Telko.id – Setiap rumah tangga pasti menggunakan baterai untuk keperluan sehari-hari yang akan menghasilkan sampah baterai atau baterai bekas, sampah baterai sesungguhnya termasuk sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Namun, masih banyak yang belum mengetahui bagaimana bahaya baterai bekas tersebut. Sehingga ketika sudah tidak terpakai langsung dibuang ke tempat sampah, bercampur dengan sampah rumah tangga lainnya.
Padahal, baterai itu mengandung unsur-unsur yang membahayakan lingkungan maupun diri kita sendiri. Lalu, seperti bahaya baterai?
Baterai terdiri dari 2 (dua) jenis utama yaitu Baterai primer yang hanya dapat digunakan sekali dan dibuang. Contohnya adalah baterai alkaline yang digunakan untuk senter maupun berbagai alat portabel lainnya. Jenis kedua adalah baterai sekunder yang dapat digunakan dan diisi ulang beberapa kali. Contohnya adalah baterai timbal-asam pada kendaraan dan baterai ion litium pada elektronik portabel.
Pada baterai primer terdapat unsur zinc, karbon, campuran MnO2 (Mangan Dioksida), serbuk karbon dan NH4Cl (Ammonium Klorida). Sedangkan baterai yang dapat diisi ulang mengandung cadmium, Nikel dan alkaline (potassium hidroksida).
Semua komponen-komponen penyusun baterai ini akan berdampak negatif bila mencemari lingkungan, misalnya kadmium dan mangan. Kenaikan konsentrasi kadmium dalam tanah akan memperbesar penangkapan unsur logam tersebut oleh tanaman dan selanjutnya memasuki rantai makanan. Dampak yang muncul apabila keracunan logam kadmium adalah tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, kehilangan sel darah merah, gangguan lambung serta kerapuhan tulang.
Mangan dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan keracunan dan kerusakan saraf pada manusia.
Lalu, bila keracunan mangan maka akan terjadi halusinasi, pelupa serta keracunan saraf. Mangan juga dapat menyebabkan parkinson, emboli paru-paru dan bronkitis. Dalam jangka panjang, kelebihan mangan dapat mengakibatkan impoten. Suatu sindrom lain yang disebabkan oleh mangan adalah memiliki gejala seperti skizofrenia, kebodohan, lemah otot, sakit kepala dan insomnia.
Sedangkan dalam baterai sekunder seperti baterai Li-Ion yang kerap digunakan untuk ponsel, gawai, laptop, hingga kendaraan kecil maupun besar, di dalamnya terkandung unsur kimia lithium yang mudah bereaksi terhadap oksigen atau air, bahkan guncangan.
Selain itu ada unsur timah, asam sulfat, dan lainnya, yang akan membahayakan tubuh manusia. Jika terhirup akan menyebabkan penyakit seperti gangguan pernapasan, gangguan otak, bahkan impotensi, termasuk juga gangguan kehamilan dan janin pada perempuan.
“Itulah sebabnya, sampah baterai ini harus ditangani dengan baik dan benar agar tidak membahayakan lingkungan maupun masyarakat, termasuk diri kita sendiri,” ungkap Gufron Mahmud, Direktur Utama PT Arah Environmental Indonesia yang juga pemerhati lingkungan.
Menurut Gufron, ada beberapa langkah untuk menangani sampah B3 terutama baterai dengan baik dan benar dilingkungan sekitar kita. Yang pertama adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat akan bahaya sampah baterai bagi kesehatan. Beberapa langkah bagaimana cara penanganan sampah B3 yang baik dan benar yaitu :
- Memulai dengan memisahkan sampah B3 seperti baterai bekas di rumah dengan meletakkannya di dalam wadah khusus dan terpisah dengan sampah lainnya.
- Kumpulkan semua sampah bahan berbahaya di dalam tempat tertentu, misalnya di setiap satu RW ada satu tempat khusus untuk menampung sementara sampah berbahaya.
- Saat pengelola sampah datang untuk mengambil sebaiknya mereka juga sudah memiliki kesadaran untuk tidak mencampur sampah berbahaya dengan sampah lainnya
- Setelah itu sampah B3 ini dikirimkan ke tempat pengelola sampah B3 yang sudah memenuhi standar dan berizin.
Dalam hal ini, kami mendukung kebijakan pemerintah dengan berperan dalam memberikan edukasi kepada para pihak yang menghasilkan limbah B3 termasuk limbah baterai dan untuk pengelolaan limbah B3 seperti limbah baterai, kami dapat memberikan solusi pengelolaannya yaitu layanan ECOFREN.
“Kami bukan hanya melakukan pengambilan sampah B3, termasuk baterai ini saja, tetapi juga mencakup perencanaan, perlengkapan dan pengemasan, pengangkutan, pengolahan, pelatihan dan konsultasi, serta penempatan sumber daya manusia (managed service) dalam mengelola sampah B3 secara tepat dan sesuai dengan standar pengendalian pencemaran lingkungan hidup,” ungkap Gufron.
Harapannya, tentu masyarakat semakin aware dengan sampah B3 yang di dalamnya juga termasuk baterai bekas dan menekan serendah mungkin pencemaran lingkungan akibat dari baterai bekas ini. (Telko.id)