunikasi satelit.
Namun, ketergantungan pada rantai pasok global—khususnya AS dan China—membuat kebijakan proteksionis Trump menjadi ancaman serius.
Baca juga : iPhone 16 Pro Max Bisa Naik Rp5 Juta Akibat Tarif Trump?
Menurut Teguh Prasetya, Ketua Asosiasi Internet of Things Indonesia (ASIOTI), tarif baru ini tak hanya memukul industri, tetapi juga memperlambat pengembangan teknologi kunci seperti IoT, cloud computing, AI, dan 5G.
“Jika tidak diantisipasi, posisi Indonesia dalam indeks broadband global bisa semakin tertinggal,” ujarnya.
Dampak Langsung pada Infrastruktur Digital
Kebijakan tarif Trump berdampak langsung pada ketersediaan perangkat keras dan komponen teknologi yang masih bergantung pada impor.
Teguh menjelaskan, mayoritas solusi digital dan IoT di Indonesia mengandalkan produk dari AS dan China. Ketegangan geopolitik antara kedua negara ini semakin mempersulit akses terhadap teknologi canggih.
Padahal, teknologi seperti 5G dan IoT memainkan peran vital dalam pemerataan ekonomi digital, termasuk di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Hambatan impor berisiko memperlambat pembangunan infrastruktur nasional dan melebarkan kesenjangan digital.
Strategi Menghadapi Tantangan
ASIOTI tidak menyarankan penutupan impor sebagai solusi, melainkan mendorong pendekatan strategis untuk menjaga ketahanan digital. Berikut lima langkah yang direkomendasikan:
- Lokalisasi produksi teknologi kunci untuk mengurangi ketergantungan impor.
- Diversifikasi mitra teknologi global agar tidak bergantung pada satu negara.
- Perlindungan proyek infrastruktur 5G dan satelit sebagai prioritas nasional.
- Dukungan untuk startup dan R&D teknologi lokal untuk memperkuat inovasi dalam negeri.
- Regulasi inklusif dan adaptif yang mampu menanggapi perkembangan digital secara dinamis.
“Krisis ini harus menjadi momentum membangun ketahanan digital. Kemandirian bukan berarti isolasi, tetapi kemampuan tetap terhubung dengan dunia sambil memperkuat fondasi teknologi sendiri,” tegas Teguh.
Dengan langkah-langkah ini, Indonesia diharapkan bisa mengurangi dampak negatif kebijakan tarif Trump sekaligus mempercepat transformasi digital yang lebih mandiri dan berkelanjutan. (Icha)